Banyak mengistilahkan Politik dari definisi sebenarnya, dengan istilah dinamis, dapat berubah kapan saja, tergantung pada kepentingan orang atau institusi (politik) sebagai representatif dari sebagian besar rakyat. Kasarannya, ada istilah bahasa Jawa, "Pagi kedelai, Sore Tempe". Sehingga jika hari ini paslon Pilpres berubah, dianggap wajar saja, untuk menerima hal ini sebagai suatu kenyataan, dan tak perlu sakit hati, mencak-mencak melalui kanal youtube, tiktok atau lewat sosial media lain dan blog. Apalagi melakukan perbuatan melawan hukum. Termasuk putus asa dan memilih menjadi Golput. Sebaiknya dipertimbangkan masak-masak hak anda ini. Sekalipun menjadi golput adalah hak anda.
Tapi entar dulu, saya tidak mau membahas terkait masalah Anies dengan partai Gerindra dan Sandiaga Uno. Bagi saya, dapat diselesaikan secara baik. Positifnya, sama-sama punya niatan baik. Jangan terlalu dipolitisir. Kita analisa saja, peluang salah satu putra terbaik bangsa ini di ajang Pilpres 2924 nanti.
Untuk soal yang "itu" bisa dibaca di berbagai media, ada juga di kompasiana dan sosial media lainnya. Saya tidak ingin membahasnya, karena menurut saya tidak relevan dengan tujuan saya mengusung judul itulisan ini. Namun terserah menurut Anda.
Sebagai non partisan tetapi tentu memiliki hak untuk memilih dalam Pemilu Serentak. Namun, jika saya tidak nunaikan hak tersebut, itupun merupakan hak saya sebagai warga negara yang tidak dapat dijerat hukum kecuali ada argumentasi lain dimana saya memprovokasi rakyat untuk Golput. Inilah salah satu konsekwensi negara Demokrasi yang di jamin dengan penegakan hukum.
Sebelum masuk ke judul tulisan ini, saya pribadi memiliki harapan bahwa partisipasi pemilih tetap dalam pemilu serentak tahun 2024 akan meningkat dan menurunkan prosentase golput dibandingkan pemilu-pemilu pasca reformasi yang cukup tinggi sebelumnya. Ini bisa terjadi, apabila Pasangan calon Pilpres paling tidak 3 atau 4.
Dengan demikian, rakyat (pemilih) akan memiiliki peluang memilih lebih terbuka, jika tidak, menurut saya angka partisipasi pemilih pemilu akan menurun atau presentase golput akan meningkat. Sehingga dampaknya tentu ada, antara lain mengurangi partasipasi rakyat di dalam menyukseskan program pembangunan, bersikap apatis, kasarannya "masa bodoh", tetapi ada juga Golput dengan aliran yang cukup "keras" karena alasan politis, kelompok ini dapat menganggu jalannya pemerintahan.
Namun, lagi-lagi golongan ini akan tetap menikmati hasil pembangunan dan menjalani kehidupannya sehari-hari seperti warga negara lain sejuah tidak melanggar hukum dan perundangan-undangan yang berlaku. Sekalipun, belum tentu juga mereka akan menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Enak ya, menikmati negara Demokrasi yang sedang bertumbuh dan berproses memenuhi kriteria Demokratisasi yang paling ideal.
Di sisi lain, jika angka Golput meningkat, maka legitimasi pemerintah dalam hal ini eksekutif, mulai dari presiden dan wakil presiden hingga pimpinan daerahpun dapat "digoyang" oleh aliran Golput dengan latar belakang alasan politis. Hal ini tak luput dengan lembaga legislatif dan yudikatif, kemungkinan besar dapat mengalami imbasnya.
Fenomena Golput ini, sempat dikemukakan oleh beberapa lembaga survei yang merilis bahwa jika pilpres hanya diikuti 2 pasangan calon, kemungkinan angka partisipasi pemilih dalam pemilu akan menurun yang dapat dimaknai terjadi kenaikan golput.
Lanjut dulu pengantar lagi dulu ya, sebelum masuk ke persoalan pencapresan Anies Baswedan,ita harus pahami dulu tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau dikenal dengan Presidential Threshold. Atau terserah anda, bisa loncot ke halaman berikutnya terkait inti pembahasan judul tulisan ini.