Mengenal empathy gap yang dibedakan menjadi hot-cold empathy. Sederhananya, kesenjangan empati hot - cold adalah kurangnya pemahaman tentang godaan tingkat yang akan anda rasakan ketika menghadapi pemicu untuk melakukan kebiasaan buruk. Juga, pemicu terjadinya keputusan yang ditimbulkan hot to cold terdapat pada superego yang kita miliki tidak sebanding dengan id, dimana superego adalah gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanam oleh adat-istiadat, agama, orangtua, dan lingkungan. Dan id adalah gambaran yang kita dapatkan sejak lahir atau kebiasaan.
Hot state yang diartikan dengan keadaan sedang marah, sedih, ketakutan, cemas, dan sebagainya. Lalu pada Cold state yang diartikan dengan keadaan yang tenang, rasional, berkecukupan, dan sebagainya. Empathy Gap juga mempunyai perubahan yang diantaranya (hot to cold ) dan (cold to hot) yang dapat berubah seiring pergantian suasana pikiran dan perasaan yang tidak diketahui kapa. Dapat disebut juga tidak mutlak dalam satu perubahan saja.
Hot to cold : orang - orang yang berada dibawah ini cenderung tidak memikirkan panjang untuk sesuatu yang mereka pilih pada saat itu juga yang didorong oleh keadaan mereka saat itu dan memikirkan bahwa pilihan jangka pendek ini dapat digunakan didalam jangka panjang. Sebagai Contoh : pada saat seorang terkesan dengan salah satu barang terbaru dan dengan segera dia membeli barang tersebut tanpa berfikir panjang, setelah dia mendapatkan barang tersebut, dia tersadar bahwa barang tersebut tidaklah sangat penting untuk dirinya sendiri dan untuk waktu yang panjang. Disini diakibatkan adanya perasaan yang menggebu - gebu yang berubah menjadi sangat tenang dan sadar.
Cold to hot : orang - orang yang berada dalam bagian ini cenderung tidak bisa memposisikan dirinya menjadi hot state. Sebagai contoh : pada saat seseorang dijambret, orang tersebut cenderung gugup dan diam karena keadaan tersebut membuat dia tidak dapat berfikir jernih secara utuh sehingga itu menyulitkan dia untuk bertindak.
Juga, Hot - Cold Empathy Gap berlaku dalam memahami perilaku pelaku - pelaku ekonomi, memahami mengapa seseorang sering gagal dalam mengubah kebiasaan, dan menjadi bahan pertimbangan dalam menghadapi kelakuan pada orang - orang sekitar. Ini juga memampukan kita agar tidak mencela mental orang lain dan dapat lebih memahami situasi sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H