Aku baru mencari program tivi favoritku ketika ibuku memanggil.
"Nes, dicari Ditos nih!"
Ditos teman nge-danceku rumahnya dekat, di RT sebelah. Kami di rumah punya club dance, sering buat pentas-pentas acara kampung ataupun ikut lomba di tingkat kota. Dia tingginya 165 cm lebih, jadi tidak pernah menjadi partnerku kalau harus berpasangan, aku 155 cm kurang. Kalau main ke rumah sendirian biasanya mau ngomongin gerakan dance atau ada lomba dan harus milih dancer. Satu club kami ada sekitar 20 orang dan kalau lomba tidak boleh lebih dari 6 orang, jadi harus diseleksi. Kami berdua termasuk pendiri jadi kami yang bertugas untuk screening dancer.
"Baru ngapain, Nes?" Ditos langsung masuk ke rumah. Namanya memang asli D-I-T-O-S, dan sering kupanggil Citos, pengin kumakan.
"Baru mau liat balapan motoGP nih, udah mulai dari tadi. Baru ingat," jawabku. "Ada apa, Dit?"
"Ga papa, mau ikut nonton aja."
Ditos ikut menonton tivi sampai balapan selesai. Ada aku, ayah dan saudaraku yang juga suka menonton acara ini. Dia juga ikut hilir mudik mengambil snack dan minum untuk memeriahkan lap-lap yang ada. MotoGP selesai, Ditos pamit pulang. Tanpa menyinggung tujuannya ke rumahku.
"Pulang bener, nih, Dit?" kataku penasaran. Kuantar dia sampai di depan pagar rumah.
"Iya, ada yang mau kuomongin sih, tapi bisa kapan-kapan, ga harus sekarang."
"Sekarang aja ga papa, kamu malah bikin aku penasaran."