Lihat ke Halaman Asli

Sepenggal Kisah di Puncak Awan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Asap dingin bersemburan dari mulut ketika berbicara. Ini bukan Korea si negeri gingseng. Pikiranku melayang seolah melihat butiran salju, khayalan ini terjadi karena keseringan menonton drama korea. Bukan berlebihan, tapi karena aku belum melangkah sebelumnya. Jalanan terjal mulai kami rasakan saat memasuki jalan Bireun menuju arah Aceh Tengah. Pukul 01.25 pagi, empat mobil beriringan menuju dataran tinggi Aceh. aku tercengang melihat badan jalan yang setengahnya di penuhi tanah longsor. Sangat berbahaya, tapi inilah jalan yang harus kami tempuh selama delapan jam dari Kota Banda Aceh sampai Bener Meriah. “Masih perlu waktu satu jam sampai dua lagi menuju Kota Takengon,” kata Friska, anggota Racana, Pramuka UIN Ar-Raniry. Aku bergabung bersama teman-teman Racana menuju kota Takengon memnuhi undangan senior Racana yang melangsungkan pernikahan. Walaupun bukan anggota Racana, mereka cukup baik menerimaku. Pertama kalinya seperti mandi menggunakan air es. Sensasional. Aku menikmatinya. “Kami sudah biasa seperti ini,” ujar Friska, si tuan rumah. Pukul Sembilan pagi, setelah bersiap-siap dengan menggunakan baju pesta, kami berangkat ke Takengon di pandu oleh bundanya Friska, Khatijah (35). Menelusuri jalan pintas dari desa Blang Mancung menuju Takengon. Khatijah banyak bercerita tentang kota itu. Blang Mancung di kenal sebagai kampung tebu, disana juga terdapat parik yang mengolah tebu menjadi gula. Sepanjang jalan dari blang mancung kami hanya melihat pohon tebu berderet-deret. Sampai masuk desa Pantang Troeng, giliran tanaman kopi yang berjejer mengiringi jalan.

Hampir setiap halaman rumah di Pantang Troeng menjajal kopi untuk di jemur

Salah stu Meunasah di daerh Pantang Troeng yang roboh karena gempa di Gayo beberapa waktu lalu

Pantang Troeng mempunyai daya pikat yang luar biasa, padahal masih pagi tapi jalanan kami ditutupi kabut dingin. Hanya berjarak 5 meter ke depan mata memandang. Dari puncak Pantang Troeng, kita bisa melihat view kota Takengon yang mengelilingi Danau Lut Tawar. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa… aku tak bisa menahan terikan. Dari dalam mobil, sedikit kepalaku keluarkan dan mulai berteriak dengan melempangkan tangan. ‘Surga di atas awan,’ pikirku. Sayangnya, jalanan terjal membuat kami kesulitan menaiki puncak, tiga mobil di belakang kami terjebak di badan jalan yang rusak menaiki puncak. Solusinya, teman-teman harus turun dan mendorong mobil bersama-sama.

Aksi mendorong mobil yang terjebak terjalnya jalan mendaki ke puncak Pantang Troeng

Kawasan Pantang Troeng yang diselimuti kabut dingin

Foto Bareng setelah berhasil mendorong mobil. #Pantang Troeng

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline