Orang Minahasa pada umumnya pasti mengenal Biapong. makanan ini terkenal sebagai salah satu makanan ala Minahasa yang dapat ditemukan di daerah-daerah tertentu seperti di Kawangkoan maupun di Amurang. Sebenarnya makanan ini sama saja dengan Bakpao, yang merupakan penyebutan umum yang dikenal masyarakat Indonesia.
Namun nampaknya agak sedikit berbeda ketika dibuat menurut racikan Minahasa, sehingga ada yang menyebutnya pula sebagai 'Bakpao ala Minahasa'.
Ketika mendengar biapong, masyarakat Minahasa akan membayangkan makanan berbentuk bulat berwarna putih (yang merupakan adonan dari tepung terigu) dengan di dalamnya berisi daging babi ataupun berisi temo atau adapula berisi unti yaitu adonan kelapa yang dicampur dengan gula merah. Namun tahukah bagiamana munculnya biapong?
Atau sejak kapan dan bagaimana biapong mulai masuk di Indonesia? Kemudian mengapa makanan tersebut mulai disebut sebagai biapong di Minahasa? Bakpao sendiri sesungguhnya sudah lama telah ada di Cina dan menjadi bagian dari kuliner masakan Cina (Chinese Cuisine).
Asal kata Bakpao itu sendiri sesungguhnya juga berasal dari bahasa Cina, untuk itu nampaknya penting untuk mengetahui terlebih dahulu asal mulanya dari negeri panda tersebut.
Persembahan untuk Sungai dari Zhuge Liang
Asal mulanya dikisahkan pada sebuah legenda di zaman Tiga Negara (Three Kingdoms) pada abad 3 M (tahun 220-280 M). Dikisahkan ada seorang ahli strategi militer negara Shu Han yaitu Zhuge Liang (227-234 M) dikalahkan dalam sebuah pertempuran beserta beberapa pasukannya dalam ekspansinya ke wilayah utara. Kekalahan tersebut sudah terjadi hingga lima kali melawan Wei di utara.
Usai kekalahan tanpa kemenangan tersebut, Zhuge Liang bersama dengan beberapa pasukan negara Shu Han yang tersisa dibebaskan pula untuk kesekian kalinya, sehingga mereka dapat kembali pulang ke kerajaan mereka.
Akan tetapi di perjalanan mereka terhalang sebuah sungai yang memiliki aliran air yang sangat deras, sehingga mereka tidak bisa lewat. Menurut masyarakat setempat dipercayai bahwa agar dapat melewati sungai tersebut, Zhuge Liang dan pasukannya harus memberikan persembahan berupa kepala manusia.
Tentu saja ia tidak setuju akan hal tersebut, akan tetapi mereka mempunyai ide untuk mencari pengganti persembahan tersebut yaitu dengan membuat adonan tepung terigu yang dibentuk menyerupai kepala manusia yang diisi dengan daging binatang hasil buruan mereka.
Dari peristiwa tersebut maka ditemukanlah ide mengenai resep sebuah makanan yang dikenal sebagai mantou. Namun pada zaman Dinasti Song Utara atau Northern Song Dynasty (960-1279 M), mantou kemudian lebih disebut dengan istilah Bao atau Baozi, karena merupakan adonan tepung terigu yang membungkus daging di dalamnya. Itulah yang membedakannya dengan mantou yang sebelumnya lebih merupakan adonan tanpa isi daging di dalamnya.