[caption caption="Upacara Nujuh Jerami - radarbangka.co.id"][/caption]Nujuh Jerami atau nuju jerami ( Nujuh – Tujuh dan Jerami – Batang Padi) adalah upacara adat sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen padi (beras merah) dan permohonan atas perlindungan pada musim tanam berikutnya. Acara tahunan yang diselenggarakan oleh Suku Lom di beberapa dusun yaitu Dusun Air Abik - Desa Gunung Muda, Dusun Pejem - Desa Gunung Pelawan, dan Dusun Bukit Tulang-Desa Riding Panjang, berada di Kecamatan Belinyu - Kabupaten Bangka. Upacara ini sekaligus sebagai penanda musim panen telah berakhir.
Peta Kecamatan Belinyu - alramadona.blog.ugm.ac.id images
Perjalanan dari Pangkalpinang- Ibukota Provinsi Bangka Belitung, melewati Belinyu lalu terus ke Desa Pejem memerlukan jarak tempuh sekitar 117 km. Dengan jalan yang masih berupa tanah ketika akan ke Desa Pejem.
Upacara ini diadakan pada tanggal 13, 14 dan 15 bulan ke- 3 penanggalan Imlek. Berdasarkan penanggalan Masehi, jatuh pada bulan April. Penggunaan penanggalan Imlek, karena telah terjadi pembauran budaya antara Suku Lom Air Abik dengan orang Tionghoa Bangka.
Berawal dari upacara Sedekah Gebong atau Sedekah Kampong, sebagai rasa syukur masyarakat atas adanya tanaman padi di daratan dan ikan di lautan. Acara sedekah ini dilaksanakan 7 hari setelah panen padi dengan berkumpul dan makan bersama. Dari itulah oleh warga namanya berubah menjadi Nujuh Jerami.
Selayang Pandang Suku Lom
Suku Lom adalah kelompok masyarakat adat Bangka yang belum [1] memeluk suatu agama[2]. Suku ini masih memegang teguh tradisi adat nenek moyang. Suku Lom berasal dari kelompok masyarakat orang darat dan orang laut pribumi Bangka. Berdasarkan pengelompokan peneliti Eropa , J. Van Den Bogaart dan Horsfield, penduduk Bangka dibagi menjadi empat kelompok yaitu orang Tionghoa, Melayu, Darat atau Gunung dan Laut. Suku Lom dikenal juga dengan Suku Mapur. Karena tinggal juga di dekat sungai Mapur.
[caption caption="Rumah Orang Suku Lom - hananan.com"]
[/caption]Suku Lom berasal dari ras Wedoid (Vedoid). Dengan menggunakan bahasa Lom yang berbeda dengan Melayu atau Tiongkok. Oleh beberapa ahli bahasa, dibentuk suatu bahasa terpisah berdasarkan Peta Holle linguistik (1893) dan penelitian Salzner pada bahasa Indo-Pasifik (1960). Sebagai contoh bahasa Lom seperti Ika-mereka; Nen-ini; Maken air-minum; Ngeratak-tidak peduli , Nampik-dekat. Bu-nasi, dan Nidi-tidak ada.
Menurut seorang peneliti Norwegia, Olaf H. Smedal dalam buku berjudul “Preliminary Findings on a Non-Muslim Malay Group in Indonesia (1988)”, terdapat catatan anonim tahun 1862 yang menceritakan dua legenda asal usul suku lom:
- Legenda pertama: sekitar abad ke-14 Masehi, sebuah kapal yang ditumpangi sekelompok orang dari Vietnam terdampar dan rusak di pantai Tanjung Tuing, kecamatan Belinyu. Semua penumpang tewas, kecuali 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Ketiga orang ini menetap dan membuat perkampungan di daerah Gunung Pelawan, Belinyu.
- Legenda kedua: suku Lom merupakan keturunan pasangan laki-laki dan perempuan yang muncul secara misterius dari Bukit Semidang di Belinyu setelah banjir besar surut.