Kekesalan luar biasa disampaikan Oktovianus Pogau, lewat akun Facebook pribadinya. Dari profilnya, tertera jika Oktovianus Pogau bekerja sebagai Jurnalis pada salah satu media di Tanah Papua.
Sosok Pogau sangat aktif mengupdate kabar, juga meluruskan beragam pemberitaan media mainstream pasca Insiden Kurubaga (Tolikara) Papua yang terjadi belum lama ini. Simak status Oktovianus dibawah ini:
“ Yang disebut; setiap terjadi peristiwa di berbagai Kabupaten/Kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, ada berbagai macam Tim Independen yang dibentuk, disusun, dan diturunkan. Seperti tim dari Mabes POLRI, Mabes TNI, tim dari Kementeriaan-Kementerian, tim dari Gereja-Gereja, tim dari LSM-LSM, tim dari Pemuda-Pemuda, tim dari mana saja dibentuk, bahkan tim "Jurnalistik" juga dikirim.
Tapi yang selalu tak pernah diketahui adalah tim-tim ini datang ke tempat kejadian perkara buat apa ehh? Pengalaman kami orang Papua, banyak warga, sampai anak kecil juga di wawancarai, dan dimintai keterangan sedetail-detail, sampai se dalam-dalamnya, sampai gaya interogasi / tanya tim-tim ini, mengalahkan US Marshal.
Tapi begitu selesai, pulang ke tempat asal, laporan di masukan ke tempat sampah, syukur-syukur dibuatkan Jumpa Pers atau terbitkan dalam laporan untuk dibaca kalangan umum. Dan yang paling parah, tim-tim ini selalu pakai kaca mata kuda; dan punya standar ganda dalam memandang keadilan dan penegakan hukum.
Anda mau contoh? Peristiwa tertembaknya empat pemuda di Paniai adalah salah satunya. Tim mabes POLRI turun tiga kali, tim POLDA Papua turun dua kali, tim Mabes TNI turun dua kali, tim gabungan TNI/Polri/Menkopolhukam, dan bahkan Propam, dan Pengadilan Militer Pusat (ada sekitar 20 orang dipimpin beberapa Jenderal) turun dua kali ke Enarotali, Paniai, jadi semua ada 9 kali turun lapangan. Sampai sudah tujuh bulan lewat begini, pelaku penembakan empat siswa dengan sangat biadab dan brutal ini belum juga ditemukan.
Mungkin ayam dan kucing di sekitar lapangan enarotali yang pegang senjata M-16 dan AK-47 baru tembak kha? Padahal banyak saksi bilang, ada binatang melata nama "Paskhas" di menara yang tembak dua pemuda dengan Sniper (satu tembakan peluru masuk lewat dada. dan keluar di pantat seorang pemuda. Dan satu lagi tembakan masuk di leher dan keluar di punggung seorang pemuda). Sedangkan dua pemuda lagi, kata para Saksi ditembak "hewan pemakan bangkai" yang menggenakan baju ijo dan coklat.
Dalam kasus Tolikara, saya berani bertaruh, para pelaku pembakaran, pendeta-pendeta yang di duga tulis dan tanda tangan surat, dan beberapa panitia, yang notabene adalah orang asli Papua akan diberikan hukuman yang seberat-beratnya. Tapi akankah pelaku penembakan 12 pemuda ditangkap dan diadili?
Itu yang saya bilang, tahi kucing dengan yang namanya keadilan dan penegakan hukum di Republik bangsat ini. Kami sudah terlalu tahu dan semakin hari dibuat marah dengan kebiadaban dan perilaku orang-orang yang katanya paling toleran di Republik ini ! (Sumber: https://www.facebook.com/Papuanus )
MEMANDANG LEWAT SUDUT PANDANG POSITIF
Setelah membaca statusnya itu, saya langsung menarik nafas panjang. Disinilah letak dilematika, sekaligus tantangan bagi semua otoritas terutama dibawah kendali Pemerintahan Jokowi. Dilematikanya yakni menghadapi kemuakan, serta ketidakpercayaan seperti ini, namun tantangannya justru mengembalikan kepercayaaan itu, dengan kerja efektif dan tuntas.