Lihat ke Halaman Asli

Salju di Bulan Oktober (Pada Sebuah Pohon)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kembali ku lirik jam yang melingkar di tangan kanan ku. Sudah lebih dari 10 menit, dan aku belum melihat tanda – tanda kedatangan Asygül. Kami memang berjanji unuk bertemu di pinggir sungai Danube. Ini memang tempat favorit kami menghabiskan waktu. Seperti sore ini yang kami agendakan untuk duduk – duduk saja. Sebotol air mineral dan sekantong biscuit telah ku habiskan. Semilir angin menampar – nampar dan membuat muka ku mati rasa. Sebenarnya aku paling tidak suka keluar rumah di musim seperti ini. Aku paling tidak tahan dengan angin dingin yang membuat kulit ku kering dan bahkan kadang tersayat karena lupa mengoleskan crème. Namun entahlah ….hari ini aku ingin sedikit meluangkan waktu dari sebuah masalah yang ku kira hanya aku saja yang menganggap ini masalah.

***

“ Sampai kapan kita akan begini ? “ Tanyanya

“ Maksudnya ?” Aku balik bertanya.

“ Pernahkah sekali saja kamu berfikir bahwa kita tidak muda lagi” Kembali dia bertanya.

“ Aku sungguh tidak mengerti arah pembicaraanmu.” Jawab ku.

“ Cha…, sejujurnya aku kadang lelah dengan sikap mu”

Beberapa detik kemudian tak ada kalimat ataupun huruf yang bisa ku baca di kotak ajaib itu. Aku diam. Dan aku hanya bisa menebak apa yang dia lakukan sekarang. Mencoba meneruskan kalimatnya atau mencoba membelokan arah pembicaraan. Ah …tidak!!! Itu keahlian ku. Menarik diri dan menghindar dari pertanyaan dan pernyataan “konyol” nya.

“ Cha…!” Akhirnya muncul sesuatu yang bisa ku baca.

“ Diam seperti biasa? Cha…apa kamu tidak pernah sedikitpun mencoba mengerti perasaan ku? “ Lanjutnya.

“ Ini hari minggu, dan aku ingin menikmati hari ini dengan ceria bukan dengan sebuah pembicaraan yang menguras otak.” Jawab ku.

“ Cha…..Apa arti ku bagimu? “

“Aku sudah bilang…..aku nyaman dengan mu.”

“Nyaman??? Nyaman sebagai apa???tolong jelaskan Cha…!!!”

“ Kamu laki – laki…aku yakin kamu mengerti bagaimana selayaknya seorang laki –laki bersikap!”

“ Jangan kamu coba alihkan pembicaraan ini dengan embel – embel gender! Sekali ini aja …tolong jawab pertanyaan ku! Selama ini aku tak pernah meminta pada mu dan aku berjanji ini satu – satunya permintaan ku!”

Aku kembali terdiam. Aku bingung. Ya ….tak tahu harus ku jawab apa. Sungguh ….aku tak pernah bisa mengerti laki – laki ini. Dia memang tak pernah menuntut dan memang harusnya begitu, karena aku bukan siapa – siapa untuknya. Itu menurut ku. Dan aku selalu yakin.... begitu pun dia menganggap ku seperti itu. Bukan siapa – siapa!

Ya…….dia hanya orang yang selama ini sudah terlalu “biasa” berkomunikasi dengan ku selain keluarga. Aku tidak pernah menganggapnya istimewa, karena memang begitu adanya. Aku hanya merasa bisa menjadi aku yang lain saat bersama nya. Aku bebas memperlakukannya sesuka ku tanpa takut melukai hatinya. Aku menjadi aku yang tak peduli sekitar, aku yang tak akan mengeluarkan sepatah kata pun jika memang aku merasa tak perlu. Ya…hanya dengan dia aku bisa seperti itu. Kadang aku berfikir terbuat dari apakah dia. Sejenis kah kami?? …. Sama – sama terbuat dari batu hingga tak pernah bisa sedikitpun berbasa – basi dengan sekitar??? Awalnya aku beranggapan begitu. Dan aku gembira setengah mampus. Gembira??? Ya…aku gembira karena bukan hanya aku yang akan di pandang aneh oleh teman – teman satu sekolahan seperti biasanya. Aku punya teman!!!

***

Tapi semua anggapan itu sirna pada saat malam perpisahan. Dia bersikap sangat tidak wajar dan membuatku  gelisah melihatnya. Dia menjadi  teramat diam dan aneh. Walaupu dia memang seperti itu ....tapi aku tahu ….,saat ini bukan dia yang ada di dekat ku. Menghindari kontak mata….., menjaga jarak dan tak sedikit pun senyum simpul yang terlempar dari nya. Sekilas aku menebak – nebak gejala yang menghinggapinya. Mungkinkah penyakit anak muda..,yang seperti novel – remaja yang ku baca di saat aku suntuk membaca karya ilmiah??? Tuhaaaaaaan aku berharap  tidak!!!

