Lihat ke Halaman Asli

Kota Dalam Kepala

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jalan ini sempit

Dia hanya bisa mengantar kita pergi

Atau kembali

Tak bisa keduanya

Tapi orang-orang tak lagi berumah

Mereka tumpah

kesegala arah

Tanpa tanya

Tanpa tujuan



Seperti retakan

Jalan ini mencari ujungnya dengan menyusuri setiap kelokan dan turunan

Dan orang banyak ini hanya bisa bergerak maju tanpa tahu akan berakhir dimana

Bukankah jalan seharus mengantarkan kita pada sebuah ujung?

Tapi di kota ini jalan tidak pernah punya ujung

Akan selalu ada kelokan dan kelokan berikutnya

Seperti esok yang selalu datang

Walau penantian sudah tak tertahankan

Tak ada yang mati

Tak juga arak-arakan orang suci

Tapi jalan ini penuh dengan ratap

Juga harap yang berat

Tak mampu menguap

Menjadi doa



Sunyi turun

Seperti gelap

Tak ada lonceng

Tak ada nyanyian

Tak juga gaduh angin

Ketika dia menundukkan anak rambut di atas kepala

Seketika kita semua tak mengerti ruang

Tak ada batas

Bahkan tak ada yang bisa dilihat

Hanya duka yang membuat kita lelah



Aku ingin mencuri bulan mentah

dilangit sana

Mungkin bersamanya aku bisa lari

Ke sebuah kota yang tak seorangpun tahu

jalan menuju kesana

Dimana langit adalah langit

Akan selalu cerah

Dan luka pecah menjadi kepingan-kepingan

Lalu lapuk menjadi debu



Jalan ini sempit

Mengular panjang

Langkah-langkah seperti tak akan pernah sampai

Garis-garisnya hilang ditengah-tengah bebatuan

Tersesat dalam garis-garis peta yang kusut

Lenyap dibawah dinding yang berdiri tiba-tiba

Seperti alang-alang

Aku ingin mencuri bulan mentah

dilangit sana

Memendamnya didalam kepalaku

Suatu hari nanti dia akan tumbuh

Hingga kelangit

Dan terus hingga sesudahnya

Sampai mencapai

sebuah kota

Yang tak seorangpun tahu jalan menuju kesana

Dimana langit adalah langit

Akan selalu cerah

Dan luka pecah menjadi kepingan-kepingan

Lalu lapuk menjadi debu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline