Menurut anda bribadi, sebenarnya mana yang harus didahulukan hak atau kewajiban ? Pertanyaan yang kelihatan sepele ini, dalam prakteknya sering disalah-artikan oleh banyak orang. Mungkin juga anda atau bahkan saya pribadi. Coba kita renungkan baik-baik, apakah selama memperjuangkan pemenuhan hak-hak kita telah lebih dahulu mempertimbangkan, menghormati atau bahkan patuh pada kewajiban yang seharusnya kita dahulukan ? Secara jujur, saya pribadi kadang tidak memikirkanya. Sadar maupun tidak, kita lebih memaksakan hak-hak kita dengan segala cara. Biar perlu berbicara dengan lantangnya di depan umum.
Ketika anda merasa gerah dengan perilaku orang lain, merasa gerah isi tulisannya, merasa jijik dengan semua yang dilakukan orang tersebut, karena merasa memiliki hak berbicara dan berpendapat tanpa pikir panjang, anda berbicara dengan lantang bak seorang eksekutor, tukang jagal, mencaci maki secara brutal, merendehkan orang tersebut, menginjak-injak kehormatan dan hak asasinya. Kalau perlu anda akan membunuhnya kalau berhadapan langsung. Bukan main, hebat benar ya ?
Kalau anda menuntut kebebasan dengan dalil bahwa pasal 28 E ayat 3, perubahan ke dua UUD 1945 menjamin setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Apakah anda lupa bahwa undang-undang yang sama pasal 28 G ayat 1 dan 2 mejamin hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, Hak untuk merasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, serta hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat. Di sini pijakannya sebelum kita beradu argumentasi mengenai hukum dan undang-undang dibawahnya.
Karena ingin bebas "tak terkendali", banyak sekali pengguna dunia maya mulai risih, lalu merasa gerah adanya batasan hukum yang mengatur kebebasan mereka berpendapat dan berekspresi. Tidak tanggung-tanggung, berkali-kali KUHP pasanl 310 ayat 1 dan dua, ps. 311 ayat 1, ps. 316, 207 dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan judicial review (uji materi). Dengan jawaban yang hampir senada, MK menolaknya dengan pertimbangan bahwa martabat dan nama baik seseorang itu adalah bagian dari hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan hukum internasional. Maka, hukum pidana memberi ancaman sanksi pidana tertentu terhadap pencemaran nama baik dan hal itu tak bertentangan dengan UUD 1945.
Jelas, Pasal 27 ayat (3) UU ITE melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sejalan dengan itu, pasal 310 ayat 1 KUHP melarang siapun secara sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Pelanggaran terhadap atas hukum ini, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara.
Lalu ? Masih mau menutup mata dan tidak perduli bahwa aturan hukum dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP itu tetap berlaku ? Tinggal dimana sih kita ? Masih di Republik Indonesia bukan ?
Seorang remaja pernah berteriak lantang kepada seorang preman pasar karena dipalak disekitar sekolahnya, "Ini bukan jaman purba man ! Ini negara hukum !" Dia pun kembali dengan aparat keamanan untuk menangkap preman pasar tersebut bersama saksi beberapa orang teman. Dia tidak lagi berpikir akan dianiaya oleh kawanan preman yang tidak dikenalnya, yang dia lakukan untuk menegakan keadilan sesuai hukum yang berlaku. Nah anak kecil juga tau itu !
"Ah itu kan dunia nyata, dunia maya ini, siapa sih yang kenal saya ? Kesempatan libas sana, libas sini. Maki sana, maki sini. Bodo amat !" Hehehe, preman benar ! Seolah-olah teknologi saat ini tidak mampu melacak anda. Kalaupun sekarang anda dapat bersembunyi karena privacy policy pengelola situs, jangan anda pikir bebas dulu. Pada saat perilaku anda telah dilaporkan ke pihak berwajib dengan bukti yang cukup, maka pengelola dengan "rela" bahkan "wajib hukumnya" untuk mengeluarkan seluruh data mengenai jati diri dan aktivitas anda selama menebar pesona dengan indahnya mencaci maki, menghina dan mencemarkan orang lain. Apa masih perlu bukti ? Sudah banyak kasus media sosial seperti ini yang sudah ditindaklanjuti, diganjar sesuai hukum yang berlaku.
Ternyata banyak preman ya ? Tidak hanya di dunia nyata, di dunia maya pun berperilaku sama. Merasa diri benar dan jagoan lalu yang lain dianggap kecil dan kerdil, buta hukum, tidak berdaya. Wow ! Hebat benar. Bagi si kerdil ataupun kecil nan lemah ini, saya perlu bilang, jangan takut ! "Ini bukan jaman purba man ! Ini negara hukum !"
Jangan segan-segan kawan, bila anda merasa dicemarkan dan dihina jangan balas dengan hal yang sama. Simpan buktinya ! Jangan biarkan mereka bebas dan berperilaku sesuka hatinya.