Sampai waktu pulang pun dia tetap seperti itu. Dan aku tak bisa menjawab semua pertanyaan yang ku buat sendiri. Dia berdiri di sampingku di bawah pohon besar depan sekolah. Seperti hari – hari yang biasa kami lalui. Dia akan di situ sampai  bis kota yang akan membawa ku pulang datang. Suasana malam itu memang sepi, acara perpisahan sudah satu jam lalu berakhir. Dan aku bisa menjamin bahwa hanya tinggal kami berdua yang tertinggal selain Pak Umar si penjaga sekolah. Dia masih dengan diamnya dan aku pun begitu. Tiba – tiba aku merasakan bahwa aku telah ada di pelukannya, begitu erat hingga aku tak bisa bernafas. Sedikit pun aku tak bereaksi. Aku pun bingung mengapa aku hanya diam saja. Namun otak ku kembali bekerja. Aku merasa telah di injak – injak oleh sikapnya. Aku meronta namun tak bisa. Semakin kuat aku mencoba melepas pelukan nya semakin kuat dan dalam dia memeluk.

“ Tolong…., hanya satu kali ini saja! Aku berjanji hanya kali ini saja! “  Ucapnya sambil sedikit melonggarkan pelukan. Aku terdiam. Ada kekuatan yang membuat ku tak bisa berkata dan mencoba kembali meronta. Semua otot ku layu. Aku terpaku.

“ Aku tahu kamu tidak dan tak akan pernah mau mengerti  semua ini. Tolong…..,biarkan aku mengungkapkan yang selama kebersamaan kita telah membuatku terluka.” Dia kembali merekatkan pelukannya.

“ Aku terluka karena kamu tak pernah bisa melihat ku sebagai laki – laki, bukan teman menyepi mu! Aku sakit saat kamu lebih memilih diam tanpa komentar saat aku bercerita tentang cinta pertama ku pada seorang gadis. Bahkan kamu tak pernah bertanya siapa gadis itu!” kali ini dia mau melepaskan pelukannya. Namun dia tetap memegang pundak ku dan menatap ku lekat.

“ Itu kamu Cha…kamu! ” Lanjutnya.  Aku masih saja diam, seperti biasa. Ada kilatan aneh di mata nya. Ada gemuruh yang tak ku kenali di dada. Kami terpaku dalam hening dan remang lampu jalan. Jiwa terdalam ku membayangkan adegan klasik  di serial Drama Korea yang “terpaksa” ku lihat tiap hari.

“ Sory…. Aku lancang! Aku tak bermaksud membuat mu terkejut. ” Dia melepaskan genggaman di bahu ku. Suatu rasa di hatiku melebur. Bukan ini yang selalu ada di Drama itu. Kecewa kah aku denga apa yang  baru saja dia katakan??? Apakah artinya aku memang menginginkannya??? Tapi…. Ini aneh sekali! Mengapa tadi aku begitu merasa terhina dengan pelukannya dan saat dia mengatakan maaf atas tindakannya aku merasa kembali terhina???

***

Hey….Bist du schon lange auf mich gewartet? “ Aku mendengar suara yang tak asing lagi. Aaaaah….. gadis turki ku telah datang rupanya.

“ Naaa….. woran hast du gerade gedacht? “ Tanyanya sambil tersenyum menggoda.

Denks du an ihn?” Kembali dia bertanya sambil duduk di samping ku.

An wem? “ Aku balik bertanya.

Na bitte…. Sama cowo special mu itu. Siapa namanya?? Ah yaaa… Moemu!!!”  Jawabnya sambil cekikikan.

Aku hanya bisa tersenyum kecut. Mungkin benar apa yang Asygül katakan dulu. Ada ruang di hatiku memang untuk laki – laki itu hanya aku yang tak pernah mau membuka ruang itu. Aku merubah posisi duduk ku…, ku coba melihat langit di atas ku. Namun aku hanya melihat daun – daun yang dengan terpaksa ikut hembusan angin. Dan sang pohon hanya terdiam ikhlas merelakan bagian dari dirinya terlepas. Pergi kemana sang angin  membawanya .

Keterangan:

1.Hey….sudah lama menunggu ku?

2.Tadi sedang memikirkan apa?

3. Kamu memikirkan dia (laki – laki) ya ?

4. memikirkan siapa ?

5.Ayolah….

Hadeuuuuuuuuuuuuuh kagak jelas gini yaaaak??? Bodo aaaaaaah yang penting narsis….salam narsis *_^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline