Lihat ke Halaman Asli

Vedia

Guru PNS

Pendidikan Guru Penggerak Relevansinya dengan Belajar Sepanjang Hayat

Diperbarui: 28 Februari 2023   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak tahun2020 pemerintah melalui departemen pendidikan dengan mentri Pendidikan Bapak Nadiem Makarim menggulirkan program Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Program ini mendidik Calon Guru penggerak (CGP) untuk menjadi pemimpin pembelajaran dengan paradigma baru. Paradigma yang diambil dari filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikenal dengan Pendidikan yang menghamba pada murid. Kata "Menghamba" terkesan agak "aneh", karena biasanya kata menghamba digunakan antara seorang hamba kepada yang memiliki kuasa. Namun pengertian menghamba di sini bermakna bahwa seorang guru dengan sepenuh hati dalam memberikan Pendidikan. Sepenuh hati artinya guru  harus mengenal dengan baik karakter anak didiknya. Dengan mendidik sepenuh hati tentu akan menghasilkan Pendidikan yang bermakna bagi masa depan anak didik.

Seperti di kemukakan di atas bahwa calon guru penggerak dididik untuk dapat menjadi pemimpin masa depan. Harapannya adalah bahwa di masa yang akan datang akan lahir pemimpin baik kepala sekolah maupun pengawas sekolah yang berkompeten dan paham betul dengan dunia pendidikan.

Dalam program PGP, para CGP didampingi oleh pengajar praktik (PP), fasilitator, serta instruktur atau naras umber yang mumpuni di bidangnya masing-masing. Pembelajaran  CGP meliputi pembelajaran mengenai filosofi pendidikan, pemimpin pembelajaran, pembelajaran berdiferensiasi, komunitas praktik, dan pembelajaran social emosional. Setiap materi  dimulai dari diri hingga aksi nyata.

Pembelajaran CGP dilakukan baik secara daring (berupa ruang kolaborasi dan pemahaman materi Bersama fasilitator dan instruktur) serta luring (berupa pendampingan individu dan lokakarya dengan pengajar praktik).

Pada awalnya kegiatan PGP diselenggarakan selama 9 bulan, namun mulai Angkatan 5 hanya berlangsung selama 6 bulan karena berbagai pertimbangan. Waktu yang cukup panjang untuk pendidikan ekstra. Apalagi CGP tidak bebas tugas. Dalam menjankan PGP CGP tetap menjalankan tugasnya di sekolah. Padahal kegiatan PGP secara daring dan luring, tugas-tugasnya tidak bisa dikatakan sedikit. Tugas-tugas dalam PGP tidak hanya berupa pehamanan materi secara teoritis. Tugas-tugas CGP meliputi tugas daring juga luring. Selain itu CGP diberikan pula tugas-tugas yang mengharuskan CGP berkolaborasi dengan stake horder sekolah, dengan rekan sejawat, bahkan sampai membentuk komunitas.

Lamanya pendidikan dalam PGP dimaksudkan agar terjadi perubahan pola pikir yang berdampak pada perubahan pola pengajaran yang lebih berpihak kepada murid. Waktu yang lama juga dimaksudkan akan membentuk suatu kebiasaan dalam diri CGP. Kebiasaan dalam bersikap, kebiasaan dalam mengambil keputusan, kebiasaan dalam berinovasi melakukan pembelajaran yang kreatif dan berpihak pada murid. Selain itu, dengan waktu pendidikan yang lama guru akan terbiasa untuk terus belajar. Dengan demikian akan terbentuk budaya belajar sepanjang hayat dalam diri guru.

Seorang guru sudah selayaknya memiliki keinginan untuk mau terus belajar di mana, kapan, dan pada siapa saja. Namun kenyataannya selama ini banyak guru yang karena merasa sudah menjadi guru sehingga malas untuk belajar bahkan sekadar membaca buku pun malas. Tentunya ini tidak boleh terjadi! Guru merupakan agen perubahan, di pundaknya terletak masa  depan generasi bangsa. Guru yang mau membaca dan terus belajar akan menularkan perilaku positif tersebut kepada murid-muridnya. Guru yang mau belajar juga akan membuat dirinya lebih kreatif dan sesungguhnya kreatifnya seorang guru juga kelak akan menular pada muridnya. Pada intinya guru harus dapat menjadi role model bagi muridnya. Seorang hendaknya dapat menjadi contoh sebagai sosok yang melakukan pembelajaran sepanjang hayat.

Pendidikan guru penggerak sudah semestinya menjadi perhatian pemerintah daerah agar terjadi harmonisasi antara program di tingkat pusat dengan di tingkat daerah. Terlepas dari banyaknya kekurangan program ini, selama program ini masih berjalan itu hendaknya dapat dijalankan dengan kesungguhan  bukan hanya asal terselenggara.

Harmonisasi program pusat dengan daerah akan mengarah pada tujuan yang sama yaitu pendidikan yang lebih berkualitas, siswa yang berkarakter, guru yang bermartabat. Harmonisasi membentuk masyarakat yang mau belajar sepanjang hayat demi manusia Indonesia yang seutuhnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline