Lihat ke Halaman Asli

venantura purnama

kariawan swasta

Kasus Korupsi 271 Triliun yang Menghebohkan Indonesia

Diperbarui: 5 April 2024   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diakhir bulan maret kemarin Indonesia dihebohkan dengan sebuah berita kasus korupsi yang melibatkan sseorang sosok suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis dan seorang wanita yang dujuluki Crazy Rich PIK Jakarta Utara yaitu Helena Lim, kasus ini dibongkar oleh seorang jaksa yang bernama KUNTADI yang berprofesi sebagai Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung RI diaman sebelumnya dia bekerja sebagai aisten umu Jaksa Agung.

 Kejaksaan Agung (Kejagung)Prof.Sanitiar Burhanuddin  buka suara soal kerugian negara yang diakibatkan mega korupsi tambang BUMN PT Timah (Persero) Tbk. (TINS) yang sebesar Rp 271 triliun. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan, besaran angka tersebut belum pasti.

"Kemarin angka Rp 271 triliun itu masih kotor perhitungannya. Hasil konsultasi teman-teman penyidik dengan BPKP, dan ahli ekonomi, ekologi, dan lingkungan. (Angka kerugiannya) bisa lebih tinggi dan lebih rendah," ungkapnya saat ditemui di kantornya, Rabu (3/4).

Ketut menjelaskan, saat ini tim penyidik Kejagung sedang menghitung dan melakukan koordinasi dengan BPKP dan tim ahli terkait. Artinya, kerugian negara yang diakibatkan oleh hasil korupsi bisa lebih tinggi atau lebih rendah.

"Sedang dilakukan perhitungan, konsultasi dan diskusi dan formulasi seperti apa," ucapnya.

Selain menghitung kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus korupsi, Kejagung juga menghitung nilai kerusakan lingkungan di Bangka Belitung yang berpotensi terjadi akibat kasus ini. Ketut lantas menjelaskan, kerugian kerusakan lingkungan senilai Rp 271 triliun merupakan kalkulasi sementara dari kerugian perekonomian negara, yang terjadi akibat kasus ini. Sebab, akibat eksploitasi penambangan liar yang terjadi di wilayah PT Timah Tbk ini, banyak kerusakan lingkungan muncul yang juga berdampak ke perekonomian negara dan masyarakat setempat. "Masyarakat di sekitarnya juga kita pertimbangkan, karena mereka sudah tidak lagi bisa melakukan upaya-upaya pertanian, nelayan, itu juga menjadi pertimbangan," kata jelas Ketut.

"Kemudian terakhir adalah dampak reputasi ke depan. Karena ini lingkungan sudah rusak, bagaimana memperbaikinya? Bagaimana mengatasi lingkungan ini? Ini butuh waktu yang panjang dan butuh biaya yang banyak," sambungnya. Ketut menambahkan proses pemulihan alam atau reboisasi akibat kerusakan hutan dalam kasus ini juga memerlukan proses yang lama. Menurut dia, nilai kerusakan lingkungan Rp 271 triliun itu juga masih penghitungan kasar yang dilakukan tim penyidik, BPKP, dan ahli-ahli bidang lingkungan. Oleh karena itu, penyidik turut menyertakan kerugian perekonomian negara berupa kerugian kerusakan lingkungan yang diprediksi bisa terjadi akibat kasus ini. "Ini juga kita jadi bahan pertimbangan. Tidak bisa melakukan satu reboisasi ligkungan satu, dua tahun atau lima tahun, tidak bisa. Ini butuh waktu yang panjang sehingga ini bisa ditempati sebagaimana habitat sebelumnya,"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline