Lihat ke Halaman Asli

Pikiran Travelling Saya soal KTI (MTQ) ke-30 Kab. Bolaang Mongondow

Diperbarui: 5 Maret 2024   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

29/02/2024 5 hari yang lalu saya menjadi pendamping untuk lomba MTQ tingkat Kabupaten Bolaang Mongondow cabang Karya Tulis Ilmiah (KTI), saya menjadi pendamping untuk peserta KTI, ini pertama kali bagi saya menjadi pedamping sekaligus pembimbing. 

2 tema besar yang diberikan panitia yaitu: Ketahanan keluarga dan Transformasi Digital, tentu tema ketahanan keluarga menarik hati saya, pasalnya itu memang jurusan saya sewaktu kuliah. bertepatan dengan momen pemilu 2024 kemarin, akhirnya berdasarkan pengamatan sekitar, tulisan dengan judul "Dampak Pemilu 2024 Pada Ketahanan Keluarga Di Kec. Poigar" menjadi penghantar peserta bimbingan saya meraih juara 3 kategori putri, (harusnya juara satu). 

Untuk karya tulis ilmiah kemarin peserta dituntut untuk membuat tulisan dengan mengacu pada tema besar di atas, perhatian saya tertuju pada satu peserta yang mengambil tema "Transformasi Digital". 

saya lupa judul tulisannya, akan tetapi jika tidak salah ingat, tulisannya menguraikan tentang inovasi baru dalam dunia digital khususnya dia ingin menciptakan aplikasi yang mempermudah orang untuk menghafal al-Qur'an, masalah besarnya kata dia terletak pada ketidak disiplinan orang untuk meluangkan waktu dalam menghafal al-Qur'an, sehingga dia ingin menciptakan satu aplikasi yang selain bisa mempermudah orang menghafal al-Qur'an juga bisa menjadi rujukan untuk disiplin dalam menghafal al-Qur'an. layaknya seperti aplikasi menghafal al-Qur'an pada umumnya tentu ada fitur-fitur mempermudah orang untuk mengenali bacaan dengan sempurna, irama bacaan, langgam, serta pilihan untuk setiap tingkatan hafalan dan bla..bla..bla.. seterusnya. 

fitur yang ditambahkan adalah adanya alarm pengingat untuk setiap penghafal Qur'an agar disiplin dalam menghafal al-Qur'an sehingga kata dia orang bisa dengan lebih disiplin untuk meluangkan waktu dalam membaca dan menghafal al-Qur'an, dalam benak saya terbesit "kalau ingin tambahkan alarm dalam aplikasi, kenapa tidak pakai alarm biasa saja yang ada di handphone?". 

Singkat cerita karena presentasinya bagus, tampilan power pointnya menarik dan kegigihan mempertahankan argumentasi, maka dia menjadi salah satu juara untuk KTI kategori putra dewasa.

Pikir saya adalah, sebenarnya bukan bagaiamana orang untuk rajin menghafal al-Qur'an yang utama, akan tetapi bagaimana masyarakat dapat hidup dengan Qur'an, beraktivitas setiap hari sandarannya adalah al-Qur'an, bagaiamana membumikan al-Qur'an khususnya ditanah Mongondow agar supaya masyarakat sadar dan tau akan adanya batasan, kebolehan dan larangan dalam kehidupan sehari-hari. 

Saya membayangkan masyarakat Bolaang Mongondow hidup dengan Qur'an sehingga mereka yang berdagang misalnya tidak akan berani mengurangi timbangan dagangan, para petani tidak akan membabat hutan secara sembarangan atau menutup pengairan untuk sawah lain, para nelayan tidak menggunakan pukat atau bom ikan dilaut, para politisi mau turun kebawah mengadvokasi si miskin dan bukannya sibuk dengan politik identitas kekeluargaan apalagi pakai uang, para birokrasi tidak mempersulit pelayanan masyarakat, pemerintah tidak asik mendatangkan investor dan membunuh rakyat secara perlahan, pebisnis tidak mengambil tanah rakyat karena alasan hutang, si kaya tidak seenaknya beli suara rakyat untuk kepentingan nyaleg, ormas keagamaan tidak sibuk mengawal caleg dan lupa pada masyarakat, pasangan suami istri tidak asyik mengumbar aib keluarga di facebook, anak muda pada waktu magrib dimasjid dan bukannya dipantai bikin story senja, dan silahkan teruskan...

pasalnya ditengah masyarakat bukan tidak mau menghafal al-Qur'an akan tetapi ketimbang menghafal al-Qur'an, mereka lebih memilih mengais rejeki untuk dapur tetap mengepul, seorang petani saja jika tidak bekerja 2 hari maka besok harinya mulai ada komplain dari bagian dapur. Seorang nelayan kalau tidak melaut maka tidak ada uang untuk beli beras dirumah, pedagang kalau tidak jualan di pasar maka anaknya tidak bisa sekolah, dan kalau dipikir-pikir itu juga bagian dari Maqashid Syari'ah yaitu memelihara jiwa. 

Sementara bagaimana membumikan al-Qur'an di tanah Mongondow, sedangkan pondok pesantren kalah trend dengan sekolah negeri, ustadz/imam dikampung terjebak dengan kemiskinan, ormas Islam sibuk mendorong kader untuk nyaleg, ditingkatan Desa pemerintah desa sibuk bikin anggaran dana desa, guru agama islam khawatir tidak tercatat namanya di DAPODIK.

Tapi setiap harapan patut di pertahankan, semangat anak-anak yang ikut lomba MTQ kemarin harus dibanggakan, alhamdulilah masih ada keluarga mereka yang menjadi pendidik utama sehingga ada generasi yang cinta akan al-Qur'an serta menjadi generasi emas sesungguhnya ke depan. Menjadi sebuah tamparan juga untuk kita, setidaknya kedepan harus diagendakan hafal al-Qur'an minimal beranjak dari 3 kul (kulhuallah hu ahad, kul a'uzubirabbil falaq, kul a'uzu birrabbinnas)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline