Menyoal Tawanan Hamas Alami Stockholm Syndrome
Sindrom stokholm adalah suatu gangguan psikologis yang menarik dimana korban yang terkait dengan penculikan atau penyanderaan cemderung mengembangkan simpati, empati, atau bahkan perasaan positif terhadap pelaku kejahatan. Stokholm bisa terjadi karena beberapa faktor, beberapa faktor inilah yang menjadikan tawanan bisa jatuh hati, sehingga tercipta kedekatan emosional antara pelaku dan tawanan, mereka bisa saling membantu dalam keadaan terbatas.
Media sosial X (dulu Twitter) diramaikan dengan istilah stockholm syndrome, terkait masa gencatan senjata antara Hamas dengan Israel di Gaza. Pada masa gencatan senjata tersebut, Hamas dan Israel saling melepaskan tawanan untuk dikembalikan ke keluarga masing-masing. Banyak akun X menyebutkan bahwa tawanan Hamas yang kebanyakan warga Israel terlihat memiliki raut wajah bahagia serta sempat melambaikan tangan dan berfoto bersama dengan pasukan Hamas. Beberapa warganet menyebut tawanan Hamas mengalami stockholm syndrome.
Berdasarkan informasi sindrome stockholm adalah fenomena psikologis yang dialami oleh korban yang terkait dengan penculikan atau penahanan, mereka cenderung mengembangkan empati, simpati atau bahkan perasaan suka terhadap pelaku. Hal tersebut dapat terjadi karena stress ekstrem yang dialami korban penyanderaan, sehingga mereka menganggap pelaku adalah orang yang baik, dan tidak menyakiti mereka. Stockholm juga bisa terjadi ketika seseorang mengalami trauma psikologis akibat pelecehan.
Tidak ada kriteria yang jelas untuk mengidentifikasi Stockholm syndrome. Namun, gejalanya juga hampir mirip seperti gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Ahli juga menyatakan bahwa kondisi ini dapat membuat kamu tidak ingin mengakui perasaan- perasaan tertentu dan justru mengekspresikan kebalikan dari perasaan itu.
Jadi, Sindrome stockholm mungkin wajar saja terjadi, itu juga merupakan suatu bentuk coping mechanism atau suatu upaya yang dilakukan dilakukan seseorang ketika dalam kondisi tertekan atau stress, untuk mengatasi tekanan, melindungi diri, dan bertahan hidup.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menghilangkan pola pikir yang salah pada pengidap stockholm syndrome, seperti:
1. Memberikan psikoedukasi mengenai Stockholm syndrome terhadap pengidapnya. Ingat, ilmu pengetahuan adalah kekuatan. Memahami Stockholm syndrome bisa membantu memulihkan kondisi para pengidapnya.
2. Jangan mencoba meyakinkan pengidap Stockholm syndrome tentang kejahatan dari penyandera mereka. Hal ini dianggap bisa lebih membela orang jahat yang telah menyenderanya.
3. Tanya kepada korban mengenai sudut pandangnya terhadap kondisi tersebut. Selain itu, tanyakan tentang langkah yang seharusnya dilakukan.
4. Tunjukan rasa peduli dengan mendengar keluh-kesah para pengidap Stockholm syndrome. Jangan dengan mudah menilai mereka dengan label yang buruk.