Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku, ras, dan agama. Karena hal itulah, dapat dilihat betapa beragamnya pendapat, pandangan, dan keyakinan masing-masing masyarakat di negara Indonesia. Keragaman tersebut menjadi hal yang baik karena kita sebagai masyarakat Indonesia bisa saling berbagi cerita dan mengkomunikasikan dengan baik satu sama lain. Meski begitu, gesekan akibat kesalahpahaman dalam mengelola keragaman masih kerap terjadi.
Isu-isu yang terjadi mengenai agama sudah menjadi hal yang familiar bagi kita warga Indonesia. Di Indonesia, berbagai isu mengenai agama kerap terjadi tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga di kota-kota kecil yang ada di Indonesia.
Salah satu konflik agama terbesar yang pernah terjadi di Indonesia adalah Konflik Poso. Konflik di Poso pada tahun 2000 tidak berhasil dibendung. Permasalahan terjadi antar dua agama ini terjadi selama bertahun-tahun. Perselisihan politik itu awalnya terjadi karena masalah agama. Pada tahun 1990-an, Poso dipenuhi oleh penduduk beragama Islam, banyak orang luar yang datang ke Poso sehingga agama Kristen menjadi dominan. Konflik ini terjadi bertahun-tahun dengan jumlah korban jiwa yang sangat tinggi. Perselisihan agama ini berakhir pada tahun 2001 setelah adanya mediasi oleh mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla.
Salah satu faktor terjadinya Konflik Poso ini karena adanya perubahan mayoritas dari agama Islam ke agama Kristen. Hal signifikan inilah yang membuat ketidakcocokan antara masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Selain konflik ini, masih banyak konflik-konflik lain yang terjadi karena kurangnya rasa toleransi antar umat beragama satu dengan umat agama yang lain. Konflik agama ini tidak hanya terjadi dimasa lalu, tetapi juga terjadi hingga saat ini, bahkan perkembangan teknologi sekarang pun menjadi sarana sebagai pemecah agama di Indonesia.
"Kita beragama itu salah satu tujuannya untuk kemanusiaan bukan sekadar untuk Tuhan. Apalagi dalam Islam itu sangat kental. Kalau kita perhatikan semua ibadah di dalam Islam itu bagaimana kita sebagai manusia itu bisa menjadi lebih baik terhadap sesama," kata Musdah, di Jakarta, Kamis (27/12/2018)
Musdah menjelaskan bahwa ibadah bukan hanya sekadar kewajiban bagi umat beragama. Tetapi ibadah yang membuat kita sadar bahwa kita sebagai umat beragama harus mencintai dan menyayangi sesama.
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menyatukan perbedaan. Memanfaatkan perkembangan teknologi misalnya. Perkembangan teknologi saat ini menjadi sarana yang luas bagi kita warga negara untuk saling berbagi cerita dan berita. Sehingga, sarana ini bisa kita gunakan untuk mempublikasikan hal-hal yang baik yang dapat mempersatukan perbedaan.
Sebagai contoh memposting kalimat motivasi untuk sesama di media sosial seperti Facebook, Instagram, dan berbagai media sosial lainnya. Hal ini tidak hanya berdampak baik bagi diri kita sendiri, tetapi juga membawa dampak yang baik bagi setiap mereka yang membacanya. Selain itu, melakukan sharing pengalaman pribadi tentang Ketuhanan juga bisa memberi pemahaman yang baru mengenai keagamaan bagi pembaca atau pendengar.
Agama tidak digunakan semata-mata hanya karena kita sebagai warga negara yang beragama. Tetapi agama merupakan pedoman hidup bagi kita dalam berperilaku. Setiap agama sama-sama mengajarkan hal yang baik, sehingga kita sebagai umat beragama harus memiliki sikap dan perilaku yang baik untuk menghargai dan mengasihi sesama.
Perbedaan yang kita miliki bisa menjadi penopang yang kuat untuk persatuan bangsa Indonesia. Berbagai konflik yang terjadi bisa kita kurangi dengan adanya sikap toleransi menghargai dan menghormati sesama. Oleh karena itu, baiknya kita sebagai warga negara yang bijak bisa memilih dan melakukan hal yang baik dan menghindarkan hal yang buruk. Sehingga keberagaman di negara Indonesia bisa menjadi pemersatu bangsa, bukan pemecah.