Awal Mula Munculnya Virus Ebola
Ebola Virus Disease (EVD) menjadi salah satu penyakit yang menjadi ancaman global karena tingkat penyebarannya yang cepat dengan tingkat kematian yang tinggi bagi orang yang terjangkit penyakit ini. Ebola Virus Disease merupakan penyakit menular yang menyebabkan gejala demam dengan perdarahan pada manusia dan hewan. Penyakit virus ebola memiliki 6 jenis virus, yaitu Ebola Zaire, Sudan, Ivory Coast/Tai Forest, Bundibugyo, Bombali dan Ebola Reston. Penyakit virus ebola muncul pertama kali pada tahun 1976 dalam 2 wabah simultan, di Sudan dan Republik Demokratik Kongo. Wabah kedua terjadi di sebuah desa yang terletak di dekat Sungai Ebola, yang kemudian dijadikan nama virusnya. Penyakit virus ebola sempat menghilang pada tahun 1979, namun kembali lagi pada tahun 1994, 1996, 2000 hingga laporan terakhir pada tahun 2003. Setelah 1 dekade, penyakit virus ebola kembali muncul pada tahun 2014 di Guinea dan kemunculannya ini mengawali jumlah kasus penyakit virus ebola terbesar di Afrika. Menurut laporan yang dikumpulkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sejak tahun 2014 hingga tahun 2020, terdapat 32.486 kasus dengan 13.812 kematian akibat penyakit virus ebola. Terdapat lima negara dengan laporan kasus ebola tertinggi, yaitu Sierra Leone dengan 14.124 kasus, Liberia dengan 10.678 kasus, Guinea dengan 3.837 kasus, Republik Demokratik Kongo dengan 3.758 kasus, dan Uganda dengan 52 kasus.
Bentuk Sekuritisasi Global terhadap Penyakit Virus Ebola
Ebola Virus Disease (EVD) atau penyakit virus ebola menyebabkan dampak yang besar pada situasi kesehatan global. Mobilitas yang tinggi di era modern menyebabkan penularan virus ebola menjadi semakin cepat. Tak hanya menyebar di wilayah Afrika, virus ebola juga tersebar melewati lintas batas negara. Selain di Afrika, penyakit virus ebola juga pernah menyebar di Inggris, Amerika Serikat, Filiphina, Italia, dan Spanyol. Penyebaran yang cepat ini menuntut diterapkannya sekuritisasi seperti isolasi pada orang yang terjangkit di Afrika. Lockdown juga sempat dilakukan di Uganda dalam mengurangi mobilitas masyarakat dan interaksi antar masyarakat agar penularan virus ebola bisa diminimalisir. Sekuritisasi juga diberlakukan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Inggris juga memberlakukan pemeriksaan suhu tubuh untuk penerbangan lintas batas negara terutama penerbangan yang berasal dari Afrika. Selain itu, di Korea Selatan, pemerintah mengeluarkan himbauan bagi warga Korea Selatan untuk tidak bepergian ke negara-negara di Afrika hingga kasus penyakit ebola di Afrika menurun dan tidak lagi dalam status darurat.
Peran Kolaborasi Internasional dalam Menangani Ebola di Afrika
Penyakit virus ebola bukan hanya menjadi masalah internal negara-negara di Afrika namun turut menjadi tantangan global. Hal inilah yang membuat aktor-aktor internasional ikut turun tangan dalam menangani permasalahan penyakit virus ebola di Afrika. Terdapat beberapa aktor yang paling terlibat dalam membantu penanganan penyakit virus ebola di Afrika, yaitu :
- World Health Organization (WHO)
WHO merupakan organisasi internasional yang bergerak dibidang kesehatan global. Dalam menangani kasus penyakit virus ebola di Afrika, WHO dengan PBB membentuk tim khusus, yaitu United Nations Mission Ebola Emergency Response (UNMEER) pada September 2014 yang bekerjasama dengan negara-negara lain dalam penyediaan bantuan teknis dan pembuatan vaksin ebola sebagai cara menanggulangi penyakit virus ebola. Pada bulan Agustus 2014, WHO telah membantu dengan pembangunan 5 unit perawatan Ebola, 85 pusat perawatan masyarakat, dan 78 pusat penampungan. Selain itu, WHO juga bekerja sama dalam penggalangan dana dengan donatur-donatur dari World Bank, Uni Afrika dan negara lainnya. Dalam pembuatan vaksin, WHO bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan farmasi yang menghasilkan 2 vaksin utama yaitu vaksin ChAd3-ZEBOV dan rVSV-ZEBOV dari perusahaan farmasi di Amerika Serikat yaitu Glaxo Smith Kline (GSK) dan New Link Genetics.
- Amerika Serikat
Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang berperan besar dalam penanganan penyakit virus ebola di Afrika. Kontribusi terbesar Amerika Serikat adalah kerjasama perusahaan farmasinya dengan WHO dalam pembuatan vaksin yang berhasil menghasilkan vaksin dengan tingkat efektivitas yang cukup tinggi mencapai 90%. Selain itu, Amerika Serikat juga mengerahkan 3.000 pasukan untuk membangun Ebola Treatment Center (ETC) yang dapat menampung hingga 1.700 pasien Ebola. Amerika Serikat juga menjadi negara yang menyumbangkan dana terbanyak, yaitu sebesar 334,6 juta US Dollar.
- Uni Eropa dan Negara Anggotanya
Uni Eropa menjadi salah satu badan yang membantu penanganan penyakit virus ebola dengan mengirimkan dana bantuan sebesar 2 miliar euro. Negara-negara anggota Uni Eropa seperti Inggris dan Jerman juga ikut turun tangan dalam membantu Afrika menangani permasalahan penyakit virus ebola. Dalam membantu penanggulangan penyakit virus ebola, Inggris mengirimkan dana sebesar 125 juta euro, 700 tempat tidur untuk pasien ebola, 55 tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan lainnya ke Afrika. Selain itu, Inggris juga membangun Ebola Treatment Center (ETC) di Sierra Leone. Disisi lain, Jerman juga mengirimkan bantuan berupa tenaga kesehatan dan dana sebesar 220 juta US Dollar.
Kolaborasi yang dilakukan oleh aktor-aktor internasional seperti negara dan organisasi internasional merupakan wujud dari implementasi health security dalam menjamin kesehatan global. Penyakit virus ebola yang menular dan menyebar dengan cepat membuat aktor-aktor internasional harus ikut turun tangan agar penyebaran tidak semakin luas hingga ke seluruh negara di dunia. Penanggulangan penyakit virus ebola ini dilakukan tidak hanya dengan mengirimkan bantuan kepada pasien ebola di Afrika namun juga menerapkan sekuritisasi di negara masing-masing sebagai bentuk penekanan penyebaran dan pencegahan masuknya virus ebola ke negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H