Lihat ke Halaman Asli

Hedonisme Pemuda: Kanker Ekonomi

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terinspirasi dari kejadian beberapa waktu lalu ketika beberapa kawan membeli sebuah gadget mutakhir yang begitu populer akhir-akhir ini. Suatu gadget yang pada dasarnya diciptakan khusus untuk kelompok orang-orang tertentu yang butuh fitur-fitur tertentu pula. Namun yang unik adalah ternyata kawan ini bukan membeli gadget tersebut karena fitur uniknya, namun lebih untuk GAYA...

Apa yang ada dipikiran anda? Saya memperkirakan ada 2 jenis respon atas pernyataan di atas. Yang pertama adalah respon yang secara garis besar tidak mempermasalahkan hal tersebut, mungkin bila dibuat kalimat maka kalimatnya seperti ini: "Terserah mereka dong, uang juga uang mereka ini terserah buat beli apa" dan ada respon yang kedua yang secara umum mempermasalahkan hal tersebut, dan bila saya boleh membuat kalimat tipikalnya mungkin akan seperti ini: "Iya bener, boros banget sih buat kaya gitu aja". Tidak masalah apapun respon orang, namun saya mempunyai perspektif sendiri mengenai hal ini

Saya sengaja mengambil contoh kasus gadget canggih ini karena mungkin inilah titik puncak fenomena hedonisme pemuda di Indonesia, dan saya pun yakin siapapun yang membaca tulisan ini tahu gadget apa yang dimaksud. Namun itu hanya contoh, silahkan anda & saya sendiri tentunya dapat dengan mudahnya mencari-cari hal-hal lain yang menunjukkan gejala perilaku Hedonistik.

Saya akui hedonisme memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan insan manusia, tidak hanya di Indonesia tapi di dunia. Namun yang menjadi masalah adalah ketika perilaku matrialistik tersebut dilakukan dengan kondisi yang tidak kondusif, baik itu lingkungan internalnya ataupun lingkungan eksternal. Menjadi masalah saat perilaku konsumtif matrialistik tersebut dilakukan dengan bangganya ketika kesenjangan sosial dan ekonomi begitu besar dan mencolok. Menjadi masalah ketika yang mengimplementasikan perilaku hedonistik ini adalah kaum muda, apalagi kaum muda yang belum bekerja (tidak mempunyai kekuatan finansial) di negara yang sedang terpuruk seperti Indonesia.

Apa yang terjadi ketika di dalam sebuah negara dunia ketiga (negara miskin/negara berkembang) yang pendapatan perkapita rata-ratanya kurang dari 10% pendapatan perkapita negara maju namun pemudanya menunjukkan gaya hidup yang konsumtif dan matrialistik yang akumulasi konsumsinya tidak kalah dari penduduk negara maju tadi? Bayangkan jika pemuda-pemuda tersebut jika akhirnya menjadi pemimpin negara ini..pastinya tidak akan lebih baik dari para anggota DPR yang senantiasa minta fasilitas mewah dan gaji tinggi, ya kan?

Hedonisme sejatinya adalah kanker baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi negara ini: Menggerogoti secara perlahan-lahan namun pasti hingga ajal menjemput. Dampak negatif hedonistik tidak bersifat instant, namun perlu proses bertahun-tahun bahkan sering hingga berpuluh-puluh tahun. Dan yang menjadi masalah paling besar dan kronis adalah sifat hedonistik sangat sulit disembuhkan bahkan ketika kondisi dirinya sudah tidak memungkinkan untuk melakukan praktek hedon. Hedonisme bukan sekedar isu temporari seperti lapar, haus, kenyang, kembung dsb yang bisa hilang seketika bila telah melakukan hal tertentu.

Untuk para pemuda terutama mahasiswa, jangan anda berteriak-teriak dijalan menuntut pengurangan gaji pejabat, pengurangan fasilitas mewah dan lain sebagainya bila anda sendiri masih suka menghambur-hamburkan uang, toh suatu hari nanti anda yang berteriak-teriak itu akan seperti para pejabat itu. Jangan anda ber-dramaturgi menjadi seorang aktivis kemanusiaan bila anda masih bernafsu besar hidup hedonis. Jangan anda ketika diskusi begitu menentang praktek matrialistik namun ketika diluar diskusi anda ternyata secara terang-terangan begitu berorientasikan kepada materi. Jangan anda begitu berkoar-koar ingin menjadi seorang pemimpin yang memperhatikan rakyatnya jika anda sendiri masih suka berkoar-koar berkeluh kesah karena tidak bisa melampiaskan "nafsu hedonistik" anda.

Dan satu hal yang tidak kalah krusial adalah sifat hedonis ini sangat mudah menular, baik itu pada objek tujuan hedonis-nya ataupun praktek hedonistik itu sendiri. Bahkan seseorang yang pada suatu waktu begitu bencinya pada kelakuan hedonistik dalam waktu yang sedemikian singkat dapat berubah mengikuti "mode" hedonistik yang ada di lingkungannya.

Jadi sekarang waktunya bagi kita untuk menyadari betapa bahayanya kanker hedonisme ini. Kanker ini dapat kita derita mungkin tanpa kita sadari samasekali. Mulailah untuk mengkoreksi diri sendiri dan berani mengkritisi diri sendiri seburuk apapun kenyataannya untuk kebaikan diri sendiri :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline