Benteng Speelwijk ini didirikan pada tahun 1682, mengalami perluasan pada tahun 1685 dan 1731. Benteng ini dirancang oleh Hendrick Lucaszoon Cardeel, adapun namanya diambil dari nama gubernur VOC, Cornelis Jansz Speelman.
Ditambahkan kata speel dari nama gubernurnya dan ditambah Wijk yg berati kota /tempat singgah, maka jadilah nama "Benteng Speelwijk", benteng ini diberikan sebagai penghargaan kepada gubernur jenderal Cornelis Speelman
Benteng Speelwijk dilengkapi dengan empat bastion, jendela meriam, ruang jaga, basement untuk gudang/logistik dan tambatan perahu. Benteng ini dilengkapi parit keliling yang berfungsi sebagai pertahanan luar benteng dengan ketebalan antara 1,5 sampai 2 meter.
Di benteng ini terdapat bastion dan sebuah menara pengintai. Di bawah bastion terdapat ruangan tempat mesiu disimpan. Pembagian ruangan utama di dalam benteng adalah kamar penyimpanan senjata, rumah komandan, kantor administrasi dan gereja yang semuanya tinggal reruntuhan dan pondasinya saja.
Pada masa itu, benteng ini diduga mempunyai dua fungsi, yakni sebagai pertahanan dan sebagai pemukiman. Yaitu dalam benteng tersebut merupakan kan tempat mengontrol segala kegiatan yang berkaitan dengan Kesultanan Banten dan juga sebagai tempat berlindung/bermukim bagi orang Belanda.
Benteng ini semakin mengokohkan posisi Belanda dalam usahanya memonopoli perdagangan merica yang berasal dari Lampung Selatan, untuk kemudian dijual lagi kepada pedagang-pedagang asing yang berasal dari Cina, Malaysia, Arab, India dan Vietnam
itulah informasi singkat mengenai Benteng Speelwijk, selanjutnya dibawah ini adalah 5 fakta menarik Sejarah Benteng Speelwijk yang harus kamu tahu!
1. Pembangunan Benteng Speelwijk dibangun atas izin Sultan Haji
Tidak seperti biasanya para penjajah yang membuat bangunan tanpa memohon izin penguasa setempat. Benteng Speelwijk dibangun dengan memohon izin terlebih dahulu kepada Sultan Qohhar dengan alasan sebagai tempat berlindung dari serangan rakyat Banten terutama para pengikut Sultan Ageng Tirtayasa.
Berdirinya benteng ini seakan menjadi simbol kekuasaan kolonial Belanda serta mengokohkan posisi Belanda dalam usahanya memonopoli perdagangan lada dan merica dari Lampung Selatan. Yang dibangun pada masa kepemimpinan Sultan Abu Nasr Abdul Kahhar, yang juga dikenal sebagai Sultan Haji. Sultan Haji adalah putra dari Sultan Ageng Tirtayasa,