Lihat ke Halaman Asli

R.A. Vita Astuti

IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Manusia Kuantitatif

Diperbarui: 16 Januari 2021   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: townsquare.media

Di jaman posting-postingan dengan media sosial begini, banyak orang stress karena kadang postingannya tidak ada views-nya sama sekali. Atau, setelah sejam memposting tidak ada yang nge-like satupun. Sehingga banyak juga yang menyarankan untuk tidak usah memperhatikan angka-angka tersebut.

Tapi saya manusia kuantitatif sejak bayi. Maksud saya, sejak mengenal angka. Semua saya hitung walau kadang dalam hati. Bahkan semua tindakan selalu penih perhitungan. Apakah hobi ini membuat saya pandai matematika? Tidak juga. Saya hanya suka menghitung dan suka dengan jumlah. Apalagi jumlah tabungan di buku bank dan suku bunga bank.

Semua saya hitung. Misalnya, berapa langkah saya harus berjalan ke rumah teman. Berapa genjotan sepeda untuk pergi ke warung terdekat. Berapa kunyahan kalau makan. Kalau yang terakhir ini sampai sekarang saya masih menghitung sampai 32 kunyahan. Jadi, kalau makan bersama teman, selalu saya yang paling akhir selesai. Sampai dulu pernah dikerjain yang terakhir makan yang bayarin. Apes deh.

Kembali ke media sosial. Ada fitur yang katanya dihilangkan di Instagram tentang jumlah likes. Untung punya saya masih ada. Ya, saya suka melihat jumlah likes. Tapi saya tidak mudah stress karena target saya selalu rendah. Misalnya sekali posting semenit satu likes. Gampang mah ini dicapai. Lalu maksimal likes per postingan 50 saja. Eh kadang malah mencapai 200 likes. Gampang sekali saya bahagia.

Kadang saya bikin survey kecil memperhatikan akun Instagram teman. Ada yang followersnya 5.000 tapi kok postingannya paling banyak 75 likes dan rata-rata 50 likes? Apakah followersnya itu beli? Jadi curiga saya. Untung punya saya masih aman. Saya punya 1,500 followers dengan likes rata-rata 200-an berarti sekitar 13% followers melihat dan memberi apresiasi. Lumayan kan?

Paragraf di atas menunjukkan jalan pikiran saya yang suka dengan angka, jumlah dan perhitungan. Saya adalah manusia kuantitatif.

Tidak hanya di media sosial, ketika berolah raga pun saya juga pakai hitungan. Misalnya jogging sore hari harus sekali putaran dan waktunya minimal 10 menit. Sangat rendah target saya, memang.

Yang membahagiakan, di handphone saya ada aplikasi yang menghitung langkah kita setiap hari. Waktu saya sempat tinggal 3 minggu training di Harvard Uni di Boston, saya manfaatkan waktu senggang setelah training untuk jalan memutar blok. Trotoar di sana sangat menungkinkan untuk jalan atau jogging. Target saya 10 ribu langkah. Ternyata bisa dicapai dalam waktu 2 jam. Ketika ada teman mau gabung, kami sepakat 10 ribu langkah atau 2 jam, mana yang paling cepat. Eh kok kayak servis bengkel motor baru saja, ya.

Ya, begitulah kira-kira isi otak manusia kuantitatif. Semua dihitung dan dihubungkan dengan angka dan jumlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline