Lihat ke Halaman Asli

vampire kecil

Mahasiswa Sastra Indonesia

Review "Pocong The Origin", Film Horror yang Unik Bergaya Road Movie

Diperbarui: 22 April 2020   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Pocong The Origin (2019) adalah film horror yang disutradarai oleh Monty Tiwa dan dibintangi oleh  Nadya Arina, Samuel Rizal, Della Dartyan, dan Surya Saputra sebagai pemeran utama. Naskah film ini juga ditulis oleh Monty Tiwa dan adiknya yang bernama Erik Tiwa dengan mengambil legenda jawa yaitu banaspati dan hantu pocong. Monty Tiwa pernah menulis naskah film Pocong 2 (2006). Namun, Lembaga Sensor Film melarang film ini diedarkan sehingga Pocong The Origin dibuat sebagai reinkarnasi dari film Pocong 2.

Bercerita tentang Ananta (Surya Saputra) yang terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin dieksesusi mati oleh negara karena telah membunuh banyak keluarga yang tidak bersalah, ananta turun temurun diwariskan ilmu banaspati yang membuatnya kebal dari tembakan sehingga susah untuk dibunuh. Ananta berbisik kalau orang yang bisa membunuhnya adalah darah dagingnya sendiri.

Sasti (Nadya Arina) adalah anak ananta yang bekerja sebagai penyanyi cafe pada malam itu mendapatkan kabar bahwa ayahnya ingin dibunuh dan bergegas ke lapas, Ananta masih dalam keadaan sekarat dan bangun kembali dengan memeluk tubuh Sasti dengan kasar, Sasti menembakkan pistol ke tubuh Ananta  dan Ananta langsung kehilangan nyawanya.

Sebelum meninggal, Ananta mempunyai wasiat bahwa jenazahnya harus dikuburkan ke kampung halaman. Sasti dan supir penjara yang bernama Yama (Samuel Rizal) pergi untuk menguburkan jenazah Ananta ke kampung halamannya yaitu Cimacan dan diberi waktu selama 24 jam, namun didalam perjalanan banyak kejadian yang aneh yaitu mereka diikuti oleh wartawan yang bernama Jayanti (Della Dartyan) dan di perjalanan mereka mengalami banyak gangguan mistis dan penduduk desa tidak menerima jenazahnya dimakamkan didesa itu.

Film ini dibuka dengan adegan Ananta yang sedang merenung sambil bernyanyi untuk dibunuh dalam lapas didampingi lagu keroncong "Bawah Sinar Bulan Purnama". lagu ini sukses mendukung untuk membawa nuansa misteri dan Terngiang di Kepala, serta pada setiap adegan selalu dimasukkan lagu ini yang dimainkan menggunakan gitar oleh sasti.  naskah film ini mengangkat narasi cerita jawa yaitu Banaspati, banaspati adalah roh jahat yang memiliki tingkat tinggi dalam ilmu hitam. Wajar saja aktor Samuel Rizal menggunakan logat bahasa jawa dalam memerankan tokoh Yama yang menjadi supir penjara walaupun terkesan kaku dan memaksakan, adapula bahasa sunda yang diucapkan penduduk kampung.

Jalan cerita berhasil menyajikan cerita horror yang benar-benar menyeramkan bukan sekedar Jumpscare saja dengan dibalut oleh plot perjalanan dua orang tokoh utamanya dan diselipkan sedikit humor seperti pada adegan penduduk kampung yang pingsan akibat melihat bantal guling berwarna putih yang dikiranya adalah pocong, dan pada adegan Yama membayar uang bensin dengan cara dilempar, walaupun diisi sedikit humor sepertinya tetep tidak merusak kesan horror dalam film ini. Yang menjadi ciri khas dan kelebihan dari film ini adalah horror yang tidak biasa karena berisikan perjalanan dengan membawa jenazah yang ingin dikuburkan.

ada adegan yang tidak bisa jawab dalam film ini yaitu mengapa Ananta dilarang bertemu dengan anaknya sendiri, dan kehadiran hantu anak kecil menghantui Sasti yang tidak diketahui mengapa hantu itu datang. Selain itu penjelasan tentang ilmu banaspati hanyalah ringkas dan sedikit, padahal teras utama dari film ini adalah persoalan tersebut dan pada tokoh Ananta tidak diketahui bagaimana karakter sebenarnya, karena difilm menggambarkan sosok Ananta di masa lalu yang baik tetapi dijelaskan bahwa ananta pembunuh berdarah dingin. Diluar kisahnya, sisi sinematografi sudah cukup dikatakan bagus untuk membangun nuansa misterinya dengan beberapa sudut pengambilan gambarnya.

Alur cerita dibuat maju mundur, dari pertengahan cerita sudah menampilkan kehidupan Ananta dengan anaknya yang masih kecil. Sasti diajarkan bermain gitar dan menyanyikan lagu Bawah Sinar Bulan Purnama oleh ayahnya dan memperlihatkan karakter tokoh Sasti yang sebenarnya karena Sasti yang dewasa lebih terlihat cuek dan misterius. Ia anak yang riang, cerdas dan sangat menyayangi ayahnya sehingga hubungan mereka sangat baik walaupun tidak adanya istri atau ibu. Walaupun dibuat dengan alur campuran, hal ini tidak membuat penonton kebingungan dan dapat mencerna jalan cerita dengan baik.

Hantu pocong dalam film ini kurang berkontribusi dan  hanya muncul pada akhir cerita, ketika jenazah ananta bangkit pada malam suro. Kesan mistis lebih banyak diisi oleh hantu-hantu lain seperti pada adegan Yama numpang buang air kecil ditoilet pemilik warung yang ternyata pemilik warung itu adalah hantu berwajah rata, dan pada adegan Sasti masuk ke mushola karena milihat perempuan memakai mukena dan sedang shalat ternyata perempuan itu adalah hantu, belum lagi pada adegan mobil ambulan mogok di sana ada sekumpulan hantu yang sedang membawa keranda dengan lidah yang sangat panjang.

Latar cerita pada film ini menggunakan latar desa Cimacan, Lapas dan dihutan dengan 90% setiap Scanenya menggunakan latar waktu malam hari sehingga menggunakan pencahayaan yang gelap dan semakin membawa nuansa misteri yang sangat seram. bayangkan saja ketika kita membawa mobil ambulan yang berisikan jenazah dimalam hari dengan latar tempat yang mendukung seperti itu.

Namun, karena pencahayaan yang terlalu gelap membuat penonton tidak bisa memastikan apa yang sedang terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline