Lihat ke Halaman Asli

Valerianus KopongTupen

Saya tinggal di Kota Bumi - Tangerang

Paskah: Pas Kah?

Diperbarui: 13 April 2020   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di Gerbang Yerusalem, umat bagai lautan menyambut kedatangan Yesus. Dengan mengendarai keledai, simbol kendaraan orang-orang miskin, Yesus memasuki kota tua itu. Orang-orang yang hadir waktu itu melambaikan daun-daun palma bahkan menghamparkan pakaian di jalan. Suasana gembira ini hanya dirasakan oleh mereka yang hadir tetapi bagi Yesus, hal ini merupakan permulaan untuk memasuki gerbang derita. Ia tahu bahwa dibalik kegembiraan dan sorak gempita, tersembul sebuah niat untuk menghukum Sang Raja yang dieluk-elukannya.


Situasi ini juga masih terasa getaran kegembiraan di saat merayakan minggu palma. Umat yang membanjiri gereja Gregorius terus melambaikan daun-daun palma yang ada di tangannya untuk mengingat kembali peristiwa lampau yang penuh makna. Perayaan misa yang dihadiri oleh ribuan umat ini semakin memarakkan suasana bahkan menghadirkan masa lampau (mengkinikan masa lampau) untuk mengantar umat mendalami kisah-kisah sengsara yang dijalani oleh Yesus.


Setelah merayakan minggu palma, umat semakin merasakan detik-detik terakhir ketika Yesus melewati malam dengan penuh peluh. Tetapi sebelum menjalani sengsara-Nya, Yesus mengadakan perjamuan malam terakhir bersama para murid-Nya. Hari Kamis Putih diperingati secara meriah oleh umat Gregorius. Dalam khotbahnya di hari Kamis Putih itu, Romo Edy menekankan kasih yang tulus yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Untuk mengantar umat memahami kasih, Romo Edy mengajak umat untuk memahami kasih seorang ibu. Kasih ibu luar biasa dan tak terhingga. Ibu selalu membasuh, membersihkan anak-anaknya. Kasih seorang ibu adalah kasih yang tidak mengenal batas. Di sela-sela khotbahnya, Romo Edy mengajak seluruh umat untuk menyanyikan lagu "kasih ibu kepada beta." Dalam lagu itu, setiap umat sepertinya digiring untuk mengenang masa lampau terutama ketika berada dalam pelukan sang bunda.


"Kasih dari seorang bapak-ibu adalah tulus," apalagi kasih yang kita terima dari Allah, jauh lebih tulus. Melalui Yesus Putera-Nya ia membagikan kasih kepada kita. Allah rela memberikan Putera-Nya yang tunggal sebagai tebusan atas dosa-dosa umat manusia. Semua ini dilakukan karena kasih. Dalam kasih sayang itu terdapat rasa untuk mencintai dan mencintai berarti setiap orang harus keluar dari dirinya. Yesus telah memperlihatkan kepada kita, bagaimana mencintai orang lain dalam situasi apa pun. Mencintai manusia yang dilakukan oleh Yesus dijalani secara berbeda, yaitu dengan menjalani sengsara, wafat dan bangkit bagi kita. Dengan kasih ekaristis, orang diberi kekuatan untuk memiliki kasih. Mengasihi membuat Dia mampu untuk menahan derita. Yesus mengasihi kita sampai pada kesudahannya. Seperti air yang terus mengalir dan mengairi tempat-tempat yang gersang, demikian juga kasih. Kasih yang telah diperlihatkan Yesus adalah kasih yang terus mengalir dari mata air pengharapan.
Dalam perayaan ekaristi untuk mengenang malam perjamuan terakhir, diadakan juga upacara pembasuhan kaki bagi para murid. Peristiwa pembasuhan kaki ini menjadi tanda kerendahan hati dalam melayani. Yesus telah memperlihatkan kasih dan pelayanan melalui cara-cara sederhana agar mudah diingat dan diaplikasikan dalam kehidupan setiap hari. Seusai perayaan ekaristi, umat juga masih mengikuti perarakan sakramen maha kudus untuk ditaktahkan pada tabernakel sementara. Untuk selanjutnya diadakan doa bergilir (malam tuguran), berjaga sambil berdoa bersama Yesus yang sedang menghadapi bahaya maut yang akan mengancam-Nya.
Keesokan harinya,tepatnya pukul 10.00, umat melaksanakan jalan salib yang mengambil lokasi seputar gereja. Puluhan umat yang umumnya mengenakan pakaian berwarna hitam, terlihat khusuk mengikuti jalan salib. Di tengah terik yang menyengat, tidak menyurutkan niat umat yang dengan setia mengikutinya dari satu perhentian ke perhentian lain. Di sinilah, umat diajak untuk merenungkan pelbagai peristiwa yang direkam zaman tentang proses hukuman hingga penyaliban dan penguburan Yesus. Sore harinya, pada pukul 15.00, ribuan umat membanjiri gereja untuk mengikuti kisah sengsara dalam ibadat Jumat Agung. Dalam rangkaian ibadat itu, setiap umat diberi kesempatan untuk mencium salib. Satu persatu datang menghampiri salib dan mencium dengan penuh khidmat. Khotbah Romo Kesar lebih menekankan pada nilai pengorbanan yang telah ditunjukkan oleh Yesus kepada manusia. Dengan kematian Yesus, menunjukkan kepada kita, mengapa Anak Allah menderita? Hal ini menjadi perayaan iman dan apa yang dilakukan-Nya sebagai silih dosa sekaligus memberi teladan akan sebuah pengorbanan. Teladan yang telah diperlihatkan oleh Yesus perlu disyukuri dan dihargai.
Pengalaman menderita sengsara seperti yang dialami oleh Yesus telah mengantar kita pada suatu hidup baru, harapan baru melalui Paskah, sebuah inisiatif Allah membangkitkan Yesus Putera-Nya. Di malam Paskah nan syahdu, Romo Herman mengantar umat untuk memahami arti Paskah Yahudi dan Paskah Yesus yang dikenang saat ini. Paskah, Allah Yahwe lewat untuk melawati umat-Nya. Itu berarti Allah bertindak. Dalam arti tertentu, Paskah juga merupakan saat di mana Allah berpihak dan bertindak. Dimulai dari kisah kejadian. Dalam kisah penciptaan, Allah bertindak maka terjadilah sesuatu. Kitab keluaran juga melukiskan di mana Allah bertindak terutama kepada umat Israel yang berhasil keluar dari genggaman dan penindasan Mesir. Nabi Yehezkiel secara terbuka mengisahkan tentang umat Israel yang tetap dicintai oleh Allah. "Kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku menjadi Allah-Mu."
Allah bertindak berarti Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada manusia yang berdosa. Bukan karena kamu, Aku bertindak tetapi Akulah yang Kudus yang telah kamu najiskan di antara bangsa-bangsa. Allah bertindak, menyucikan kembali manusia dari dosa. Dalam Perjanjian Baru, Paulus menegaskan bahwa kamu telah mati bagi dosa tetapi hidup karena Kristus.

Tulisan ini merupakan tulisan lama, jauh sebelum corona menerpa dunia. Kegemuruhan dan gegap gempita Paskah tidak terasa lagi karena Paskah tahun ini dirayakan dalam keluarga dengan dibantu para imam yang merayakan Ekaristi secara live streaming.

Yesus dibangkitkah oleh Allah, itulah iman kita. Allah menerima persembahan diri Yesus secara total di kayu salib. Seperti Yesus yang telah mempersembahkan diri-Nya secara total kepada kita maka pastaslah apabila kita mempersembahkan diri dan segala kekurangan pada Allah maka Allah mau menyelamatkan kita. Sebagai orang yang telah dibaptis, harus menjadi saksi di tengah masyarakat. Kesaksian yang diperlihatkan adalah mau berkorban demi orang lain. Paskah, sudah pas kah buat kita untuk mengalami Putera Allah yang menderita dan bangkit? ***(Valery Kopong)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline