Lihat ke Halaman Asli

Laskar Rembulan = Laskar Pelangi di Tegalmojo

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah membaca tulisan Opa Jappy mengenai Cara Berangkat ke Sekolah, Setelah 68 Tahun Merdeka, saya ingat bulan Juni-Juli lalu ketika melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di sebuah desa terpencil kota Probolinggo.

Ada sebuah sekolah, namanya SDN Tegalmojo 01. Jumlah siswa yang bersekolah di sini mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 hanya tercatat 11 orang. Dengan 9 laki-laki dan 2 orang perempuan. Guru pengajar hanya 1 orang dan itupun merangkap sebagai kepala sekolah. Dari jumlah muridnya yang memprihatinkan sudah pasti bisa dibayangkan seperti apa bangunan sekolahnya. Seperti sekolah laskar pelangi? Ya, bisa jadi. Namun keadaan sekolah dasar ini bisa dibilang lebih baik. Meski hanya terdapat 3 ruang kelas yang tiap ruangan merangkap untuk beberapa kelas, satu ruangan lagi merangkap dengan kantor kepala sekolah, namun dinding sekolah ini terbuat dari batu bata dan seetengah papan kayu. Cukup bagus? Tidak juga. Lantainya terbuat dari ubin yang sudah rusak dan retak. Langit-langitnya terbuat dari bambu /gedhek, kondisinya sudah bolong-bolong, kalau hujan ya pasti bocor. Jangan tanya kamar mandinya, mereka tak punya ruangan untuk buang hajat. Kalau ingin BAK/BAB mereka biasa melakukannya di sungai yang letaknya bersebelahan dengan sekolah atau menumpang di balai desa. Mereka juga tak punya perpustakaan. Buku-buku sumbangan dari pemerintah ditata di sepanjang jendela yang terbuat dari kawat-kawat. Kalau hujan turun, maka jendela ini ditutup menggunakan plastik yang panjangnya hampir 15 meter untuk melindungi buku supaya tidak basah.

Meski kondisi sekolah seperti ini tak satupun saya melihat padamnya semangat siswa-siswi SDN Tegalmojo 01 untuk belajar. Terbukti mereka sangat antusias ketika kami memberikan materi tentang PHBS di sekolah. Mereka datang setengah jam sebelum pelajaran dimulai dengan menggunakan sandal jepit dan baju rumahan. Ditangannya tergenggam buku bergambar caleg yang masih kosong dan sebuah bolpoin untuk menulis. Sungguh kehidupan yang sederhana dan membuat saya terharu.

Penulis punya sebutan sendiri untuk mereka, yaitu laskar rembulan, terinspirasi dari laskar pelangi (novel laskar pelangi,red). Kenapa laskar rembulan? Karena di desa Tegalmojo kami sering melihat bulan yang sangat indah. Seindah senyuman dan tawa mereka yangsudah menerangi dan menemani hari-hari kami di desa Tegalmojo. Tak lupa rasa kagum dan hormat tercurah untuk Bapak Kepala Sekolah (sayangnya, penulis lupa nama beliau) satu-satunya guru di sekolah ini. Beliau adalah sosok lain dari Bu Muslimah yang berjuang untuk mempertahankan pendidikan di desa terpencil seperti desa Tegalmojo. Keinginannya hanyalah agar suatu saat ada generasi dari desa ini yang menjadi salah satu pemimpin di negerinya. Aamiin, Pak, kami doakan.

Mungkin ini adalah 1 dari 1000 potret sekolah di Indonesia yang yang kondisinya kurang memadai. Penulis yakin di luar sana masih banyak sekolah yang jauh lebih memprihatinkan dari sekolah laskar rembulan kami.

foto : dok.pribadi

Kulihat gambar presiden, burung garuda, dan wakil presiden tanpa pigura yang sudah lusuh. Sambil memandangnya saya bergumam, “Lihatlah Pak, mutiara-mutiara bangsa itu sebenarnya bertebaran di bumi Indonesia. Namun masih banyak yang tertutup oleh lumpur kerakusan manusia.”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline