[caption id="attachment_152656" align="aligncenter" width="650" caption="Retouching - cs.dartmouth.edu"][/caption]
Photoshop dilarang ? Wow sesuatu banget ya. Sebenarnya bukan software Photoshop, tetapi proses retouching digital terhadap sebuah foto secara berlebihan dan terkesan manipulasi dengan menggunakan Photoshop untuk menampilkan model pada majalah dan iklan.
Seperti yang ditulis melalui Dailymail, sepasang suami isteri. Seth and Eva Matlins, pendiri "Magazine and fashion label Off Our Chests" berkampanye dan mendorong sebuah RUU "Self Esteem Act" untuk mengatur retouching digital untuk model di majalah dan iklan. Mereka percaya undang-undang ini akan melindungi anak-anak dan remaja dari cita-cita yang tidak realistis untuk menilai atau memiliki keindahan tubuh.
Kampanye tersebut dilakukan berdasarkan laporan penelitian Dove Self-Esteem Fund, yang menunjukkan bahwa 80 persen wanita merasa gambar bintang dan model perempuan di media membuat mereka merasa tidak percaya diri tentang diri mereka sendiri.
Penilitian tersebut juga menunjukkan bahwa 71 persen anak dengan rendah diri merasa penampilan mereka 'tidak sesuai, merasa tidak cukup cantik, cukup gaya atau trendi'.
Menurut Seth Matlins, angka-angka tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki masalah sosial, berkaitan langsung dan memiliki efek serius pada kebahagiaan dan kesejahteraan individu, produktivitas ekonomi, dan menyumbang masalah gangguan makan yang mengakibatkan kematian setiap tahun.
Lebih lanjut menurut Seth, Ketika generasi perempuan membandingkan diri mereka dengan gambar yang diretouching tersebut , cita-cita dan standar mereka menjadi tidak terjangkau. Ketika generasi diajarkan untuk percaya bahwa setiap orang dapat berubah atau menjadi seperti yang mereka lihat tersebut, maka tindakan dan perubahan secara moral menuju pada hal yang kurang baik tidak terelakan. Menurutnya, gambar dan "cita-cita" bentuk manusia yang disajikan dalam media menetapkan standar yang tidak realistis bagi penduduk wanita AS.
Photoshop dan perangkat lunak lainya seperti itu memang merupakan alat editing gambar yang handal untuk mengubah foto anda dari tampilan yang membosankan menjadi tampilan yang sangat menarik. Bahkan tidak sedikit yang memanfaatkannya untuk mengubah foto-foto untuk tujuan yang kurang terhormat.
Reaksi yang sama juga datang dari beberapa politisi di beberapa negara Eropa termasuk Inggris, Prancis, dan Norwegia, seperti yang ditulis oleh newscientist.com. Para politisi ini bahkan menyarankan untuk memberikan label khusus pada gambar-gambar yang sudah diretouching tersebut. Namun industri penerbitan merasa gelisah tentang satu ukuran cocok dan dapat dimengerti untuk semua label.
Sebagai alternatif, seorang profesor ilmu komputer dan peneliti forensik gambar digital dari Dartmouth College, New Hampshire, Hany Farid bersama rekanya Eric Kee mengusulkan label menggunakan sistem yang secara otomatis menunjukan tingkat retouching dengan skala 1 sampai 5, terhadap perubahan kecil makeover digital secara lengkap. Untuk melihat ilustrasinya dapat dilihat di sini
Farid menghitung rating ini berdasarkan delapan statistik yang merangkum perubahan bentuk, warna dan tekstur. Empat dari hal ini menggambarkan gerakan piksel pada foto wajah dan tubuh, sementara yang lain berhubungan dengan jumlah blurring, sharpening atau colour correction pada gambar. Dia kemudian menggunakan layanan Amazon's Mechanical Turk untuk mengubah ini menjadi peringkat tunggal dan meminta 390 orang untuk menilai gambar yang dipasang berdasarkan skala 1 sampai 5, untuk memetakan hubungan antara delapan statistik dan persepsi manusia terhadap manipulasi foto.