Lihat ke Halaman Asli

Dosa IMF pada Pesawat N250 Ciptaan BJ Habibie

Diperbarui: 17 Agustus 2017   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Industri Dirgantara ditahun 1995 yang saat itu masih bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) hampir menggemparkan dunia lewat karya anak bangsa bernama B.J. Habibie. Beliau yang juga merupakan presiden ke-3 Republik Indonesia berhasil menciptakan transportasi udara dimasanya yang tak lain adalah pesawat N250. Pesawat buatan N250 adalah sebuah pesawat penumpang sipil asli pabrikan Indonesia lengkap dengan kode "N" yang memiliki arti "Nusantara".

Pesawat yang berhasil terbang pada tanggal 10 Agustus 1995 ini menggunakan mesin turboprop dimana jenis pesawat ini menggunakan turbin gas untuk menggerakkan baling-baling. Pesawat N250 sendiri mampu terbang dengan kecepatan 610 Km/jam. Dimasanya, pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia, sederhananya yaitu menggunakan sistem kendali yang sudah terkomputerisasi. Tak hanya itu, pesawat ini mampu menampung 50 hingga 70 penumpang serta memiliki daya jelajah 1.480 Km. Sebuah hal yang tentunya spesial, bahkan apabila saat itu N250 jadi diproduksi mungkin tidak akan ada pesawat ATR, pasalnya kelas N250 saat itu dengan ATR 72 dan 42 saat ini masih jauh di atasnya. Bahkan Vice President Corporate Communication PT DI, Sonny Ibrahim mengutarakan jika diibaratkan dengan mobil, N250 merupakan mobil mercy sedangkan ATR adalah mobil Avanza.

Berbicara soal perbandingan, pesawat N250 jauh lebih irit dan lebih cepat, ditambah total kursi yang sama jumlahnya dengan ATR yaitu sebanyak 50 kursi dengan harga yang hampir sama, tentu publik bakal lebih menerima pesawat N250. Lantas apa yang menyebabkan pesawat ciptaan B.J. Habibie gagal diproduksi? Pemangku kebijakan di-eranya turut andil dalam hal ini.

Alih-alih ambil bagian dalam industri penerbangan, rupanya ada oknum yang tidak sejalan. International Monetary Fund (IMF) misalnya. Dari 150 BUMN yang tersedia, hanya PT Dirgantara Indonesia saja yang dikenai keputusan IMF guna menghentikan proyek N250. Kalau sudah menyaksikan film Habibie dan Aiunun, sebenarnya Indonesia telah mempunyai pesawat N250 ditahun 1995 yang mampu bersaing dengan Boeing dan Airbus. Namun, karena krisis moneter, sesuai kesepakatan IMF bahwa proyek tersebut harus dihentikan. Sebuah akal-akalan dari IMF semata mengingat pesawat N250 diprediksi menjadi pesaing pasar Amerika dan Eropa (Prancis, Belanda dan Kanada). Sangat disayangkan memang, mengingat Indonesia kala itu hanya tinggal melakukan sertifikasi, memang tidak murah untuk mewujudkannya. Sertifikasi tersebut mencapai triliunan dan saat itu kondisi ekonomi di Indonesia sedang tidak stabil. Celah yang dimanfaatkan oleh IMF. Padahal jika pesawat N250 berhasil diproduksi massal, diprediksi tidak akan ada ATR.

Situasi yang sangat disayangkan adalah bagaimana bisa pemangku kebijakan di-era tersebut menyetujui langkah IMF. Bapak B.J Habibie adalah satu dari sekian anak bangsa terbaik yang mengabdi menciptakan pesawat untuk negeri ini. Tersirat juga melalui cuplikan film Habibie dan Ainun yang kurang lebih demikian, "Indonesia adalah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan pesawat ini kita buat sendiri untuk menghubungkan antar pulau tersebut, bayangkan pertumbuhan dan infrastruktur yang dapat berkembang, tapi, mereka tidak mau mengerti." Kurang lebihnya demikian. Situasi positif yang sejatinya telah terpancar di negeri ini. Bagaimana tidak, pesawat N250 telah dirancang sedemikian rupa guna melakukan penerbangan perintis yang nantinya diprediksi menjangkau daerah-daerah terpencil di Indonesia.

Padahal salah satu cara melihat negara tersebut maju atau tidaknya yaitu melalui bagaimana penggunaan teknologi di negara tersebut guna menciptakan kesejahteraan bagi warganya. Kita patut berbangga mengingat kompleksitas didalam proses pembuatan pesawat, PT Dirgantara Indonesia mampu mewujudkannya.

Ironisnya, sekarang pesawat N250 mangkrak dan hanya menjadi besi tua di Apron atau parkir pesawat milik PT Dirgantara Indonesia di dekat landasan Bandara Husein Sastranegara Bandung. Putra-putri Indonesia yang kredibel hendaknya diperhatikan oleh negara termasuk karya dan inovasinya. Hal ini guna menjaga mereka selaku bibit bangsa agar tidak dilirik dan dipekerjakan oleh negara lain. Akan sangat lucu apabila orang Indonesia dipekerjakan oleh bangsa lain dan karyanya justru dibeli oleh negara Indonesia. Sungguh terdengar aneh.

Namun, terlepas dari itu semua, kita patut berbangga mengingat Indonesia melalui sentuhan tangan hebat seorang B.J.Habibie telah mampu menunjukkan kepada dunia bahwa ditahun 1995, Indonesia telah memiliki pesawat dan telah uji terbang. Kini, memasuki usia ysng ke-72, Indonesia patut kembali berbangga dengan hadirnya pesawat N219 karya putra-putri bangsa yang telah melakukan uji terbang perdana di Bandara Husein Sastranegara Bandung pada Rabu, 16 Agustus 2017 tepat sehari sebelum Kemerdekaan Republik indonesia ke-72. Dirgahayu Kemerdekaan RI yang ke-72.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline