Lihat ke Halaman Asli

No Viral, No Justice: Peran Media Sosial dalam Penegakan Hukum

Diperbarui: 7 Desember 2024   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Sidang (Sumber: freepik)

Media sosial memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan luas, yang memudahkan masyarakat untuk memberikan perhatian pada kasus-kasus tertentu. Ketika sebuah kasus menjadi viral, masyarakat cenderung memberikan tekanan kepada pihak berwenang untuk bertindak, sehingga aparat penegak hukum merasa lebih terdorong untuk segera merespons. 

Dalam banyak hal, opini publik yang berkembang di media sosial ini berperan besar dalam mempercepat proses hukum. Istilah ini merujuk pada kenyataan bahwa di era digital saat ini, banyak kasus hukum yang seolah-olah hanya mendapatkan perhatian dan tindakan hukum setelah menjadi viral di media sosial. 

Pertanyaan utama yang ingin dianalisis adalah sejauh mana fenomena ini memengaruhi sistem penegakan hukum, apakah media sosial dapat berfungsi sebagai alat untuk menuntut keadilan, dan bagaimana peranannya dalam membentuk opini publik serta tekanan terhadap aparat penegak hukum.

Dalam beberapa kasus, media sosial dapat memaksa aparat penegak hukum untuk bertindak lebih cepat. Tekanan publik yang kuat sering kali membuat lembaga-lembaga hukum merasa bahwa mereka perlu mengambil langkah cepat untuk menghindari kecaman atau kehilangan kepercayaan masyarakat. Namun, fenomena ini juga dapat menciptakan masalah besar bagi sistem peradilan. 

Penegakan hukum seharusnya tidak bergantung pada popularitas atau opini publik yang berkembang di media sosial. Kasus yang menjadi viral mungkin mendapatkan perhatian lebih cepat, tetapi ini bisa mengurangi objektivitas dan kualitas keputusan hukum. Apalagi jika penegakan hukum dipengaruhi oleh opini yang tidak sepenuhnya didasarkan pada fakta atau prosedur hukum yang benar.

Fenomena "No Viral, No Justice" menjadi semakin relevan di tengah kemajuan teknologi informasi yang pesat. Media sosial memiliki kekuatan untuk menyebarkan informasi secara cepat dan luas, yang sering kali membawa perhatian publik pada kasus-kasus hukum yang sebelumnya kurang mendapat sorotan. 

Di sisi lain, hal ini menimbulkan masalah dalam konteks penegakan hukum yang seharusnya bersifat adil, transparan, dan berdasarkan pada prosedur yang jelas.

Sistem hukum idealnya tidak dipengaruhi oleh opini publik yang berkembang di media sosial, namun kenyataannya, banyak orang merasa bahwa proses hukum tidak adil kecuali jika sebuah kasus menjadi viral dan mendapat perhatian luas. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam akses terhadap keadilan yang bisa dipengaruhi oleh kekuatan media sosial, yang dapat mengubah atau mempercepat keputusan hukum. 

Hmm, apakah ini menandakan kelemahan dalam sistem hukum kita?

Pendekatan sosiologi hukum memberikan perspektif yang melihat hubungan antara hukum dengan masyarakat. Dalam hal ini, kita bisa melihat bagaimana interaksi antara media sosial dan penegakan hukum memengaruhi norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dalam perspektif ini, hukum tidak berdiri sendiri, tetapi selalu terhubung dengan dinamika sosial yang berkembang.

  1. Peran Media Sosial dalam Membentuk Opini Publik
    Media sosial berfungsi sebagai ruang publik yang memungkinkan berbagai suara untuk terdengar. Dengan kekuatan viralitasnya, media sosial dapat memengaruhi bagaimana masyarakat memandang sebuah kasus hukum. Ketika suatu kasus menjadi viral, masyarakat cenderung memberikan tekanan kepada aparat penegak hukum untuk bertindak, bahkan sebelum proses hukum berjalan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan media sosial sebagai saluran untuk menuntut keadilan, meskipun proses hukum yang adil seharusnya tidak dipengaruhi oleh opini publik.
  2. Dinamika Kekuatan Sosial dan Hukum
    Dalam sosiologi hukum, ada konsep bahwa hukum tidak hanya dibentuk oleh norma yang tertulis, tetapi juga oleh norma sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan media sosial, norma sosial ini dapat bergerak dengan sangat cepat, menciptakan tekanan bagi pemerintah dan lembaga hukum untuk bertindak sesuai dengan keinginan masyarakat. Media sosial memberi platform bagi mereka yang sering kali tidak terwakili dalam ruang publik atau yang tidak memiliki akses ke jalur hukum yang resmi. Kelompok-kelompok terpinggirkan---seperti kaum minoritas, perempuan, atau korban kekerasan---dapat menggunakan media sosial untuk mengungkapkan pengalaman mereka dan menuntut perhatian terhadap ketidakadilan yang mereka alami. Ini bisa menjadi langkah pertama menuju perubahan sosial yang lebih besar.
  3. Kelemahan Sistem Penegakan Hukum
    Di sisi lain, "No Viral, No Justice" juga mengindikasikan adanya kelemahan dalam sistem penegakan hukum kita. Ketika media sosial menjadi lebih berpengaruh daripada prosedur hukum yang berlaku, ini menunjukkan bahwa hukum bisa saja tidak berjalan secara adil apabila tidak ada perhatian publik. Kasus yang tidak viral atau tidak mendapat perhatian luas sering kali diabaikan atau ditangani secara lambat, yang mencerminkan ketidakadilan dalam akses terhadap keadilan. Dengan demikian, media sosial bukan hanya sekadar alat, tetapi juga menjadi indikator bahwa hukum belum sepenuhnya melayani seluruh lapisan masyarakat secara adil.
  4. Norma Hukum dan Etika di Era Digital
    Dalam era digital, munculnya norma-norma baru yang tidak selalu sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku merupakan tantangan besar. Media sosial sering kali membentuk opini yang kuat berdasarkan persepsi cepat, yang kadang tidak selalu berdasarkan fakta yang akurat. Hal ini memunculkan pertanyaan etika: apakah aparat penegak hukum harus mengambil keputusan berdasarkan tekanan opini publik yang terbentuk di media sosial, atau tetap berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku?
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline