Lihat ke Halaman Asli

Kasus Florence Sihombing dan Nasib Jemaat El Shadai Sleman Yogyakarta

Diperbarui: 24 Juli 2015   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1409502348424345094

Sumber foto: Dokumen kuasa hukum Pendeta Niko Lombuan

Membaca kabar Florence Sihombing yang ditahan Polda Yogyakarta otak saya langsung berdenyut dan nurani saya benar benar terusik. Florence bisa saja salah serta sudah memohon pemaafan. Namun sikap aparatus ini tampaknya berlebihan.

Jika memang serius menegakan hukum mestinya mereka menatap cermin besar biar bisa berlaku bijak. Mereka seolah lupa jika banyak kasus heboh sebelumnya yang gantung dan sisahkan lembaran pekerjaan rumah yang belum selesai.

Kalau memang sungguh mau menegakan hukum, jangan tebang pilih kasus lah! Berikan perlindungan hukum dan keamanan bagi semua warga negara tanpa terkecuali. Bukalah mata selebar lebarnya, periksa fakta lapangan termasuk dilema yang kini dialami jemaat Gereja El Shadai, Panggukan Sleman Yogyakarta.

Mau beribadah saja mereka mesti urunan setiap pekan agar bisa sewa ruangan. Padahal mereka sebetulnya sudah punya tempat ibadah sendiri yang dibangun secara swadaya. Soal ada tidaknya izin pun debatabel. Saya telah mempelajari kasus ini dan menjumpai banyak kejanggalan.

Perihal ini tim hukum (saya dkk) yang mengadvokasi kasus ini telah bertemu Pemda, Muspida, FKUB hingga Muspika Sleman. Tujuannya agar negara benar-benar hadir mengayomi warganya, Dalam sejumlah keterangan ditemukan data jika rumah ibadah yang saat ini masih disegel itu pernah digunakan Pemda Sleman untuk pembinaan mental spritual bagi PNS Sleman beragama Kristiani selama 3 tahun.

Aktivitas Gereja pun sudah berjalan jauh hari sebelum terbitnya SKB Menteri yang kontroversial itu. Saat ini Pendeta Niko Lombuan selaku pemimpin jemaat El Shadai diminta untuk mengikuti prosedural aturan berlaku berdasarkan pada SKB Menteri.

Kami (tim hukum) tak masalahkan prosedural administratif jika memang aturan hukum sudah menetapkannya demikian. Namun jika mau fair, mari sama sama mengecek perizinan rumah ibadah lainnya. Bagi kami kasus ini sudah sangat kental nuansa politisnya sehingga sangat mendesak bagi publik untuk mengatensinya.

Jika tidak, ini bom waktu dan segerombolan orang dengan kedok “agama” akan semakin mendapatkan ruang untuk seenaknya mengintervensi hukum demi syahwat kepentingannya. D.I Yogyakarta yang sejauh ini menjadi simbol kebhinekaan Indonesia kini tengah mengalami tantangan paling serius.

Boleh jadi mengoyak Yogyakarta sama dengan menggergaji pilar kebangsaan kita. Jika Yogyakarta saja bisa ditembus maka wilayah lain jauh lebih mudah. Ini yang menurut saya mungkin ada dalam pikiran kaum anti toleransi itu ! Ironi lain aparatus terkesan takut terhadap kelompok intoleran yang ketika kasus ini menyeruak justru sebagian besar datang dari kota lain.

Secara prinsipilpun IMB untuk rumah tinggal tak lagi menjadi persoalan (lengkap legalitasnya) dan lokasi inipun tidak melanggar tata ruang untuk dijadikan tempat ibadah (pernyataan Pemda Sleman pada kami). Pendeta Niko Lombuan pun telah berjumpa pimpinan FKUB, Camat dan Muspika terkait untuk mengklarifikasi masalahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline