Pelanggaran HAM merupakan salah satu unsur yang selalu memenuhi hubungan internasional yang ada pada masa lalu maupun pada masa sekarang. Pada masa lalu, pelanggaran HAM dapat terjadi di berbagai macam pertempuran dan pemerintahan raja-raja atau kaisar yang merampas hak dan kebebasan dari masing-masing warga yang beragama (Damanik, 2021). Misalnya pada salah satu pemerintahan kaisar Romawi, yang bernama Elgabalus, yang mengharuskan setiap orang Romawi untuk menyembah dewa matahari yang bernama Elgabal dan menghapuskan kebebasan menganut agama lain atau perlakuan berbagai macam kaisar Romawi lainnya seperti Diocletianus, Marcus Aurelius dan sebagainya yang mempersekusi para pemeluk agama Kristen, yang dapat dikategorikan sebagai bentuk dari pelanggaran HAM yang sangat berat, karena agama merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan sudah seharusnya manusia mendapatkan kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama dan keyakinan yang dipilih secara pribadi dan tanpa paksaan dari pihak lain (Alfarisi, 2022).
Pelanggaran HAM pada masa lalu tidak menjadi salah satu prioritas yang dimiliki oleh negara dan tidak ada gerakan yang terkoordinasi untuk melawan dan menghapuskan segala bentuk pelanggaran HAM yang ada dan hanya ada perlawanan dan konfrontasi langsung antara pihak yang dizalimi melawan pihak yang menzalimi. Hal ini tentu disebabkan oleh sebuah fakta bahwa isu keamanan yang ada pada masa dahulu hanya berpusat kepada negara dan keamanan negara sebagai sebuah entitas politik sehingga banyak dari para pembuat kebijakan pada masa dahulu hanya berfokus kepada pertahanan negara dan isu-isu seperti perang dan damai yang melibatkan berbagai macam pihak dan warga negara dituntut untuk melindungi negaranya dengan memberikan berbagai macam hal yang dimilikinya.
Sementara pada masa modern, isu pelanggaran HAM memiliki bentuk dan wujud yang berbeda. Paradigma dan isu keamanan juga sudah mengalami perubahan yang tidak hanya berfokus kepada negara sebagai entitas politik dan bagaimana mempertahankan negara dari berbagai macam ancaman yang berasal dari dalam atau luar suatu negara, melainkan juga berfokus kepada keamanan kepada manusia sebagai individu dan bagaimana masing-masing manusia mendapatkan porsi keamanan yang adil agar dapat berkembang dan bertumbuh dan aman dari berbagai macam marabahaya dan ancaman yang dapat merusak dirinya dan orang-orang sekitarnya.
Adanya perubahan paradigma keamanan itu tentu menjadi salah satu alasan tumbuhnya berbagai macam gerakan yang membela HAM yang ada di seluruh dunia dan berusaha untuk menjaga dan mempertahankan penegakan HAM dari seluruh pihak yang melakukan pelanggaran HAM baik itu yang dilakukan oleh aktor negara atau aktor non-negara dalam sebuah sistem internasional. Salah satu hal yang menarik perhatian pada masa sekarang adalah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintahan Tiongkok terhadap para penduduk Uighur yang berada di Xinjiang, yang merupakan salah satu provinsi dari Tiongkok. Terdapat berbagai macam pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Tiongkok seperti melarang kebebasan beragama dari penduduk Uighur, kebebasan berekspresi dan lain sebagainya yang bertentangan dengan kehendak yang dimiliki oleh para penduduk Uighur.
Salah satu hal yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan kehancuran yang disebabkan oleh pemerintahan Tiongkok terhadap para penduduk Uighur adalah dengan peran dan tindakan yang dilakukan oleh Amnesty International, yang merupakan salah satu organisasi yang membela kepentingan para individu yang menjadi korban dalam sebuah peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh berbagai macam pihak. Bab ini akan fokus membahas bagaimana tindakan dan perspektif Amnesty International serta dampak yang dihasilkan dari perbuatan dan aksi yang dilakukan oleh Amnesty International selaku organisasi yang membela kepentingan HAM yang ada di seluruh dunia.
3.1 AGENDA DAN GERAKAN AMNESTY INTERNATIONAL
Amnesty International adalah sebuah gerakan yang didekasikan secara khusus untuk melawan penindasan yang merugikan manusia sebagai individu dan menegakkan HAM terlepas dari batas-batas dan jarak yang dimiliki oleh negara-negara yang ada di dunia internasional. Gerakan Amnesty International sebenarnya bermula pada tahun 1961, yang pada masa itu, seorang pengacara dari Inggris yang bernama Peter Benenson mengamati peristiwa yang terjadi di Portugal, yang melibatkan dua orang mahasiswa yang pada akhirnya dipenjara karena melakukan sebuah tos kebebasan. Sebagai sebuah reaksi atas peristiwa yang terjadi di salah satu negara yang terletak di kawasan paling barat di Eropa, Benenson kemudian memutuskan untuk membuat dan merilis sebuah artikel yang berjudul The Forgotten Prisoners. Artikel yang ditulis oleh Benenson pada tahun 1961 menjadi salah satu artikel yang mendapatkan perhatian di dunia internasional (Kenway, 2021).
Artikel yang ditulis itu seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, menjadi viral dan menjadi pusat perhatian dunia pada masa itu, karena mengkritik tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Portugis yang bertentangan dengan penegakan HAM yang ada di negaranya, mengingat kebebasan berekspresi menjadi salah satu hal yang paling dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia dalam mengekspresikan dirinya dalam konteks sehari-hari atau dalam konteks memberikan suara dan aspirasi dalam kehidupan dan dunia politik negaranya.
Setelah peristiwa tersebut dan setelah artikel yang ditulis oleh Peter Benenson menjadi perhatian dunia internasional, berbagai delegasi dari negara yang ada di dunia kemudian memutuskan untuk berkumpul di Inggris dan kemudian melakukan sebuah gerakan yang dinamai dengan Amnesty International. Awalnya AI hanya sebuah organisasi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan suaka politik terhadap para tawanan politik yang dianggap kriminal karena menyatakan pandangan dan pemikiran yang bertentangan dengan kepentingan dan kedudukan elite politik dalam suatu negara. Pada tahun pendirian, Amnesty International sama sekali tidak memiliki kantor pusat. Selang dua tahun setelah pendirian, tepatnya pada tahun 1963, Amnesty International baru mendapatkan kantor sekretariatnya di London.
Gerakan Amnesty International yang berfokus kepada pembebasan tahanan politik dibuktikkan dengan berbagai macam gerakan yang dilakukan oleh Amnesty International yang bertujuan untuk membebaskan tahanan politik dari tindakan yang dilakukan oleh berbagai macam elite politik pada masa itu. Salah satu tindakan yang berhasil dilakukan oleh Amnesty International pada masa awalnya adalah membebaskan uskup Ukraina yang ditahan oleh pemerintahan Uni Soviet karena melakukan dan menyampaikan sebuah pemikiran yang bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintahan Uni Soviet.
Bahkan atas keberhasilan yang dimiliki oleh Amnesty International, pada tahun 1973, salah satu pendiri dari Amnesty International yang bernama Sean Mcbridge berhasil mendapatkan piagam dan penghargaan Nobel Perdamaian atas peran dan jasanya dalam membebaskan berbagai macam tahanan politik yang ada di seluruh dunia dan sekaligus menandakan bahwa isu HAM dan isu kemanusiaan menjadi salah satu isu yang mulai mendapatkan perhatian dunia internasional pada masa itu.