Kemiskinan struktural merujuk pada kondisi ketidakmampuan sebagian besar populasi dalam suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka secara berkelanjutan. Ini bukan hanya masalah kurangnya pendapatan, tetapi lebih pada keterbatasan akses terhadap kesempatan pendidikan, layanan kesehatan yang layak, pekerjaan yang layak, serta keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat. Hubungannya dengan hukum ketenagakerjaan terletak pada dampak yang ditimbulkan terhadap kondisi kerja dan perlindungan bagi pekerja, khususnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Kemiskinan struktural sering kali berperan dalam menentukan kondisi kerja yang tidak memadai, seperti upah rendah, kondisi kerja yang tidak aman, serta ketidakstabilan pekerjaan. Ini memunculkan banyak tantangan yang harus dihadapi oleh hukum ketenagakerjaan, yang pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hak dan kesejahteraan pekerja.Kemiskinan struktural juga berdampak pada akses terhadap pendidikan dan pelatihan, yang kemudian mempengaruhi kualifikasi pekerja untuk pekerjaan yang lebih baik.
Terjun dan melihat kelapangan pekerjaan buruh kasar pabrik kayu mencerminkan bagaimana tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang minim dari standar keselamatan, kesehatan kerja yang seharusnya. Para pekerja tersebut (Buruh kasar pabrik kayu) bekerja dengan gergaji pemotong hanya dengan tangan kosong, tanpa sarung tangan maupun perlengkapan keselamatan yang layak. Imbas dari ketidaktahuan mengenai bagaimana prosedur atau SOP yang layak dari pekerjaan itulah yang membuat para pekerja tersebut tidak terlalu memedulikan hal itu, bagi para buruh tersebut bekerja adalah hal tentang sekedar mendapatkan uang dan menghidupi keluarga dirumah.
Kemiskinan struktural, dengan segala kompleksitasnya, mempengaruhi dinamika tenaga kerja dengan menciptakan siklus yang sulit diputuskan bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dampaknya merembes ke berbagai aspek kehidupan pekerja, mulai dari pendidikan hingga stabilitas ekonomi, memperkuat ketidaksetaraan dan menantang keseimbangan dalam pasar tenaga kerja. Dan sekali lagi akar dari segala minimnya perhatian terhadap keselamatan, kesehatan kerja bagi para buruh kasar itu adalah kemiskinan struktural yang entah sampai kapan dapat dihilangkan.
Risiko dan tantangan kesehatan di lingkungan kerja untuk buruh kasar di pabrik merupakan hal yang penting untuk dipahami. Kondisi kerja yang mempengaruhi kesehatan buruh kasar di pabrik harus sudah menjadi perhatian karena menyebabkan dampak jangka pendek dan panjang yang serius terhadap kesehatan fisik dan mental mereka. Ini tidak hanya mempengaruhi kinerja mereka di tempat kerja, tetapi juga kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Upaya untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan di lingkungan kerja menjadi esensial bagi perlindungan buruh kasar dan peningkatan produktivitas, Tetapi bagaimana bisa mereka paham akan hal itu sedangkan kemampuan finansial yang tidak mumpuni membuat resiko resiko tersebut menjadi hal yang sepele dan tidak perlu dipusingkan.Ketidakseimbangan antara perlindungan hukum dan realitas pekerja yang terpinggirkan akibat kemiskinan struktural menjadi suatu tantangan yang meruncing dalam ranah ketenagakerjaan.
Meskipun terdapat kerangka hukum yang dirancang untuk melindungi hak-hak pekerja, realitas lapangan seringkali menggambarkan ketimpangan yang tajam. Pekerja yang terjerat dalam lingkaran kemiskinan struktural seringkali menghadapi keterbatasan akses terhadap perlindungan hukum yang seharusnya ada. Mereka mungkin tidak memiliki pengetahuan tentang hak-hak mereka atau kesulitan mengakses sistem peradilan yang mahal dan rumit. Di sisi lain, regulasi ketenagakerjaan sering kali tidak cukup fleksibel atau responsif terhadap kondisi riil yang dihadapi oleh pekerja yang terpinggirkan akibat kemiskinan struktural. Akibatnya, terciptanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dilindungi oleh hukum dan kenyataan pekerja di lapangan dapat mengakibatkan eksploitasi, ketidakadilan, dan kurangnya perlindungan yang memadai bagi mereka yang paling rentan.
Kemiskinan struktural merupakan fenomena kompleks yang menyangkut ketidakmampuan sejumlah individu atau kelompok untuk memperoleh akses yang adil terhadap kesempatan kerja yang layak dan stabil. Hal ini menimbulkan tantangan signifikan bagi hukum ketenagakerjaan. Kemiskinan struktural tidak hanya mempengaruhi tingkat pengangguran, tetapi juga memberikan tekanan pada perlindungan pekerja pada bidang keselamatan, dan kesehatan kerja. Hukum ketenagakerjaan perlu menghadapi keterbatasan dalam menyediakan perlindungan yang memadai bagi pekerja yang terjebak dalam kemiskinan struktural, seraya juga menyesuaikan diri dengan perubahan struktural dalam pasar kerja.
Tantangan terbesar bagi hukum ketenagakerjaan adalah menciptakan mekanisme yang efektif untuk melindungi hak-hak pekerja yang rentan terhadap kondisi struktural yang merugikan, sambil tetap mempertimbangkan kebutuhan akan fleksibilitas dalam sistem ekonomi yang dinamis. Oleh karena itu, penting untuk merumuskan strategi hukum yang responsif dan inklusif guna menanggapi tantangan yang dihadapi oleh pekerja yang terpinggirkan akibat kemiskinan struktural.
Untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja yang terjebak dalam kemiskinan struktural, langkah pertama yang perlu diambil adalah perluasan akses terhadap layanan sosial dan pendidikan. Reformasi hukum ketenagakerjaan harus memperkuat program pelatihan dan pendidikan bagi kelompok rentan, memungkinkan mereka untuk memperoleh keterampilan yang relevan dengan tuntutan pasar kerja yang berubah secara dinamis. Selain itu, perlindungan hukum terhadap upah minimum dan jaminan sosial perlu diperkuat.
Penetapan kebijakan yang jelas mengenai upah yang layak dan kebijakan jaminan sosial yang inklusif dapat menjadi landasan bagi perlindungan ekonomi pekerja yang rentan terhadap kemiskinan struktural. Selanjutnya, perlu adanya upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-profit untuk menciptakan program kerja sama yang memungkinkan inklusi sosial dan ekonomi bagi kelompok yang terpinggirkan. Ini meliputi pengembangan program magang, kesempatan kerja, serta insentif bagi perusahaan yang mempekerjakan pekerja dari lapisan masyarakat yang terdampak kemiskinan struktural. Terakhir, revisi dalam regulasi perlindungan pekerja kontrak atau sementara diperlukan untuk mengatasi kerentanan pekerja dengan status kerja yang tidak stabil, memberikan mereka jaminan terhadap hak-hak dasar seperti jaminan kesehatan, cuti, dan perlindungan dari pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H