Pasti udah ga asing sama kata “lansia” kan? Ituloh kakek-nenek kamu bisa disebut sebagai lansia dengan kepanjangan Lanjut Usia. Seseorang yang bisa dikatakan lansia adalah manusia yang berumur lebih dari 60 tahun (Hurlock, 2004). Banyak yang bilang kalau misalnya jadi lansia itu anugrah dan perbanyak ibadah karena sudah berumur. Tapi ga banyak yang sadar, sebenarnya jadi lansia ternyata tidak semudah itu. Karena dari seluruh aspek kehidupan, lansia mengalami penurunan di segala aspek, seperti aspek fisiologis, sosial, dan psikis yang membuat mereka mempunyai kesulitan sendiri dalam menjalani hidup.
Seperti lansia gak bisa kalau baca ga pakai kacamata mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-harinya. Pasti kita selalu mempertanyakan kenapa pada lansia terjadi terus mengalami penurunan, hal tersebut dijelaskan oleh 2 perspektif pada penuaan, yaitu secara stochastic dan non-stochastic, dimana menurut stochastic, penuaan terjadi karena kerusakan sel yang terakumulasi pada saat tua dan individu mengalami waktu yang berbeda, sedangkan menurut perspektif non-stochastic, penuaan sebagai urutan peristiwa yang telah ditentukan terjadi pada semua mahluk hidup dalam kerangka waktu. Seiring bertambah usia pada manusia, maka muncul juga proses penuaan secara perlahan yang tentunya bacamata, Lansia kalau jalan harus dibantu tongkat, Lansia udah gak bisa angkat barang yang berat-berat, dan Lansia udah gak bisa makan makanan yang keras. Teman-temen sering liat kakek-neneknya seperti itu? nah itu semua merupakan tanda-tanda penurunan aspek fisik pada lansia nih. Karena keterbatasan tersebut lansia meerdampak bukan hanya pada fisik namun juga pada kognitif (Azizah, 2011 ; Pragholapati dkk, 2021).
Perubahan pada kognitif lansia biasanya sering ditemukan adalah menjadi pelupa (forgetfulness). Pada fase ini biasanya lansia masih dapat berfungsi normal namun lumayan sulit mengingat kembali informasi yang baru disampaikan. Penurunan kognitif ini juga dapat menyebabkan melupakan identitasnya, nama anggota keluarganya, kemudian lansia bisa lupa sehabis melakukan suatu aktifitas seperti makan, minum, mempengaruhi produktivitas, dan mempengaruhi kemandirian lansia (Zulsta, 2010 ; Pragholapati). Selain itu, apabila dibiarkan bisa meningkatkan resiko depresi dan memberikan efek buruk untuk kualitas hidup lansia (Aartsen, Van Tilburg, Smit, Knipscheer, 2004 dalam surprenant & Neath, 2007; Pragholapati)
Mari membahas perubahan lansia pada aspek psikososial, dimana pada lansia akan kehilangan banyak orang seperti suami/istri, anak, teman lama. Karena adanya perubahan fisik, tentunya akan menghambat kegiatan bersosialiasi. Biasanya yang paling diandalkan adalah mengikuti perkumpulan agama, contohnya pada agama islam akan banyak berkumpul dengan jamaah lainnya di masjid. Menurut teori erick erikson, lansia berada pada tahapan integritas dan keputusasaan, dari tahapan ini dapat diketahui bahwa usia lansia merupakan tahapan yang sulit untuk dilewati karena lansia merasa terasingkan dari lingkungan sosialnya. Dimana salah satu faktor yang mempengaruhi tahapan integritas vs keputusasaan adalah kesejahteraan psikologis (psychological well-being).
Setelah penjabaran perubahan-perubahan aspek pada lansia, terkadang perubahan-perubahan yang terus muncul ini berefek negatif pada well-being dari lansia. Menurut Ryff (1989), Psychological well-being merupakan kemampuan individu menjadi mandiri dalam menghadapi tekanan sosial, dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki, memiliki tujuan dalam hidup, menguasai lingkungan sekitar, dapat membentuk hubungan positif dengan orang lain, dan menerima dirinya apa adanya. Coping merupakan salah satu hal yang berhubunagn dengan well-being, karena Coping merupakan pemikiran adaptif atau perilaku yang berfungsi dalam mengurangi dan meredakan stress yang muncul karena kondisi yang menganggu, membahayakan, dan menantang (Papalia, 2009). Dari studi 3 penelitian prospektif pada buku papalia, 2009, faktor yang berpengaruh pada kesehatan mental positif pada lansia ditentukan dari adaptive defense yang matang sebelumnya. Bagaimana adaptive defense ini dapat bekerja? sederhana, dimana hal tersebut bisa mengubah perasaan ketidakmampuan dalam berubah (Vailant, 2000 ; Octavia dkk, 2022). Well-being dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, dimana faktor eksternalnya adalah lingkungan sosial dan faktor internalnya adalah tingkat keputusasaan setiap individu (Aryono & Dani, 2019 ; Octavia dkk, 2022). Pada masa keputusasaan ini juga terdapat masa sarang kosong (Empty Nest Syndrome), masa ini terjadi ketika transisi dari dewasa ke lansia. Gambaran dari masa ini adalah adanya perubahan pada struktur keluarga khususnya pada keluarga besar, seperti anak-anak sudah besar dengan maksud sudah tinggal di tempat sendiri dan sudah bisa menghidupi diri sendiri. Dapat dilihat dari penjelasan diatas well-being orangtua saat mengalami perubahan besar dalam hidupnya.
Psychological well-being setiap lansia berbeda beda, hal tersebut karena banyaknya faktor yang mempengaruhi, seperti faktor demografi (usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi), faktor dukungan sosial, faktor kepribadian, dan religiusitas.
faktor demografi, berkaitan dengan penguasaan diri sendiri dan lingkungan sekitar, seperti bertambahnya usia semakin mempunyai kendali pada dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya, serta penelitian menunjukan well-being juga berbeda pada kedua gender. Ryff juga mengemukakan orang dengan pendidikan dan jabatan tinggi mempunyai well-being yang lebih baik, terlebih karena individu tersebut mempunyai tujuan yang jelas dalam hidup sehingga mendukung adanya pertumbuhan pada individu tersebut.
faktor kepribadian, ternyata terdapat faktor kepribadian dalam psychological well-being, dimana penelitian menunjukan individu dengan kepribadian ekstraversion dan neuroticism akan memiliki tingkat well-being yang lebih baik.
- Faktor dukungan sosial, menurut Octavia dkk, selain berperan dalam perkembangan ke arah positif dan faktor ini dapat mendukung individu ketika menghadapi kesulitan dalam hidupnya. Kemudian ditemukan bahwa apabila seseorang semakin sering berinteraksi sosial akan semakin tinggi kesejahteraan psikologisnya juga.
- Faktor Religiusitas, Penelitian Koening, Kvale, dan Ferrel mengemukakan individu dengan religiusitas tinggi akan bersikap lebih baik, adanya rasa puas pada diri sendiri serta rasa kesepian yang sedikit, hal tersebut dikarenakan adanya hubungan kuat antara well-being dan religiusitas.
Setelah penjabaran diatas seperti adanya penurunan pada aspek fisik seperti penglihatan, kemudian kognitif alhasil lansia cepat lupa, dan psikososial dimana lansia biasanya sudah ditinggalkan oleh anak, teman lama, dan pasangan karena meninggal, menjadi perubahan yang berturut-turut yang membutuhkan pribadi yang adaptif sehingga terciptanya kesejahteraan psikologis atau psychological well-being. Dalam menwujudkan hal tersebut terdapat beberapa cara antara lain, dukungan sosial (Destiningrum, 2014 ; Dyah dan Fourianalistyawati, 2018), terapi musik klasik (Jasmarizal, Sastra & Yunita, 2011 : Dyah dan Fourianalistyawati, 2018), Psikoterapi kelompok lansia (Zulfiana, 2014 ; Dyah dan Fourianalistyawati, 2018), Senam Lansia (Pratiwi, 2013; Dyah dan Fourianalistyawati, 2018), dan terapi mindfullnes (Kinasih & Sukma, 2010 ; Dyah dan Fourianalistyawati, 2018).
Mindfulness adalah merupakan sistem internal yang berada didalam diri kita untuk mengubah diri ketika berhadapan dengan stress, emosi, penderitaan dan sakit (Sari & Yulianti, 2017 ; Syah & Pertiwi, 2023). Mindfulness juga merupakan wujud dari pembentukan diri, menerima perubahan yang terjadi pada lansia, dan kesadaran adannya indra dan organ yang hidup di dalam tubuh. Mindfulness ini tidak hanya berfokus dengan apa yang terjadi sekarang, namun pemberian atensi pada pengalaman saat ini dapat memunculkan kesadaran pada pengalaman tersebut tanpa penilaian (Syah & Pertiwi, 2023). Selain itu, mindfulnes dapat dikatakan sebagai pemberian atensi secara penuh pada situasi saat ini (Riyanty & Nurendra, 2021 ; Syah & Pertiwi, 2023). Kebanyakan lansia mengabaikan hal-hal disekitar mereka karena ditakutkan dapat meningkatkan stress dan kelelahan, namun individu yang lebih menaruh perhatian pada kondisi dirinya sendiri dapat meningkatkan kualitas hidupnya (Syah & Pertiwi, 2023). Mindfulnes merupakan meditasi yang populer dan disebut sebagai meditasi kesadaran. Dimana meditasi ini bertujuan untuk mencapai kesadaran penuh pada masa kini. Meditasi ini tidak memerlukan ruang dan waktu khusus, serta guru atau pedamping yang harus hadir terus menerus.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Maryatum pada tahun 2023 mengenai pengaruh terapi mindfulnes spiritual islam terhadap tingkat kecemasan pada lanisa di posyandu cempaka grogol, ditemukan bahwa terdapat pengaruh terapi mindfulnes terhadap kecemasan lansia. Terapi pada penelitian tersebut dilakukan pada 3 kali pertemuan dengan waktu 30 menit. Tahapan dari terapi ini antara lain, niat, muhasabah, taubat, bodyscan, berdoa, taubat, relaksasi dengan batuk, evaluasi. Kemudian pada pengabdian yang dilakukan oleh Candrawati dkk pada tahun 2022, menunjukan bahwa terapi mindfulness dapat meningkatkan pengetahuan self-management pada lansia di Banjar Khayangan wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Pada pengabdian tersebut terapi mindfulnes dilakukan dengan cara penyuluhan mengenai self-management melalui terapi mindfulness. Selain itu terdapat pengabdian masyarakat lainnya yang dilakukan oleh Sulistyowati dkk pada tahun 2022,mengenai pemberian terapi meditasi mindfulness pada kader dan lansia di Posyandu Lansia RW IX Mojosongo, Jebres Surakarta. Dimana terapi meditasi mindfulness ini dilakukan dengan teknik ceramah, diskusi, dan praktik. Kemudian dilakukan dengan tahapan, set up yaitu menetralisir pikiran negatif, tune-in yaitu merasakan sakit yang dirasakan. dan tapping yaitu memberikan 2 ketukan kecil dua ujung jari pada 18 titik kunci dari the major energy meridians. Sehingga didapatkan adanya peningkatan keterampilan dan pengetahuan kader dan lansia mengenai terapi meditasi mindfulness serta meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur lansia.
Dari penjabaran penelitian sebelumnya diatas, didapatkan bahwa terdapat pengaruh terapi mindfulness pada kecemasan, meningkatkan self-management, dan meningkatkan kualitas serta kuantitas tidur lansia. Dimana hal tersebut dapat berpengaruh pada psychological well-being lansia.
Sumber:
Candrawati, S. A. K., Citrawati, N. K., Subhaktiyasa, P. G., Sukaraandini, N. K., & Ayumirayanti, N. K. (2022). PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI SELF MANAJEMEN MELALUI TERAPI MINDFULNESS TINGKATKAN KEMANDIRIAN LANSIA DALAM PEMENUHAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) DI BANJAR MELINGGIH WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENPASAR UTARA III. Jurnal Pengabdian Mandiri, 1(2), 223-226.
Dyah, A. S. P., & Fourianalistyawati, E. (2018). The role of trait mindfulness in promoting psychological well-being of elder people. Jurnal Psikologi Ulayat, 5(1), 109–122. https://doi.org/10.24854/jpu74
Octavia, I. A., Lenggogeni, P., & Mayhart, R. (2022). Psychological well-being pada lansia. Jurnal Sudut Pandang, 2(12), 1-9.
Papalia, D. E., Sally, W. O., & Ruth, D. F. (2009). Human Development, Eleventh Edition. New York: McGraw-Hill.
Pragholapati, A., Ardiana, F., & Nurlianawati, L. (2021). GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANJUT USIA (LANSIA). JURNAL MUTIARA NERS, 4(1), 14–23. https://doi.org/10.51544/jmn.v4i1.1269
Pratiwi, R. (2023). Pengaruh Terapi Mindfulness Spiritual Islam Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansiadi Posyandu Cempaka Grogol. Jurnal Keperawatan Mandira Cendikia, 2(1), 75-84.
Sulistyowati, D. A., Handayani, S., & Ghoniy, Z. A. (2022). PEMBERIAN TERAPI MEDITASI MINDFULNESS UNTUK RELAKSASI PADA KADER DAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA RW IX MOJOSONGO, JEBRES, SURAKARTA. J-ABDI: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 2(7), 5471-5474.
Syah, M. E., & Pertiwi, D. S. (2023). Pelatihan Mindfulness dan Coping Religius Dalam Meningkatkan Quality Of Life Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara, 4(4), 4492-4499.