Aku terlahir sebagai anak tunggal dalam keluarga ini. Semua yang ku butuhkan selalu tersedia, walaupun terkadang yang ku inginkan tidak semua terpenuhi. Ayahku seorang Pegawai Negeri Sipil dan ibuku salah satu staff di perusahaan asing. Walau ibu adalah seorang wanita karir, ia tidak pernah melupakan kewajibannya dalam urusan rumah,dan dalam mengurus aku.Ayahku sudah meninggal dunia ketika aku berusia 16 tahun.
Jujur saja dari kecil aku merasa tidak cocok dengan ibuku, baik pemikiran, pandangan,dan sebagainya. Ada saja hal-hal kecil yang bisa kami ributkan.
Misalnya masalah nilai. Ibuku pemuja nilai sempurna,sedangkan aku lebih memuja ilmu kehidupan yang ku dapatkan di samping ilmu akademis. Ibuku lebih menyukai jika aku menjadi seorang akuntan atau auditor, sebaliknya aku lebih suka di bidang bahasa dan seni. Ibuku lebih menyukai IPK ku diatas 3.5 ,padahal aku tidak sanggup untuk mencapainya,bukan karena aku bodoh, tetapi aku memang malas untuk belajar teori , aku lebih menyenangi praktek.
Ibuku juga lebih menyukai aku mendapatkan pacar seorang putra negara, tetapi pria-pria itu bukan tipeku, kekar,tinggi,rahang maskulin,dan tegas. Tidak, jika wanita-wanita lain mendambakan sosok itu, aku malah menakuti sosok yang seperti itu. Aku lebih nyaman dengan seorang pria yang bisa membuatku tenang, pria yang cerdas dan bisa membuatku tertawa walaupun di hati sedang ingin menangis.
Ibuku sering berkata kasar di kesehariannya, maaf bukannya aku durhaka, tetapi ini kenyataannya. Aku kadang berpikir, kata-kata ini tidak pantas diucapkan oleh seorang ibu,dan lulusan sarjana pula. Aku sering tidak tahan dan lebih suka menutup telingaku ketika kata-kata tersebut keluar dari mulutnya.
Aku tipe orang yang tidak betah dirumah, dan hal ini yang membuatku sering dimarahi oleh ibu. Baginya, perempuan itu harus bisa betah dirumah, aku menyukai tantangan dunia dan hal-hal baru yang dunia sodorkan untuk aku jalani dan pelajari. Tetapi ibuku menganggap semua ini tidak ada gunanya.
Ibuku memang tidak bisa diajak bicara dari hati ke hati, pandangan kami jauh bertolak belakang, kami bertengkar,berdebat,dan lain sebagainya, tetapi diatas semua itu aku benar-benar menyayangi ibuku walau dengan cara yang berbeda.
Aku jarang memeluknya,mengucapkan ‘aku sayang ibu’,
Aku jarang mengajaknya berbicara, aku lebih suka diam di kamar, menulis dengan laptop ku.
Aku punya cara tersendiri untuk menunjukkan rasa sayang apa yang kurasa dalam hatiku.
Hari ini,adalah hari ibu. Aku memang tidak mengucapkannya secara langsung. Aku sadar aku belum menjadi anak yang baik, yang pantas untuk mengucapkannya.
Untuk apa mengucapkan hari ibu, jika aku masih sering menghardiknya
Untuk apa mengucapkan hari ibu, jika aku masih sering membantahnya
Untuk apa mengucapkan hari ibu, jika aku masih membuatnya terluka
Di atas segalanya, sebenarnya hatiku ingin mengucapkan Selamat Hari Ibu untuk Ibuku, wanita tegar dan tegas. Tuhan memberkati dalam setiap langkah perjuanganmu J
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H