Dengan berbekal bercumbu dalam dunia sastra dan puisi, aku terdorong untuk menjadi bagian dari sastra Indonesia. Awalnya, aku membayangkan bahwa menjadi sastrawan akan memukau dan membanggakan banyak orang.
Antara Impian dan Kenyataan: Perjuangan Seorang Pencinta Puisi
Namun, kenyataannya, menjadi sastrawan Indonesia bukanlah perjalanan yang mudah. Cinta pada puisi sudah membentuk diriku sejak kelas 2 SMP, ketika aku masih selucu marmut. Dalam satu buku khusus puisi yang kupunya, setiap halamannya menyimpan kisah imajinatif. Namun, kehilangan beberapa kumpulan puisi dan kegagalan dalam kompetisi menulis membuatku menyadari bahwa ambisi perlu disertai ketekunan.
Meski seringkali tak meraih kemenangan dalam lomba puisi, kegagalan itu mengajarkanku betapa pentingnya membuat puisi yang dapat diresapi oleh orang banyak. Perjalanan panjang ini memuncak saat aku meraih juara pertama dalam lomba puisi kampus. Namun, itu hanya sebagian kecil dari perjalanan.
Mengukir Jejak: Meniti Karier Seorang Pencinta Puisi
Perjalanan untuk menjadi sastrawan sehebat tokoh-tokoh besar masih panjang. Meski telah menerbitkan beberapa buku, termasuk dalam penerbit indie, itu hanyalah awal. Menjadi sastrawan berarti harus siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang kompleks tentang sastra dan puisi.
Melihat keterbatasan diriku, impian untuk menjadi sastrawan atau penyair Indonesia mulai kugeser menjadi seorang pembaca puisi. Menjadi pembaca puisi memberi kebebasan untuk menikmati puisi tanpa beban berat seorang sastrawan. Itu seperti menemukan kebebasan baru dan membebaskan diri dari tekanan yang tak terlalu kumengerti.
Seiring perjalanan ini, aku menyadari bahwa menjadi pembaca puisi juga memiliki daya tariknya sendiri. Tidak perlu menjadi ahli atau senior, siapa pun bisa menikmati puisi tanpa merasa terbebani oleh pengetahuan sastra yang mendalam. Bagi saya, menjadi pembaca puisi adalah pilihan yang lebih ringan dan lebih populer.