Lihat ke Halaman Asli

VDST IAAS Indonesia

IAAS Indonesia

Overfishing dan Dampaknya terhadap Kehidupan Laut

Diperbarui: 25 Oktober 2021   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Overfishing adalah suatu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebihan yang menyebabkan populasi dan keanekaragaman ikan menurun secara drastis. Fenomena overfishing banyak ditemukan di Indonesia salah satunya adalah di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Pada tahun 1900, wilayah tersebut merupakan penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen, Norwegia. Produksinya dapat mencapai angka 300.000 ton setiap tahunnya. Namun karena eksploitasi berlebih, pada tahun 2005-2010 terjadi penurunan hingga 80% dan hanya memiliki rata-rata produksi perikanan sebesar 58.035 ton setiap tahunnya. 

Kegiatan overfishing dapat menyebabkan penurunan populasi, keanekaragaman spesies dan genetik, dan memberikan kerusakan pada tingkat trofik dan ekosistem. Mayoritas kegiatan overfishing menggunakan alat penangkap ikan yang tidak ramah dengan lingkungan sehingga menyebabkan rusaknya beberapa habitat laut. 

Overfishing dapat menangkap ikan atau sumber daya lain yang belum layak tangkap sekaligus menghabiskan populasi ikan dewasa di suatu wilayah. Hal itu dapat mengancam kelestarian sumber daya karena sistem reproduksi akan terganggu dengan berkurangnya populasi ikan dewasa secara signifikan di waktu yang sama.

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan dengan sebagian besar masyarakatnya hidup di pesisir pantai dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya yaitu dengan memanfaatkan kekayaan laut, salah satunya menangkap ikan. Dalam bentuk pencegahan terhadap kegiatan overfishing, pemerintah melalui Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) membuat regulasi melalui Perintah Menteri (PERMEN) tahun 2015, yaitu:

  1. PERMEN No. 2: Pelarangan alat tangkap pukat di seluruh wilayah perikanan Indonesia.

  2. PERMEN No. 56: Menghentikan sementara penangkapan ikan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia bagi setiap kapal yang dibuat di luar negeri. 

  3. PERMEN No. 57: Melarang pemindahan muatan di atas laut atau transhipment yang mengatur kegiatan perahu kecil yang membongkar muat tangkapan ikan mereka ke kapal yang lebih besar.

Permintaan pasokan produk akuatik untuk dikonsumsi akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Faktanya, perairan di Indonesia sangat luas dan berpotensi untuk diolah sebagai budidaya ikan. Akuakultur berpotensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan serta berkontribusi terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia. 

Proses produksinya bermodal kecil dengan teknologi ekstensif sesuai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Ketersediaan pangan dapat terjamin dan populasi ikan ataupun biota laut lainnya dapat tetap terjaga karena sebagian benih ikan akan dilepaskan kembali ke laut lepas.  

Akuakultur merupakan rekayasa atau metode pengembangan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi organisme akuatik yang bermanfaat untuk manusia. Rekayasa ini dilakukan dengan cara memanipulasi pertumbuhan dan reproduksi, serta menekan tingkat mortalitas alami dari organisme tersebut.

 Akuakultur sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dan mulai disadari pentingnya akhir akhir ini. Menurunnya populasi ikan yang disebabkan overfishing dan turunnya kualitas air karena pencemaran perairan meningkatkan kesadaran akan pentingnya akuakultur dan mendorong pengembangan kegiatan akuakultur. Diketahui bahwa akuakultur memasok lebih dari 50% produk akuatik untuk konsumsi pangan pada tahun 2007.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline