Ngikutin perkembangan terkait BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang kembali lagi hangat saat ini, jujur membuat saya "pening" rasanya. Bagaimana sebuah badan yang dikelola negara , begitu rumit dan cukup lama tidak jelas juntrungnya.
Mau ngebahas dari aspek yang mana, kelembagaan? Isu strategis, mau pake sudut pandang mana? atau mau pertajam lagi pengamat dan ahli atau keresahan peneliti yang sementara ini menyoroti keberadaan BRIN. Bingung sebenarnya. Ya udah yang kekinian dan sebagian diselingi dengan pengantar BRIN, nanti dilanjutin di seri berikutnya.
Tak ada salahnya bila ada kecurigaan manufer politik, Menganggu Idenpendensi Peneliti, Mengebiri Kebebasan dalam penelitian atas nama pengembangan ilmu pengetahuan.
Eh belakangan dikait-kaitkan dengan idiologi pancasila yang disangkutkan dalam pembentukan BRIN. Ini bisa jadi bahan pembahasan sendiri lagi kayaknya. Ah jadi bingung, mulai yang ada dulu.
Persoalan BRIN ini, Berujung pada pemberitaan Kompas.com, kemaren (6 Januari 2022), dengan tajuk "Tak Ada Surat, Lisan Begitu Saja dari BRIN, Tanggal 1 Harus Hengkang Semuanya"
Dimana sebagian pemberitaannya, diceritakan oleh salah seorang anggota ahli Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Para peneliti muda ini menjalankan tugas melakukan pemetaan dan sekaligus pemasangan alat-alat deteksi dini tsunami dan gempa.
Pekerjaan ini merupakan bagian dari proyek InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System - Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia) hasil pengembangan BPPT. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Proyek ini sangat krusial dalam mempercepat informasi peringatan dini potensi tsunami, yang menggunakan sensor di dasar laut guna melihat perbedaan-perbedaan tekanan air. Data dari sensor itu lalu secara aktif dikirim ke buoy (pelampung) di permukaan laut melalui underwater acoustic modem.
Lanjut andika, nama salah seorang peneliti muda itu, setelah Hari itu, Kamis, 30 Desember 2021, malam baru berganti pagi. Sedikitnya 40 orang dalam Kapal Riset (KR) Baruna Jaya akhirnya kembali menghirup udara Ibu Kota. Kapal yang mereka tumpangi baru saja sandar di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara.
Didatangi BRIN tanpa ada pertemuan resmi atau pengumpulan semua ilmuwan dan awak kapal. Yang ia tahu, setelah perwakilan BRIN itu datang, mereka semua dipaksa menelan pil pahit menjelang tahun baru. Hanya secara lisan tanpa surat resmi mereka diberitahu bahwa "bahwa tanggal 1 (Januari 2022), mereka harus hengkang semuanya" Ya sudah, begitu saja lanjut andika.
Udah pada tau kan kenapa lembaga ini dibentuk?