Lihat ke Halaman Asli

Perlindungan Hak Asasi Manusia pada Perempuan di Indonesia

Diperbarui: 6 Juli 2024   14:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Valiza Sabina Handini (202210415183), Mata Kuliah Ilmu Politik, Kelas4A2, Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos., M. IKom. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

ABSTRAK

Menurut para ahli, hak asasi manusia adalah kebebasan dasar yang dianugerahkan kepada semua orang sejak lahir oleh Tuhan. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkannya sebagai hak yang melekat pada setiap orang, yang tanpanya hak asasi manusia tidak dapat dijamin atau dilindungi. Universalitas, atau gagasan bahwa semua orang memiliki hak yang sama tanpa memandang ras, agama, suku, atau kelas sosial mereka, adalah ciri utamanya. Konsep kebangsaan Pancasila menjadi landasan bagi proses hak asasi manusia di Indonesia, di mana nilai yang diharapkan merupakan faktor krusial bagi warga negara yang bertindak dalam kapasitasnya sebagai warga negara. Pelanggaran HAM pada perempuan sering kali terjadi dan banyak sekali bentuknya. Contohnya ada pelecehan seksual, pernikahaan paksa dan lain sebagainya. Kemampuan untuk mengambil berbagai bentuk, seperti tindakan fisik, seksual, dan nonfisik (psikologis), dilakukan secara langsung atau tidak langsung (pasif), dan niat pelaku atau ketiadaan, itulah yang mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan. Korban mungkin mengalami kerugian fisik, seksual, atau psikologis sebagai akibat dari pelecehan tersebut, yang tidak diinginkan oleh korban. Perundang-undangan yang menyatakan tentang pidana pelanggaran HAM pun masih belum bisa melindungi hak-hak perempuan di Indonesia.

Kata Kunci: Hak asasi manusia, Perempuan, Diskriminasi, Perlindungan

Latar Belakang

Perempuan sering kali mendapatkan kekerasa secara fisik maupun seksual, hak asasi manusia terkadang tidak membantu untuk memberi keadilan kepada Perempuan. Tak jarang rasanya jika mendengar adanya kerugian yang hanya dialami Perempuan. Bahkan, pada pandangan sosial pun perempuan masih dipandang lemah dan selalu disalahkan. Mulai dari harus tunduk kepada laki-laki sebagai bentuk bakti, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena perempuan hanya akan berakhir menjadi ibu rumah tangga. Dengan adanya pembentukan sosial seperti itu dan bahkan sistem sosial tersebut dibuat oleh perempuan itu sendiri sehingga menggungkan hak asasi manusia untuk perempuan terasa sangat sulit dan tabu.

Menurut para ahli, hak asasi manusia adalah kebebasan dasar yang dianugerahkan kepada semua orang sejak lahir oleh Tuhan. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkannya sebagai hak yang melekat pada setiap orang, yang tanpanya hak asasi manusia tidak dapat dijamin atau dilindungi. Universalitas, atau gagasan bahwa semua orang memiliki hak yang sama tanpa memandang ras, agama, suku, atau kelas sosial mereka, adalah ciri utamanya. Konsep kebangsaan Pancasila menjadi landasan bagi proses hak asasi manusia di Indonesia, di mana nilai yang diharapkan merupakan faktor krusial bagi warga negara yang bertindak dalam kapasitasnya sebagai warga negara (Julia Anggraeni, n.d.). Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan konvensi internasional lainnya, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tetap memiliki arti penting sebagai deklarasi hak asasi manusia. yang mana DUHAM menjadi sumber utama saat menyusun perjanjian hak asasi manusia internasional. Akibatnya, DURHAM sangat penting bagi perkembangan hak asasi manusia. Karena perkembangan ini, DURHAM sekarang menjadi komponen hukum adat internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa secara bertahap mendekati status hukum adat yang mengikat, yang juga bersifat mengikat secara politik. Dalam hal proklamasi ini dilanggar, maka diklasifikasikan sebagai pelanggaran hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia (Batuwael et al., 2023).

Kekejaman hak asasi manusia terhadap perempuan masih berlanjut hingga hari ini di Afghanistan di bawah Taliban. Di bawah bimbingan Mullah Umar, pemerintah Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada tahun 1966 dan berpegang pada interpretasi kaku pemerintah Taliban terhadap prinsip-prinsip Islam. rezim Taliban, yang mengakibatkan pemberlakuan undang-undang yang membatasi kebebasan rakyat di Afghanistan. Pada tahun 2001, kepemimpinan akhirnya berakhir, dan pemerintahan yang demokratis menggantikannya. Perempuan merasa agak lebih terbebaskan untuk berpartisipasi dalam kegiatan di bawah sistem demokrasi ini, meskipun ada batasan tertentu (Batuwael et al., 2023). Intinya, undang-undang yang berlaku merupakan cerminan dari sudut pandang sosial yang berlaku pada saat undang-undang tersebut dibuat. Hukum adalah produk budaya. Salah satunya adalah cara sistem hukum menanggapi kasus-kasus yang melibatkan pornografi terhadap perempuan hingga saat ini telah menunjukkan lebih banyak aspek budaya yang meresapi masyarakat dan menstigmatisasi serta lebih menekankan pada perempuan (Nurfitria et al., 2023). 

Pertanyaan Penulisan

  • Apa saja pelanggaran HAM pada perempuan?
  • Bagaimana peran negara menangani pelanggran HAM pada perempuan?

Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk pelanggararan HAM pada perempuan. Untuk menginformasikan peran negara terhadap pelanggaran HAM pada perempuan kepada pembaca sehingga pembaca dapat menghindari pelanggaran HAM pada perempuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline