Lihat ke Halaman Asli

Hubungan Intim Nilai Tukar Rupiah dan Devisa

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14095618791401151872

[caption id="attachment_340576" align="aligncenter" width="597" caption="Peti Kemas Untuk Mengangkut Hasil Ekspor. Sumber: http://cdn-media.viva.co.id/thumbs2/2012/01/24/141189_pelabuhan-peti-kemas-pelindo-ii-tanjung-priok--jakarta_663_382.jpg"][/caption]

Struktur perekonomian Indonesia secara besaran bersumber pada ekspor yang berbasiskan sumber daya alam. Ekspor berbasis sumber daya alam memiliki kelemahan dan kerugian diantaranya:

·ketergantungan yang besar pada permintaan dan harga di dunia,

·Nilai barang yang relatif murah dikarenakan tidak adanya nilai tambah terhadap barang tersebut.

·Serta sumber dan kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu negara juga rawan habis apabila tidak dikelola dengan sebaik-baiknya.

Di sisi lain, impor komoditi Indonesia didominasi oleh barang jadi, sehingga nilai impor lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor.

Ekspor apapun baik yang berbasis sumber daya alam ataupun olahan dan barang jadi pada dasarnya akan memberikan kontribusi kepada pendapatan atau devisa negara. Devisa hasil ekspor (DHE) memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pemasukkan negara, tengoklah Cadangan Devisa di bulan Juli 2014 lalu yang salah satu sumber kenaikannya berasal dari DHE Migas pemerintah yang melampaui pengeluaran atas utang luar negeri pemerintah. Jadi bisa dikatakan bahwa DHE memilliki kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian dalam hal ini salah satunya adalah sebagai sumber penambahan Cadangan Devisa.

Hubungan DHE dengan Stabilitas Nilai tukar

Sebelum Juni 2013, DHE yang diterima oleh produsen atau korporat tidak diwajibkan untuk diterima melalui bank devisa di dalam negeri. Ibarat pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga”, pendapatan ekspor yang lebih kecil dibandingkan pengeluaran impor tidak juga dapat dimanfaatkan karena lebih banyak ditempatkan di bank luar negeri. Pada akhir 2013, beberapa media menyatakan bahwa uang orang Indonesia yang ditempatkan di Luar Negeri sekitar USD140 Miliar. Jumlah ini bahkan lebih besar dari Cadangan Devisa saat ini yaitu dikisaran USD110 Miliar. Bisa disimpulkan bahwa manfaat atas kekayaan alam yang dikeruk dan dijual tadi tidak diterima oleh Indonesia secara utuh. Saat Ini, aturan yang dikeluarkan terkait penerimaan DHE adalah mewajibkan DHE untuk diterima dahulu melalui bank devisa di dalam negeri

Selain berkontribusi kepada cadangan devisa, DHE sendiri juga memiliki kontribusi bagi stabilitas nilai tukar. Peraturan BI yang menyatakan bahwa penerimaan DHE harus dilakukan melalui bank devisa yang berada di Indonesia memiliki dampak yang baik bagi stabilitas nilai tukar rupiah. Sebelumnya, tidak seluruh DHE masuk ke dalam negeri sehingga pasar valuta asing domestik mengalami kondisi kekurangan pasokan valas. Kekurangan pasokan valas tersebut umumnya dipenuhi oleh modal asing jangka pendek (hot money) yang rentan terhadap pembalikan (sudden capital reversal) sehingga berpotensi mengganggu kestabilan rupiah. Meski tidak diwajibkan untuk ditahan dalam jangka waktu tertentu, dengan adanya aliran DHE yang sementara masuk ke Indonesia akan menambah likuiditas valas dalam negeri khususnya untuk menjaga keseimbangan antara supply dan demand valuta asing dan mengurangi ketergantungan terhadap dana asing jangka pendek (hot money) tadi.

Lalu apakah cukup DHE yang masuk melalui bank di dalam negeri untuk menjaga stabilitas nilai tukar secara berkesinambungan? Jawabannya iya, apabila DHE yang masuk ke dalam negeri dapat bertahan lama di Indonesia, artinya tidak hanya “mampir” saja dalam rangka memenuhi kewajiban dari aturan yang berlaku. Apabila dibenturkan kepada UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar memang tidak ada larangan mengenai jangka waktu ataupun tempat yang mewajibkan devisa di tempatkan. Beberapa negara memiliki kebijakan berbeda satu sama lain dalam mengelola Devisa Hasil Ekspornya sekaligus mendukung stabilisasi nilai tukarnya. Dalam hal ini, sebagai contoh Thailand yang menyatakan bahwa siapapun yang mendapatkan dana asing dari Luar Negeri wajib untuk diletakkan ke bank dalam negeri yang ditunjuk setidaknya selama 360 hari sejak dana asing tersebut diterima. Pengecualian hanya diberikan kepada orang asing yang hanya tinggal sementara dan tidak lebih dari 3 bulan. Negara lain seperti India juga mengharuskan devisa penerimaan ekspornya diletakkan di dalam negeri paling lambat 6 bulan sejak devisa hasil penerimaan ekspor tersebut diterima.

Negara memiliki aturannya masing-masing dalam mengelola devisanya masing-masing, namun untuk Indonesia yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap arus modal dan finansial, pendalaman pasar keuangan dengan menambah variasi instrumen dan aturan-aturan terkait didalamnya menjadi hal yang sangat krusial untuk dilakukan. Dengan beragamnya instrumen keuangan di Indonesia diharapkan transaksi valas di Indonesia dapat lebih bergairah dan lebih atraktif agar nantinya diharapkan pasokan valas di dalam negeri dapat terus terjaga sehingga keseimbangan supply dan demand valas dapat terpenuhi dan mengurangi gejolak penarikan dana hot money. Pada dasarnya, dukungan dari berbagai pihak dalam rangka memanfaatkan DHE juga dapat dilakukan pemerintah seperti dengan memberikan insentif pajak kepada eksportir – eksportir yang berkomitmen untuk meletakkan DHEnya di dalam negeri yang pada akhirnya akan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline