Lihat ke Halaman Asli

Melatih Anak Mandiri Sejak Dini, Bukan Berarti Eksploitasi...!!

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13494173751459708079

Di era globalisasi ini, kemajuan IPTEK kian pesat. Setiap orang ingin segala sesuatu menjadi instanalias langsung jadi. Mulai dari mencuci dengan mesin cuci terlebih dengan menjamurnya jasa laundry, sehingga tak perlu capek mencuci, memasak nasi dengan rice cooker tanpa perlu repot, air minum dengan menggunakan dispenser sehingga tak perlu merebus air berulang-ulang, dan lainnya, segala sesuatunya seolah diubah menjadi tenaga mesin yang memanjakan manusia.

[caption id="attachment_216435" align="aligncenter" width="426" caption="jasa laundry yang kian menjamur-by google.com"][/caption]

Karenanya tak heran, manusiapun seolah kian terbuai dengan segala hal yang membuat mereka merasa termanjakan itu. Tak heran pula, jika hal ini membuat mereka menjadi bermalas-malasan. Terutama kaum perempuan masa kini yang kian diidentikkan dengan sifat malas. Namun tentu, bukan berarti itu menjadi label bagi seluruh perempuan masa kini. Karena tetap saja kodrat seorang perempuan adalah pekerjaan rumah meski mereka mempunyai kesibukan di luar rumah.

Hal ini pula yang membuat saya cukup kagum tentang satu fenomena yang sempat saya temukan kala itu. Beberapa waktu yang lalu saya sempat singgah di sebuah pantai di Jogjakarta, tepatnya di Pantai Kuwaru. Ya, seketika itupun angin sepoi-sepoi menuntun saya dan kawan-kawan untuk sejenak larut dalam hembusan angin pantai. Menikmati deburan ombak diantara pepohonan tepian pantai siang itu, yang kebetulan kawasan pantai sedang tak begitu ramai karena weekdays atau hari kerja terasa begitu menyejukkan pikiran.

Kamipun berjalan menyusuri sekitar pantai. Sepanjang jalan, berjajar warung-warung kecil yang menyediakan berbagai makanan kecil sekedar sebagai pengganjal perut bagi pengunjung. Namun seketika itu, pandangan sayapun tertuju pada sebuah warung. Dimana ada seorang ibu yang sedang berdiri dengan sedikit angkuh menatap anaknya yang masih kecil menyapu sekitar warung.

Langkah sayapun terhenti seraya membiarkan teman-teman untuk jalan-jalan meninggalkan saya. Pandangan saya masih terus tertuju pada ibu dan anak itu. Berbagai pertanyaannpun bergejolak dalam pikiran saya. Dia ibu tiri yang memaksa anak sekecil itu untuk bekerja membantunya, atau memang dia adalah ibu yang sedang mengajarkan anaknya untuk membantu orang tua?.

[caption id="attachment_216434" align="aligncenter" width="300" caption="dokumentasi pribadi"]

13494172162087340249

[/caption]

Dengan berbekal rasa penasaran yang kian bergejolak, akhirnya sayapun mampir di warung itu meski sekadar hanya untuk membeli makanan ringan. Pandangan sayapun masih terus tertuju pada anak kecil itu, yang masih menyapu dan sang ibu masih tetap saja berdiri di sampingnya seraya memandang sang anak tanpa membantu apapun. Disela-sela saya bersantai di warung itu, sayapun mencoba untuk ngobrol dengan ibu pemilik warung demi menjawab rasa penasaran saya.

[caption id="attachment_216437" align="aligncenter" width="465" caption="dokumentasi pribadi"]

13494178761270322395

[/caption]

Nampaknya, ibu itu sudah menyadari saya yang sedari tadi mengamatinya. Mungkin dia sudah merasa bahwa saya akan mewawancarainya, terlebih dengan kamera yang masih menggantung di tangan . Hal ini terbukti ketika saya mengawali obrolan dengan menanyakan nama ibu tersebut, sang ibupun tak mau menjawab. Meski demikian, dia masih tetap mau mengobrol dengan saya.

Sayapun mulai menanyakan tentang anak kecil tadi. Ternyata, anak itu baru berusia hampir lima tahun dan belum bersekolah. Sang ibupun menuturkan bahwa anaknya sudah terbiasa melakukan berbagai pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring, membereskan pakaian, dan lainnya meski masih dalam taraf sekadar bantu-bantu.

Terlebih dengan latar belakang keluarga yang hidup dilingkungan sekitar pantai, yang memang rata-rata hidupnya pas-pasan. Terlebih, ayahnyapun hanya seorang buruh serabutan yang tak punya penghasilan tetap. “Anak saya sudah terbiasa bekerja mbak, meski hanya sebatas bantu-bantu. Selain itu, mulai usia empat tahun dia juga sudah terbiasa untuk mandi dan makan sendiri juga. Maklum, saya setiap hari jualan disini dan berangkat sejak pagi. Awalnya memang saya didik agak keras dan sedikit galak. Karena saya tidak ingin dia menjadi manja padahal orang tuanya orang nggak mampu. Tapi lama-lama menjadi terbiasa,” tutur ibu yang sudah hampir sepuluh tahun berjualan di kawasan wisata Pantai Kuwaru itu.

Terkai dengan sikapnya yang terkesan angkuh, ibu itupun menjawab bahwa ini merupakan bagian dari pengajarannya agar sang anak dapat terus berlatih sejak dini untuk memahami akan keadaan orang tuanya. “Memang, banyak tetangga yang bilang bahwa didikan saya agak keras. Tapi saya menegaskan bahwa saya hanya ingin anak saya belajar mandiri sejak dini. Dan agar iapun peka akan segala keterbatasan orang tuanya.Bukan bermaksud seperti ibu tiri yang suka menyuruh-nyuruh anaknya,” jelasnya.

Saya yang awalnya berpikir bahwa semua itu adalah praktik dari eksploitasi anak, justru menjadi kagum setelah mendengar segala penuturan ibu tersebut. Meski memang caranya sedikit salah karena sang ibu yang membiarkan anaknya bekerja sendirian meski hanya sekadar membantu. Andaikan ibu dan anak itu menyapu bersama bukankah lebih baik agar sang anak tidak merasa dipaksa untuk bekerja namun justru merasa senang karena bisa membantu ibunya seraya mempererat hubungan anak dan ibu tersebut.

Semoga ulasan ini dapat bermanfaat bagi orang tua, terutama kalangan ibu yang mempunyai anak balita agar dilatih mandiri dan membantu orang tua sejak dini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline