Lihat ke Halaman Asli

Fauziah Kurniasari

Author/Health Humanities and Arts/Critical Theorist

Monggo Pinarak

Diperbarui: 30 Juni 2024   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KKN. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Monggo Pinarak

Prang! Tak disengaja Bu Sri menjatuhkan cangkir teh. Merah di wajah tak dapat dihindarkan memberitahu seseorang lainnya di ruangan betapa malunya ia.

"Aduh, nuwunsewu, Pak Kades." Segera aroma teh menjarah seluruh ruangan tamu rumah Kades Yudi.  "Aduh. Kesenggol. Aduh. Gimana ini?!" Bu Sri jongkok, berdiri, jongkok lagi. Panik bukan kepalang. Cangkir yang dipecahkan pastilah harganya mahal. Sungguh tampak kemewahan dari warnanya yang kuning keemasan dengan ukiran bunga mawar putih di dua sisinya. Ah, pastilah harus ganti rugi.

"Yu War. Yu! Tolong, Yu! Ini cangkirnya pecah." Seru Pak Kades Yudi. "Mboten nopo, Bu. Nggak papa. Nanti dibersihkan sama Yu War." Syukurlah, Kades Yudi tidaklah kesal. Hanya ia dalam hati bersiap dimarahi istrinya yang pasti ngomel-ngomel bilamana tahu cangkir kesayangannya berkurang satu. Beruntung masih ada waktu untuk berlega hati barang sejenak sebelum istrinya itu pulang dari posyandu.

"Duh, lihat tho, pak? Sampai panik lho saya itu. Saking takutnya. Gimana ya, pak. Kalau nanti orang itu bebas, apa bener bapak mau diam saja?"

Kades Yudi diam saja mendengar pertanyaan Bu Sri. Sudah tiga kali tetangganya itu bertanya pertanyaan yang sama, tapi Kades Yudi masih belum bisa menjawabnya.

Serpihan beling cangkir sedang dibersihkan Yu War. Aroma teh sudah berubah jadi aroma memualkan dari obat pel lantai. Sambil berjongkok, tangan Yu War gemetaran. Diangkatnya satu per satu beling-beling kaca. Bukan takut tersayat pecahannya. Yu War gemetar mendengar pertanyaan Bu Sri kepada Kades Yudi.

Kades Yudi berbeda. Ia tidak gemetar dan gelisah sama sekali. Tidaklah juga ia takut. Tapi dipikirkannya dalam-dalam desas desus tentang orang itu yang sudah mengkhawatirkan banyak warga akhir-akhir ini. Mungkin baginya bukan masalah. Tapi bagi warga? Apa yang harus dikhawatirkan sebenarnya?

Di teras rumah ada dua orang lainnya yang penasaran juga. Mencuri dengar pembicaraan di ruang tamu membuat mereka merencanakan sesuatu. Kedua pemuda yang hampir sama tinggi badannya itu bergegas berjalan ke rumah sebelah. Salah satu berjalan lebih cepat meninggalkan kawan lainnya yang santai saja tak tahu mengapa ia harus terburu-buru.

"Ti, ti! Dah denger belum?" Seorang pemuda, Tri namanya, buru-buru duduk di lantai di samping seorang gadis yang sedang bermain cilukba dengan seorang bayi di ruang tamu tetangga sebelah Kades Yudi.

"Opo to, Tri?" Mulutnya menjawab Tri, namun matanya tak meninggalkan dari memandang si bayi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline