Lihat ke Halaman Asli

Firmansyah Trinanda

Penulis Was-Wes-Wos

Filsafat Progresif: Mari Gulingkan Hegemoni Filsafat yang Terlalu Diagungkan!

Diperbarui: 22 April 2024   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pinterest.com/lifehack

Ah, filsafat, si ilmu abstrak yang terlalu diagung-agungkan, mirip seperti nescafe sachet yang disajikan berbentuk dalgona di kafe mahal. Banyak orang membicarakannya dengan penuh kagum dan semangat, seakan hanya merekalah yang paling paham tentang kebenaran. Bersulang dengan teori-teori untuk mengusik kepala seperti alkohol mengaduk perut sampai muntah. 

Sementara yang lain dianggap seperti bocah otak kosong tanpa makna yang harus dijejali kesadaran. Seakan-akan ilmu filsafat adalah syarat bagi ke-intelek-an, membuatnya bisa semena-mena menggolongkan yang lain tidak berwawasan. Padahal mereka hanya terlalu bangga dengan apa yang dibaca, kebetulan bacaannya itu memang tidak dibaca oleh lawan bicara.

Bahkan seringkali, para pemujanya seperti pendeta yang menjaga rahasia ilahi yang hanya bisa diungkapkan melalui simbol tak terjamah dan tak terjemahkan. Mereka berbicara tentang "metafisika" dan "ontologi" seolah-olah itu adalah satu-satunya kunci menuju pintu rahasia alam semesta, padahal hanya menjebak pikiran dalam labirin kosong yang menyelimuti kenyataan akan rasa rendah diri. Filsafat jadi tak lebih dari sekedar pemanis kopi!

everydaypower.com 

Tentu saja, seperti kopi yang baik, itu bisa membangkitkan dari tidur kebingungan kita tentang kehidupan dan eksistensi. Namun harus diingat, bahwa terlalu banyak kafein bisa membuat gelisah. Begitupun filsafat, bisa membuat kita tersesat dalam refleksi yang tak kunjung berujung, malah jadi makin resah kalo itu kebanyakan tanpa pendalaman.

Filsafat sendiri sebenarnya adalah alat untuk mencapai kebijaksanaan, bukan untuk membangun tembok pengelompokan mana si pintar, dengan teori-teori yang hanya bisa dipecahkan oleh segelintir manusia pilihan yang memang memilih jalan keruwetan. Kebanyakan orang terlalu sering lupa bahwa tujuan utama dari mempelajari filsafat itu untuk membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih baik.

Bayangkan, anda rebahan di tempat kesayangan dengan buku-buku tebal filsafat di pangkuan, sementara ada tagihan hutang yang perlu dibayarkan. Apa yang lebih penting: tau tentang konsep "hilemorfisme" Aristoteles atau memikirkan cara bagaimana untuk membayar hutang?

Maka, tidak ada yang "wah" dari ilmu filsafat dibanding lainnya, tidak ada juga keharusan untuk tau mengenai teori-teori kompleks dan menyembah para filsuf besar pada altar pemikiran kita. 

Nyatanya semua orang adalah filsuf bagi kehidupannya. Karena akar dari filsafat adalah berpikir dengan output berbentuk pertanyaan, seperti Mang Maman yang mempertanyakan "besok mau belanja apa saja untuk keperluan warung?". Ya, sesederhana itu. Mang Maman sudah berfilsafat atas jalan kehidupannya sendiri yang melahirkan berbagai kalkulasi untuk mendapat jawaban bagi kegundahannya. 

quotesgram.com 

Barangkali sekarang saatnya untuk memandang filsafat sebagai alat untuk memahami kehidupan sehari-hari dengan cara menekankan pada esensi dari filsafat itu sendiri, dimana kebijaksanaannya terletak pada kesederhanaan, bukan pada kompleksitas teori-teori. Agar terbebas dari kesombongan intelektual yang hanya membuat itu lebih terpinggirkan daripada sebelumnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline