Lihat ke Halaman Asli

Hari Itu Pasti Datang

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seminggu yang lalu saya menerima kembali berita satu episode kehidupan telah berakhir, dia saudara dari pihak ibuku. Satu bulan yang lalu tanteku juga mengakhiri cerita hidupnya. Namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat kontras baik dalam jalinan cerita maupun ending kehidupannya. Tante yang selama ini kami kenal seorang guru yang sabar, care, murah senyum bahkan dialah satu-satunya seorang menantu yang telaten merawat mertuanya disaat tak ada anak yang lain mau menerimanya dalam keadaan sakit sampai menghembuskan nafasnya terakhir, yang membuat semua orang terkagum-kagum dengan kebaikan hatinya itu. Namun siapa yang menyangka wanita yang berhati mulia itu akan mengakhiri hidupnya dengan seutas tali jemuran yang digantungkan di tiang rumah, karena tak tahan dengan pertengkaran yang terjadi antara dirinya dan suami.

Lain cerita dengan saudara dari pihak ibuku yang selama ini kami kenal dengan laki-laki yang berperilaku buruk, main perempuan, terlibat dalam beberapa kasus korupsi, namun dengan kesabaran istrinya yang terus mendampinginya dalam setiap masalah, sampai semuanya berlalu. Baru setahun yg lalu yang lalu saya ikut menjemput kedatangannya sekeluarga dari tanah haram memenuhi panggilanNya. Hari itu saya hampir tidak mengenalinya sama sekali, wajahnya bersih dan berseri-seri apalagi wajahnya kini dihiasi sedikit janggut, sampai-sampai saya mengira dia adalah salah seorang ulama  yang terkenal di kotaku, benar-benar membuat saya pangling. Saya begitu terpesona dengan cerita-ceritanya saat di tanah suci, dan ibadah-ibadah yang dapat dilakukan disana sambil sesekali kulihat dia mengusap ujung matanya. Istri dan anaknya menambahi kalau disana dia seperti punya kekuatan lebih tanpa lelah mengerjakan semua ibadah haji dan bahkan sangat jarang di maktab, sepanjang hari berada di masjid. Dan siapa sangka kali ini saya juga ikut mengantarkan ke peristirahatan terakhirnya memenuhi panggilan Sang Pemberi kehidupan untuk selamanya.

Kedua berita kematian tersebut membuat saya merenung kembali apa yang telah saya lakukan selama ini. Siapa tahu hari ini saya menghantarkan orang besok saya dihantarkan ke kuburan saya. Belum ada hal-hal baik yang saya lakukan yang dapat menyelamatkan saya saat di alam barzah dari kejaran pertanyaan dua malaikat Munkar dan Nakir meski di dunia ini saya sudah menghapal jawabannya, apalagi untuk bisa berharap ke surga. Akankah kehidupanku berakhir dalam keadaan husnul khotimah ataukah sebaliknya??

Namun adakah kita mempersiapkannya?? Adakah kita tahu akan dalam keadaan bagaimana kita berpisah dengan kehidupan ini?? Adakah bekal yang akan kita bawa dalam perjalanan panjang dan abadi itu?? Siapakah yang dapat menjamin kita akan terlepas dari segala macam siksa dalam kubur sampai akhirnya tiba yaumul mashar??

Semua tergantung kita!!!

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bebas dalam bertindak dan menentukan nasibnya sendiri  Terkadang harapan kita bisa masuk surga, tetapi jalan yang kita tempuh ternyata mengantarkan kita kepada keburukan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline