Lihat ke Halaman Asli

Tuhanku Bukan Pembunuh

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya melihat sebuah lembaran kartun di suatu website. Awalnya saya kira itu adalah kartun humor untuk hiburan. Namun saya cukup terkejut ternyata cerita kartun tersebut adalah untuk menyindir kaum beragama di dunia. Yes, it’s named “Atheist Jokes”…

Kemudian saya merasa tertarik lebih jauh untuk membaca kartun-kartun sejenis itu. Dengan mengetikkan keyword “Atheism Cartoons” saya menemukan puluhan bahkan ratusan lembar cerita kartun yang merupakan sindiran sekaligus pembelaan terhadap konsep atheism. Beberapa cukup menusuk dan blak-blakan sedangkan beberapa lagi di buat sedemikian halus namun cukup mengena.

Alih-alih berhasrat untuk mengkritisi kaum atheis itu, saya justru lebih tertarik untuk mengkritisi kaum beragama, termasuk saya sendiri, kenapa sampai kritik-kritik itu bisa ditujukkan kepada kita kaum beragama. Otokritik terhadap para penganut agama (tidak perduli agama apapun) yang merupakan reaksi atas sindiran dan skeptisme kaum tidak ber-Tuhan itu menyebabkan saya harus memposisikan diri saya sebagai umat agama universal.

Saya perhatikan, kebanyakan kritik-kritik kaum atheist itu adalah seputar permasalahan logika ilmu pengetahuan (sains) dan nilai-nilai humanisme (kemanusiaan). Kritisi logika sains hanya akan saya jabarkan sedikit saja. Sedangkan untuk kritisi nilai-nilai kemanusiaan tampaknya akan lebih banyak saya jelaskan karena kritik kaum atheist kebanyakan adalah bidang ini.

Dalam konteks logika ilmu pengetahuan/sains, kaum beragama dianggap sebagai kaum kuno yang menolak segala bentuk modernisasi. Kasus paling mencolok mata adalah contoh dari kasus Nicolaus Copernicus yang dihukum mati karena bertentangan kebijakan Gereja, dan banyaknya fatwa-fatwa ulama konservatif yang menentang segala bentuk modernisasi yang bersumber dari barat di Arab pada pertengahan abad 20 dengan ancaman pelanggaran dengan hukuman mati. Penolakan “oknum” beragama ini telah menciptakan internalisasi generalisasi dalam pemikiran kaum atheis yang terlanjur men-cap kaum relijius adalah kaum anti-modernisasi.

Namun yang menjadi konsentrasi utama saya dalam tulisan ini bukan mengenai logika ilmu pengetahuan tersebut, namun dalam hal yang lebih berbau humanisme atau kemanusiaan.

Siapa dari anda para pembaca yang sanggup menghitung berapa banyak pertumpahan darah yang terjadi karena alasan agama? Sejak dari zaman peradaban Mesopotamia di timur tengah lahir, perang selalu bermula dari alasan agama. Penyerbuan Nebukadnezzar ke Kerajaan Judah yang tercatat sebagai perang “kotor” pertama di dunia juga didasari oleh alasan agama/kepercayaan. Berlanjut ke penghancuran pasukan Romawi terhadap kota Jerusalem yang lagi-lagi menggunakan alasan agama, yaitu pertentangan antara kepercayaan dewa-dewi Romawi dengan ajaran Kristen. Lalu lanjut kembali ke perang di Arab akibat pertentangan antara kaum Muslim dengan agama-agama kuno orang Arab.

Ratusan tahun setelahnya, muncullah perang agama terbesar di dunia: Perang Salib, yang berlangsung selama ratusan tahun. Sudah tidak terhitung lagi berapa liter darah yang tumpah kebumi akibat perang selama 7 abad itu. Dilanjutkan lagi dengan tragedy berdarah di Eropa antara umat Gereja (Katolik) dengan umat Protestan. Dan masih banyak contoh lain yang mustahil saya sebut satu per satu di sini.

Insting membunuh manusia yang didasari dengan alasan agama-pun tidak berhenti sampai situ saja. Bahkan hingga abad-abad modern-pun, perilaku ini masih tetap tumbuh dengan subur di sekitar kita. Mungkin yang paling ekstrim dan mudah terlihat pada abad 21 ini adalah gerakan-gerakan terorisme yang mengatasnamakan Islam. Tidak hanya Islam, di Barat pun kaum-kaum Kristen ekstrim banyak yang melakukan tindakan radikal seperti pengeboman klinik yang melegalkan aborsi hingga akhirnya ada lebih dari selusin korban tewas. Setali tiga uang, sama halnya yang terjadi di Palestina: Agama menjadi “biang kerok” pertumpahan darah selama puluhan Tahun, tidak heran kaum atheis begitu bencinya dengan orang-orang beragama.

Sebagai umat yang beragama, saya pedih menyaksikan fakta ini. Saya tidak menyalahkan kaum atheis karena memang pada kenyataannya mereka benar! Mereka benar bahwa kita kaum beragama secara tidak sadar adalah kaum haus darah sesama manusia. Tanpa kita sadari, kita telah “memberhalakan” Tuhan legal kita dengan memanifestasikan ajaranNya dengan cara yang penuh kekerasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline