Lihat ke Halaman Asli

Cinta Rahma

Diperbarui: 1 Mei 2019   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rahma mencintai Gilang. Kedua orangtuanya mengetahui hal itu. Ia mencintai Gilang, dan dengan cinta yang terus dipertahankannya itu, ia menolak satu demi satu calon pendamping yang ditawarkan padanya; relasi bisnis ayahnya, anak teman pengajian ibunya, teman kakaknya, bahkan saudara sepupu tetangga sebelah rumahnya sendiri.

Hal itu berlangsung terus selama berbulan-bulan, hingga akhirnya Ibu memberikan ultimatum padanya: bila ia tidak bisa mengajak Gilang menikah dengannya tahun ini juga, maka ia harus menikah dengan salah satu pilihan Ibu! Rahma hanya terdiam mendengar ultimatum itu. Air matanya menetes satu-satu di pipinya.

***

"Masalahnya bukan tentang menikah dengan Gilang atau tidak, Fi," Rahma mencurahkan isi hatinya kepada Arfi, teman sekantornya.

"Lalu apa?" tanya Arfi sambil menyeka ujung bibirnya dengan tisu. Saat itu, keduanya baru saja selesai menyantap semangkuk bakso di kedai belakang kantor.

"Masalahnya, aku tidak merasa Ayah dan Ibu ridho terhadap keadaanku sekarang. Dua puluh tujuh tahun, single, belum punya calon pendamping... kemarahan mereka karena aku mencintai Gilang hanya salah satu bentuk rasa kecewa mereka terhadapku," jawab Rahma diikuti nafasnya yang mendesah berat.

Arfi menatap Rahma. "Tapi memang wajar, kan, kalau mereka kecewa terhadap keputusanmu itu? Aku, kau, bahkan ayah dan ibumu pun tahu bahwa Gilang tidak mencintaimu," ujarnya perlahan. Rahma menatap Arfi sekilas dan menggeleng,

"Belum, Gilang belum mencintaiku seperti aku mencintainya. Saat ini, aku hanya bisa berdoa agar Allah melembutkan hatinya hingga suatu saat... yah, semoga suatu saat, dengan ridho-Nya, ia akan datang untuk melamarku."

"Sampai kapan kau akan berdoa?" potong Arfi ,"sampai kau menerima undangan dari Gilang agar kau datang ke pernikahannya?"

Rahma tertawa kecil. Arfi mengerutkan keningnya, heran karena tidak menduga teman akrabnya itu justru tertawa mendengar kata-katanya barusan.

"Mungkin juga," angguk Rahma sambil tersenyum. "Yang jelas, saat ini aku ingin berdoa dan terus meminta kepada Allah... bukankah katamu dulu, Allah senang dimintai oleh hamba-hamba-Nya? Dan bahwa Allah tidak akan mengecewakan siapapun yang meminta kepada-Nya? Maybe it's only a matter of time...."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline