Lihat ke Halaman Asli

Uwais AlQarni

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Politik Apartheid: Sejarah Kelam Politik Afrika Selatan

Diperbarui: 21 Mei 2022   08:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam Perkembangan kehidupan di dunia modern, perbedaan manusia satu dengan manusia lainnya haruslah menjadi sesuatu yang biasa dalam kehidupan antar masyarakat. Hal ini karena memang tuhan menciptakan makhluknya dalam bentuk yang bermacam-macam meskipun dalam jenis yang sama. 

Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna dengan dikaruniai akal, dapat menggunakan akal sehatnya untuk menerima perbedaan yang terjadi di sekitar. Khususnya perbedaan antar manusia. Seringkali, atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, dan lain sebagainya menjadikan manusia saling mengelompokkan dan mengotak-ngotakkan antara manusia satu dengan manusia lainnya. 

Sehingga dari hal tersebut, banyak terjadi kasus pelecehan, diskriminasi, dan rasisme. Dan banyak kasus di dunia ini yang terjadi akibat perbedaan-perbedaan yang telah disebutkan diatas serta memengaruhi kehidupan bahkan aktivitas manusia. 

Seperti contohnya dari bidang olahraga, beberapa supporter sepakbola melontarkan kalimat rasisme yang ditujukan kepada pemain berkulit hitam, dari bidang social, beberapa orang sering mencela orang-orang Asia dengan ejekan fisik seperti menyipitkan mata karena sebagian orang Asia memiliki mata yang sipit, dari bidang politik, pernah berlaku Politik Apartheid yang terjadi di Afrika Selatan.

Politik Apharteid adalah system politik yang memisahkan antara golongan kulit putih dan golongan kulit hitam di Afrika Selatan sehingga terjadi perbedaan hak yang didapatkan oleh kedua golongan tersebut. Golongan kulit putih mendapatkan hak-hak yang istimewa sedangkan golongan kulit hitam tidak. 

Penerapan politik Apharteid dimulai sejak pemerintahan Inggris dan Belanda di Afrika Selatan. Kemudian pada 1948, ketika pemerintah Nasionalis dibentuk setelah partai Nasionalis memenagkan pemilu dan membawa system Apharteidnya.

 Pemerintah melakukan pemisahan warna kulit. Ideologi Apharteid diprakarsai oleh Perdana Menteri Republik Afrika Selatan yakni Dr. Hendrik Verwoerd yang dikuatkan dengan undang undang yang dikeluarkannya. Undang undang tersebut memisahkan rakyat Afrika menjadi tiga golongan warna kulit yang berbeda yakni kulit putih, kulit hitam, dan kulit campuran. 

Orang-orang dengan kulit putih memiliki hak diatas dari kulit hitam. Politik Apharteid berlaku hingga awal tahun 1990-an. Dan selama waktu tersebut, banyak sekali terjadi demonstrasi yang menolak kebijakan politik Apharteid tersebut.

Politik Apharteid tentunya banyak dikecam karena orang-orang kulit hitam sangat dirugikan atas pembagian hak berdasarkan warna kulit. Ini dapat dilihat dari kontribusi politik yang membatasi orang-orang kulit hitam untuk berpartisipasi dalam kursi politik. 

Selain itu, pembagian daerah untuk tempat tinggal juga diatur. Orang-orang kulit hitam banyak tinggal di daerah perbatasan utara hingga timur. Sedangkan orang-orang kulit putih tinggal di daerah yang luas dengan sumber daya alam yang melimpah. 

Dalam bidang pekerjaan, orang-orang kulit hitam maksimal hanya menjadi seorang buruh. Juga dalam pendidikan, jarang sekali orang-orang kulit hitam yang dapat mengenyam pendidikan. Kalaupun mendapatkan pendidikan, pembelajarannya dibedakan dengan orang-orang kulit putih. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline