Lihat ke Halaman Asli

Venella Yayank Hera Anggia

Magister Aqidah dan Filsafat Islam di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Blue Beauty dan Green Beauty: Menyoal Kecantikan Ramah Lingkungan

Diperbarui: 21 Juni 2024   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: watsons.co.id

Dalam produk kecantikan dan kosmetik, penggunaan plastik sebagai bahan dasar kemasannya telah menjadi pilihan utama. Alasannya, karena kemasan plastik memiliki karakteristik daya tahan lama, murah, dan mudah dibentuk. Namun, plastik memiliki efek negatif, yaitu merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Karena itu, penggunaan plastik dalam produk kecantikan dan kosmetik harus dikurangi. Salah satunya dengan mengembangkan produk kecantikan yang ramah lingkungan dengan konsep blue beauty dan green beauty.

Blue beauty, yang diperkenalkan oleh Jeannie Jarnot, menekankan pentingnya produk kecantikan ramah lingkungan yang aman bagi laut dan mengurangi jejak karbon (Iqbal, 2022). Ini juga melibatkan usaha untuk mengurangi limbah plastik dan mendaur ulang sampah dari produk kecantikan, sehingga dapat menjaga laut dari pencemaran bahan kimia. Dapat dipahami bahwa blue beauty menekankan fokusnya pada produk eco friendly yang memprioritaskan perlindungan terhadap beragam kehidupan laut dan mempertahankan kualitas air.

Sementara green beauty merujuk pada produk kecantikan yang dibuat dengan dengan mengutamakan agar ramah lingkungan, yakni pemakaian kemasan yang bisa didaur ulang atau digunakan kembali (Sa’diyah, 2023). Produk-produk green beauty mengusahakan bebas dari bahan kimia yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan dan tubuh penggunanya. Dengan mendasarkan pada penggunaan bahan alami serta proses produksinya tidak diujikan pada hewan, green beauty berupaya mengurangi pengaruh buruk industri kecantikan pada lingkungan.

Sampah Plastik dalam Industri Kecantikan

Produk kecantikan dan kosmetik dalam beberapa dasawarsa ini telah menjadi konsumsi umum yang peminatnya terus meningkat. Terlebih semenjak gelombang demam skincare mulai mewabah yang disertai dengan iklan-iklan di mana memberikan klaim dapat mengatasi segala permasalah kulit agar menjadi lebih glowing, cerah, dan sehat. Akibatnya, produk skincare ini seiring berkembangnya waktu bertransformasi menjadi kebutuhan primer. Secara tidak langsung, produksi dan penggunaan plastik pun dalam industri kecantikan semakin meningkat, yang jua berefek pada kenaikan mikroplastik. Maka dari itu, blue beauty dan green beauty diharapkan menjadi gebrakan pada dunia industri kecantikan dan kosmetik agar lebih memperhatikan lingkungan, mengingat banyaknya konsumsi pada produk ini.

Menurut data dari Zero Waste Week, pada tahun 2018 saja, lebih dari 120 miliar unit kemasan kosmetik diproduksi secara global (Zero Waste, 2023). Sementara World Economic Forum memperkirakan bahwa ada sekitar 32% kemasan sekali pakai. Ini termasuk kemasan dari produk kecantikan dan kosmetik yang dibuang setelah dibuka (World Economic Forum, 2016). Dengan melihat pasar kemasan kosmetik global yang bernilai $ 30,37 miliar USD pada tahun 2019 dan diproyeksikan akan mencapai $ 39,32 miliar USD pada tahun 2027, maka terdapat peran penting yang dimainkan oleh industri kosmetik di pasar global dalam mengubah haluan kemasan plastik menjadi kemasan yang lebih ramah lingkungan (Frantzeskos, 2022). 

Selayaknya penemuan LCA Centre yang berlokasi di Belanda, bahwa penggunaan kemasan yang dapat diisi ulang untuk produk kosmetik dapat mengurangi hingga 70% emisi karbon dari industri kecantikan, karena sebagian besar bahan yang dikonsumsi dan pembuangannya menjadi sampah plastik. Hal ini mengingat bahwa produk kecantikan dan kosmetik rata-rata dikemas dalam kemasan plastik, seperti botol sampo, deodoran, sabun mandi cair, eye shadow, pewarna rambut, hingga pelembab kulit.

Inovasi Produk Kecantikan Melalui Blue Beauty dan Green Beauty

Harus diakui bahwa sampah plastik yang terbuang ke laut sangatlah banyak, sehingga menyebabkan kemungkinan bahwa pada pertengahan abad ini, lautan akan memiliki lebih banyak plastik daripada ikan. Sampah plastik dapat mengakibatkan tekanan besar pada ekosistem laut, seperti kerusakan pada lingkungan laut karena adanya mikroplastik, menurunkan kualitas air karena polusi, bahkan dapat menyebabkan kematian biota laut. Karena sampah plastik merusak ekosistem darat dan laut dengan cepat, pengaturan dan pengawasan sampah plastik sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada ekosistem laut dan melindungi habitat alaminya. Dalam hal ini, blue beauty dan green beauty dapat diterapkan menjadi cara untuk mengurangi produksi sampah plastik dari produk kecantikan, mengingat sebagian besar dari 51 triliun partikel mikroplastik yang ada di lautan kita berasal dari produk perawatan pribadi dan kosmetik (Frantzeskos, 2022).

Aksi mengurangi penggunaan plastik produk kecantikan serta mengadopsi bahan yang mudah didaur ulang dan aman sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk mengusung perlindungan terhadap ekosistem darat dan laut. Selain mengurangi penggunaan plastik, perlindungan terhadap lautan bisa berupa penggantian bahan kimia yang umumnya ada dalam produk kecantikan, seperti oxybenzone dan octinoxate yang ditemukan dalam tabir surya. Beberapa merek kecantikan sudah mulai menggunakan PCR (Post Consumer Recycled) atau plastik bekas konsumen dalam kemasan mereka. Ini berarti bahwa tidak ada plastik baru yang diproduksi, melainkan menggunakan bahan dari proses daur ulang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline