Lihat ke Halaman Asli

Dekonstruksi: Merinci Struktur Bahasa dan Pemikiran Derrida yang Melampaui Batas Tradisional

Diperbarui: 4 Januari 2024   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jacques Derrida seorang filsuf Prancis yang lahir pada tanggal 15 juli 1930. Derrida adalah seorang keturunan Yahudi. Sejak tahun 1774, Derrida ikut aktif dalam kegiatan himpunan dosen filsafat yang memperjuangkan tempat yang wajar untuk filsafat pada taraf sekolah menengah. Ia juga menulis artikel-artikel dalam terbitan-terbitan himpunan tersebut. Beberapa karangan-karangan baru, dikumpulkan ke dalam bukunya yang bernudul "Hak Atas Filsafat" pada tahun 1990. Pemikiran Derrida berkembang selangkah demi selangkah, ia tidak memberi penafsiran begitu saja, dan ia jiga tidak membatasi diri pada suatu penelitian mengenai implikasi dalam teks yang dibicarakan. Dengan mengomentari teks-teks tersebut, ia mampu menyajikan suatu teks yang baru. Derrida menyusun teks nya sendiri dengan "membongkar" teks-teks lain, ia berusaha mengembangkan teks tersebut dengan mengagakan sesuatu yang tidak dikatakan dalam teks itu sendiri. Prosedur itulah yang dinamakan deconstrucrion "pembongkaran" oleh Derrida.

Pemikiran Derrida dilatarbelakangi oleh Ontologi Heidegger, Fenomenologi dan Postrukturalime Prancis (Hardiman, 2015). Pada saat itu Derrida tertaik untuk mengkritik sebuah filsafat modern, karena menurutnya filsafat modern identik dengan pandangan metafisika kehadiran dan logosentrisme-nya. Namun pemikiran Derrida bukan suatu yang khas dalam hal dekonstruksi. Dekonstruksi ini muncul ketika Derrida memberikan suatu ceramah di Amerika dalam sebuah artikel. Dalam buku Derrida, ia mengatakan bahwa filsafat selalu cenderung dengan istilah yang bersifat umum untuk satuan-satuannya yang bersifat konkret. Dengan kata lain, filsafat sering mencari kesatuan dari makna atau pengertian dari hal-hal yang beraneka ragam, mencari kesamaan dalam perbedaan, ataupun membuat penunggalan dalan kemajemukan.

Derrida menjadikan istilahnya sebagai logosentris, yakni dimensi-dimensi dasar bahasa yang dianggap hanya sebuah tampilan dalam fungsi-fungsi logisnya, contohnya penilaian baik dan buruk, pernyataan salah dan benar, serta representasi. Derrida sangat terinspirasi dari Heideggerl untuk menarik metafor sebagian dalam kajian filsafat kontemporer ke titik radikalnya, yaitu mendestabilisasikan segala bentuk skema katagori dan konseptual dengan menggali segala bentuk permainan dan pemilahan yang tersembunyi di dalam teks. Derrida tidak mengaitkan bahasa pada "Ada", melainkan pada permainan perbedaan di essaynya yang berjudul "White Mythologi" dan "Retrait Of Metaphor". Permainan tersebut selalu ada dalan setiap teks, karena menurutnya setiap teks senantiasa akan dibangun dalam permainan perbedaan.

Derrida mensyaratkan bahwa kita senantiasa bergerak dalam bahasa yang tidak stabil, karena menurutnya metafor ataupun bukan metafor pada akhirnya hanya merupakan pasangan-pasangan lawan kata secara semantik. Derrida menafsirkan gagasan Heidegger tentang metafor yang mengartikan bahwa membaca teks dengan menangkap arti teks dengan teks lainnya dan seterusnya akan menarik semua teks tersebut ke arah istilah kuncinya. Konsep pemaknaan tersebutlah yang membuat Derrida menjelaskan dekonstruksi dengan kalimat nagasi. Derrida mengadaptasi sebuah kata dekonstruksi dari kata destruksi dalam pemikiran Heidegger. Menurut Derrida, dekonstruksi bukan secara langsung terkait dengan kata destruksi, melainkan terkait dengan kata analisis "untuk menunda" yang bersinonim dengan kata mendekonstruksi. Derrida membuat 3 poin penting dalam dekonstruksi-nya, yaitu :
1. dekonstruksi yang perubahannya terjadi terus menerus dengan cara yang berbeda untuk mempertahankan kehidupannya.
2. dekonstruksi terjadi dalam sistem yang hidup, serta termasuk dalam bahasanya.
3. dekonstruksi bukan suatu alat, kata, ataupun teknik yang digunakan dalam suatu kerja setelah fakta dan tanpa suatu subyek interpretasi.

Dalan teori dekonstruksinya, Derrida menunjukkan kelemahan dari ucapannya untuk mengungkapkaj makna dengan menggunakan kata "difference". Hal tersebut dilakukan Derrida untuk menunjukkan peleburan makna dari kata difference yang tidak dapat dilakukan oleh logosentrisme dan fonosentrisme. Menurut Derrida bahasa bersumber pada teks atau "tulisan". Tulisan adalah suatu bahasa yang maksimal karena tulisan terdapat dalam pikiran manusia dan konkret di atas halamannya. Demikianlah Derrida menempatkan kajian bahasanya pada titik yang lebih radikal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline