Lihat ke Halaman Asli

Belenggu Budaya Patriarki yang Dilanggengkan oleh Kaum Perempuan Sendiri

Diperbarui: 3 Juni 2024   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The New York Times

Isu kesetaraan gender kembali menjadi topik diskusi yang ramai diangkat masyarakat Indonesia khususnya oleh generasi muda pada zaman sekarang. Budaya patriarki bagaikan benang kusut yang mengakar kuat di negeri ini dan sedang ramai diperbincangkan. 

Menurut Bressler, patriarki adalah sistem sosial masyarakat yang berotasi pada laki-laki sebagai pusat dominasi dan memegang kewenangan pokok dalam tatanan masyarakat. 

Sementara perempuan dan orang-orang dari jenis kelamin lainnya seringkali mengalami penindasan atau diskriminasi. Dominasi budaya patriarki yang kuat ini menyebabkan terpinggirkannya posisi perempuan dan sering dianggap menyebabkan ketidakadilan peran kaum perempuan dalam jalinan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. 

Kenyataannya pada masyarakat tradisi ini malah kaum perempuan sendiri yang melanggengkan dan memelihara budaya tersebut. Jika melihat sejarahnya dalam budaya Jawa, perempuan yang ideal adalah perempuan yang memiliki  sifat lemah lembut, penurut, dan tidak diperbolehkan untuk melampaui laki-laki. 

Sehingga, kerap kali peran yang melekat pada perempuan ideal adalah mengelola rumah tangga, pendukung karir suami, istri yang patuh dengan suami dan ibu bagi anak-anaknya. 

Sementara laki-laki dicitrakan sebagai sosok yang "serba tahu", sebagai panutan, berpikiran rasional dan agresif. Peran ideal laki-laki adalah sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah bagi keluarga, pelindung, dan pengayom. 

Dalam pembentukan identitas gender, kaum perempuan sering kali masih terjebak dalam norma-norma patriarki yang menekankan pada peran tradisional seperti menjadi ibu rumah tangga atau menekuni pekerjaan yang dianggap "sesuai" dengan gender. 

Meskipun telah banyak kemajuan dalam memperluas wawasan tentang identitas gender, masih ada tekanan besar bagi kaum perempuan untuk memenuhi ekspektasi sosial yang telah ditetapkan oleh patriarki.

Kaum perempuan khususnya orang tua pada zaman dahulu mendidik anak-anak yang berjenis kelamin perempuan hanya untuk mengerjakan pekerjaan domestik dalam berumah tangga seperti membersihkan rumah, memasak, mencuci, kepiawaian dalam berbelanja, serta keperluan lainnya. 

Sedangkan untuk anak laki-laki, mereka hanya dituntut untuk bekerja mencari nafkah. Laki-laki yang mana pemimpin keluarga merasa bukanlah kewajibannya melakukan pekerjaan rumah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline