Lihat ke Halaman Asli

Sentimennya si Nilai Tukar

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14099098971978444840

[caption id="attachment_341225" align="aligncenter" width="530" caption="Papan Pengumuman Nilai Tukar (Sumber: http://cdn-media.viva.co.id/thumbs2/2008/10/15/55717_papan_pengumuman_valas_663_382.JPG)"][/caption]

Nilai tukar merupakan salah satu topik yang sangat hangat dibicarakan setiap hari di media khususnya media bisnis dan keuangan. Beberapa media bahkan memberikan analisa harian terkait dengan pergerakan nilai tukar satu negara terhadap negara lain. Umumnya analisa harian terhadap nilai tukar sangat berguna bagi pelaku pasar keuangan dan modal. Tidak hanya bagi pelaku pasar keuangan dan modal, bagi pedagang pun pergerakan nilai tukar menjadi salah satu hal yang penting dalam menjaga kesinambungan bisnisnya. Kestabilan nilai tukar suatu negara merupakan dambaan banyak pihak. Tidak hanya bagi pedagang atau pelaku pasar keuangan dan modal saja, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat memiliki kepentingan pada pergerakan nilai tukar. Negara-negara yang memenuhi kebutuhan barang melalui ekspor dan impor pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada pergerakan nilai tukar. Peneliti dari Federal Reserve Bank of Philadelphia, Gregory Hopper menjelaskan bahwa pergerakan nilai tukar suatu negara ternyata dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu fundamental dan sentimen.

Pergerakan nilai tukar berdasarkan fundamental ekonomi

Secara harfiah, fundamental dapat diartikan sebagai suatu hal yang mendasar. Apabila kita artikan secara lebih dalam, fundamental ekonomi suatu negara adalah ukuran mendasar dari perekonomian suatu negara. Lalu apa saja ukuran mendasar dari perekonomian suatu negara tadi? Saya tidak akan membahas keseluruhan ukuran mendasar dari perekonomian suatu negara. Tapi sebagai contoh, salah satu hal yang diukur dari perekonomian suatu negara adalah inflasi. Apabila diartikan, inflasi adalah kenaikan harga sejumlah barang dalam periode waktu tertentu. Lalu apa pengaruhnya inflasi yang menjadi salah satu indikator fundamental perekonomian terhadap nilai tukar.

Peningkatan harga barang dapat berbanding lurus dengan penurunan nilai mata uang. 1 mangkok bakso yang sebelumnya berharga Rp. 5000 kemudian naik menjadi Rp. 8000 dapat diartikan sebagai turunnya nilai mata uang rupiah terhadap suatu barang. Turunnya nilai mata uang rupiah terhadap suatu barang dan jasa didalam negeri dapat menyebabkan aliran masuk barang dan jasa dari luar negeri (impor) semakin tinggi akibat nilai barang dari luar negeri yang semakin kompetitif dibandingkan nilai barang di dalam negeri. Transaksi impor membutuhkan konversi mata uang dalam negeri ke mata uang asing yang pada akhirnya membuat kebutuhan akan mata uang asing semakin besar untuk kebutuhan impor. Beberapa faktor fundamental lain pun memiliki logika beraneka ragam yang pada akhirnya mempengaruhi nilai tukar suatu negara terhadap negara lain.

Sentimennya si Nilai Tukar

Selain faktor fundamental yang disebutkan diatas, pergerakan nilai tukar juga dipengaruhi oleh faktor sentimen. Mengapa sentimen? jawabannya tepat seperti yang dipikirkan orang-orang. Sentimen negatif umumnya membuat orang cenderung marah, kesal, dan akhirnya pergi. Hal ini pun berlaku pada pada pergerakan nilai tukar. Sebaliknya, apabila sentimen positif akan membuat orang terkesan dan kemudian mendekat.

Baru-baru ini, Indonesia mengadakan Pemilu Presiden yang ternyata memiliki sentimen positif terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah. Salah satu kandidat yang dipersepsikan akan membawa perubahan besar terhadap negara ini atau bahasa singkatnya disukai oleh pasar, berdasarkan hasil hitung cepat memenangkan pemilihan. Hal ini ternyata memberikan sentimen positif bagi investor di pasar keuangan yang kemudian menggelontorkan valasnya (capital inflow) di Indonesia sehingga memberikan tambahan likuiditas valas yang besar didalam negeri dan menguatkan rupiah. Begitupun sebaliknya, ketika salah satu kandidat menggugat hasil keputusan dan ditakutkan akan terjadi kerusuhan dan hal-hal negatif lain dipersepsikan negatif oleh investor dan membuat investor di pasar keuangan “kabur” (capital outflow) yang akhirnya membuat likuiditas valas kembali mengering dan membuat nilai tukar rupiah melemah.

Contoh lain misalnya sentimen yang berasal dari global. Baru-baru ini krisis geopolitik antara Ukraina dan Rusia menyedot perhatian dari banyak negara. Lalu apa hubungannya dengan pergerakan nilai tukar? Ternyata krisis antara Rusia dan Ukraina memberikan sentimen negatif bagi Indonesia. Rusia yang mendapat kecaman dari beberapa negara khususnya negara-negara besar berkemungkinan akan “ngambek” dan menyetop ekspor minyak dan gas alamnya ke dunia . Celakanya, menurut informasi dari US Energy Information, Rusia ternyata negara penghasil minyak terbesar ke 3 di dunia dan no 2 untuk urusan gas alam, sehingga berhentinya ekspor minyak dan gas Rusia dapat berimbas ke kenaikan harga minyak dan gas dunia. Kenaikan harga komoditas tersebut dapat membuat investor mulai melarikan dananya ke tempat yang lebih aman seperti AS, dibandingkan meletakkan dananya di negara-negara yang kemungkinan terkena imbasnya termasuk Indonesia. Impor minyak dalam jumlah besar serta harga yang melambung tinggi dapat membuat jumlah valas yang dikeluarkan Indonesia semakin banyak dan membuat keringnya likuiditas valas yang pada akhirnya membuat “takut” investor apabila Indonesia tidak memiliki valas lebih untuk membayar imbal hasil investor. Hukum supply dan demand menegaskan “kekeringan” diartikan supply lebihsedikit dibandingkan demand yang membuat USD langka dan nilainya menjadi mahal, begitupun sebaliknya apabila supply membanjir membuat USD menjadi murah dan menguatkan rupiah.

Dua contoh sentimen yang berasal dari dalam dan luar negeri tadi pada dasarnya bersifat temporer. Jika kita lihat lebih jauh, kandidat yang disukai pasar tadi akhirnya membuat dana asing masuk ke dalam negeri, namun ke depan apabila perjalanan pemerintahan tidak dapat memperkuat fundamental ekonomi Indonesia, tetap saja ujung-ujungnya dana asing akan keluar lagi dari Indonesia. Di sisi lain, apabila kandidat yang tidak disukai pasar tadi ternyata dapat membuat perubahan sehingga fundamental ekonomi Indonesia menguat, dengan sendirinya dana asing akan masuk, likuiditas valas membanjir, dan menguatkan rupiah. Begitupun juga contoh Rusia, apabila masalah sudah selesai dan kembali ke posisi “baik-baik” saja, harga minyakpun akan kembali stabil, pembayaran akan impor minyak Indonesia stabil, likuiditas valas terjaga dan menguatkan rupiah.

Dari poin – poin tersebut dapat ditarik kesimpulan faktor fundamental ekonomi suatu negara menjadi hal yang sangat penting meski sentimen juga tidak dapat dikesampingkan. Untuk itu, penguatan fundamental ekonomi menjadi hal yang perlu dilakukan secepatnya, yaitu dengan mereformasi struktur perekonomian Indonesia agar dapat menahan sentimen yang dapat memberikan gejolak terhadap nilai tukar meski dalam waktu singkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline