Lihat ke Halaman Asli

Konstantinus Jalang

Penulis adalah Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Sekadar Bernostalgia

Diperbarui: 18 November 2020   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini sebetulnya berisi pengalaman saya ketika masih bergabung dalam salah satu lembaga pendidikan calon imam Katolik di Indonesia. Waktu itu, saya pernah terlibat dalam sebuah kegiatan kunjungan ke salah satu paroki di keuskupan Malang, Jawa Timur. Kegiatan ini bernama "Misi Umat Vinsensian". Kegiatan ini biasanya terjadi setahun sekali dan berlangsung selama sebulan. Anggota kegiatan ini terdiri dari biarawan dan biarawati yang berkarya di seluruh keuskupan Malang.

Kegiatan ini diselenggarakan dan didanai oleh Kongregasi Vinsensian. Di tempat kunjungan, setiap anggota dibagi ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok diberi tugas untuk memberikan materi - yang berkaitan dengan teologi pastoral Katolik - kepada umat Katolik di sana. Saya juga diberi tugas tertentu yang tidak biasa. Tidak biasa, karena saya sebelumnya belum pernah mengampu tugas semacam itu, yakni  menjadi mc di setiap pertemuan. Namun, pengalaman itu setidaknya melatih saya untuk terbiasa dengan public speaking.

Saya bersyukur telah terlibat dalam misi umat Vinsensian kali itu.  Rasa syukur ini pertama-tama saya lantunkan kepada Tuhan Yesus, sebab Ia boleh memilih saya untuk ambil bagian dalam misi  yang amat luhur ini. Rasa syukur ini juga berangkat dari kesadaran bahwa dalam misi ini, saya telah belajar banyak hal, terutama bagaimana mengolah kecenderungan saya yang suka bermalas-malasan atau hidup dalam zona nyaman.

Perlu diketahui bahwa, setiap anggota yang terlibat dalam kegiatan ini disebut misionaris. Disebut demikian, karena memang setiap anggota diutus untuk bermisi. Para misionaris kali itu bermisi ke paroki St. Theresia Pandaan, Keuskupan Malang.  Saya dan ketiga teman saya adalah misionaris yang mewakili Serikat Maria Montfortan. Harus saya akui, awalnya, saya begitu bahagia terpilih sebagai utusan kongregasi SMM. 

Kebahagiaan saya pertama-tama karena dalam benak saya, misi ini tidak akan mengusik waktu liburan saya. Saya mengira, misi ini tidak lain adalah live in sebagaimana yang telah saya alami sebelumnya. 

Perlu diketahui bahwa live in adalah salah satu tradisi bermisi khas para calon imam Katolik. Dalam misi ini, para calon imam biasanya dikirim ke satu paroki untuk mengalami hidup bersama umat Katolik di sana. Live in semacam latihan berpastoral sebelum nantinya benar-benar berpastoral. Fase pastoral biasanya terjadi selepas lulus sarjana dan setelah ditahbiskan menjadi imam.

Namun, prasangka ini meleset seratus persen setelah saya mengikuti lokakarya di Kediri. Beban selepas pertemuan di kediri pun seolah datang mengusik ketenangan batin saya. Saya yang baru saja legah telah menyelesaikan semester IV, kini kembali dibebani lagi oleh berbagai tugas yang harus saya emban selama misi umat Vinsensian. 

Saya merasa bahwa bayang-bayang tugas kuliah filsafat dan teologi yang biasa saya kerjakan seolah datang mengusik masa liburan saya. Apalagi, saya terpilih menjadi salah satu anggota tim yang menangani kelompok kategorial paroki. Tim yang cukup sibuk.

Saya sungguh menyesal. Kenapa saya harus terlibat dalam misi yang menyibukkan ini. Kira-kira demikianlah keluhan saya di saat itu. Khayalan awal tentang misi yang menyenangkan lenyap.  Yang tertinggal hanya beban tentang bagaimana saya mempersiapakan diri, baik secara fisik dan psikologis dalam bermisi.

 Ingin sekali rasanya untuk menyampaikan kepada formator agar saya diganti konfrater yang lain saja. Namun, hal itu tidak mungkin. Saya sudah terpilih dan sudah mengikuti lokakarya pula. Mimpi tentang misi yang dialami sebagai travelling berubah menjadi beban kerja yang 'mau tidak mau' harus diterima. 

Setelah membagikan pergulatan batin kepada teman-teman dari CM dan terutama dengan teman-teman dari SMM, saya pun berusaha menikmati saja tugas ini. Dan, saya tentu saja meminta Tuhan Yesus dan bunda Maria untuk menemani saya dalam mengemban tugas ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline