Pemerintah desa (Pemdes) merupakan ujung tombak pemerintahan di tingkat desa. Mereka memiliki peran penting dalam mengelola pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, layaknya manusia, pemerintah desa pun tak luput dari kesalahan. Kekeliruan dalam menjalankan tugas dan kewajiban mereka bisa berakibat fatal bagi desa dan warganya.
Pepatah bijak mengatakan Errare Humanum Es Trupe n Errore Perseverare yang artinya Kekeliruan itu manusiawi, tapi tidak boleh senantiasa berbuat keliru (berbuat salah). Kalimat ini sarat dengan makna, terutama dalam ranah hukum. Memang benar, manusia bisa berbuat salah dan keliru.
Kesalahan tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksengajaan, kurangnya informasi, ataupun kelalaian. Namun, hukum diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan manusia. Hukum memberikan batasan dan konsekuensi atas perbuatan, termasuk kesalahan. Artikel ini akan membahas tentang pandangan hukum terhadap kekeliruan pemerintah desa dan bagaimana prinsip ini diterapkan.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa? Undang-Undang ini menegaskan bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kesalahan, Tingkatan Kesalahan dan Belajar dari Kesalahan
Hukum pidana, misalnya, membedakan antara kesengajaan dan kealpaan. Kesengajaan terjadi ketika seseorang secara sadar melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Sementara kelalaian terjadi ketika seseorang lalai melakukan kewajiban atau bertindak tanpa kehati-hatian sehingga menimbulkan akibat yang merugikan. Hukuman yang dijatuhkan tentu berbeda tergantung pada tingkatan kesalahan tersebut.
Kesalahan yang disengaja akan mendapat hukuman yang lebih berat dibandingkan kesalahan akibat kelalaian. Meskipun kekeliruan bisa dimaklumi, tetap ada dampak yang ditimbulkan. Kesalahan dapat merugikan pihak lain, menimbulkan kerugian materil maupun immateriil.
Hukum berusaha mencegah terjadinya kesalahan dengan cara membuat aturan yang jelas. Undang-undang disusun dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak multitafsir. Selain itu, sosialisasi hukum juga penting dilakukan agar masyarakat, pemerintah desa, LKD dan lainnya, sadar akan hak dan kewajibannya.
Pepatah bijak lain mengatakan "lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali". Meskipun kekeliruan tidak bisa dihindari sepenuhnya, manusia bisa belajar dari kesalahan. Ketika melakukan kesalahan, hendaknya kita introspeksi dan mencari tahu penyebabnya. Dengan demikian, kita bisa memperbaiki diri dan menghindari kesalahan yang sama di masa depan. Hukum pun memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk memperbaiki kesalahannya melalui proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Kekeliruan memang bagian dari kehidupan manusia. Namun, hukum memberikan batasan dan konsekuensi atas perbuatan tersebut. Dengan menerapkan prinsip proporsionalitas dalam penjatuhan hukuman dan memberikan peluang untuk perbaikan, hukum dapat menegakkan keadilan tanpa mengesampingkan kodrat manusia yang bisa berbuat keliru.
Berbagai bentuk kekeliruan yang sering dilakukan pemerintah desa antara lain: Penggunaan Dana Desa yang Tidak Tepat Sasaran: Dana desa yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.