Lihat ke Halaman Asli

Andai Negeriku Sebaik Orang Tuaku

Diperbarui: 11 Juni 2024   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi: id.pinterest.com

 

Di suatu pagi terlihat seorang anak seumuran kelas 5 Sekolah Dasar pergi sekolah diantar oleh ayahnya menggunakan sepeda motor. Seperti biasa karena jarak rumah dengan sekolah cukup jauh kurang lebih memakan waktu sekitar 20 sampai 25 menit, ayah dan anak ini asyik ngobrol membicarakan berbagai macam hal. Ketika motor melintasi jalan yang banyak terdapat kebun, sawah dan juga tanah kosong yang ditumbuhi banyak ilalang terlintas dipikiran si Ayah, "ini semua milik siapa ya milik negara atau milik per orangan, luas sekali tanahnya?"

Belum lama berfikir, dia selintas melihat papan seperti spanduk yang isinya menginformasikan bahawa tanah ini milik seseorang, ternyata sepanjang jalan banyak terdapat papan spanduk dengan nama yang sama. Tanpa sadar Ayah ini berbicara sendiri, "ko bisa ya, ada seseorang mempunyai tanah yang begitu luas? bagaimana ceritanya? padahal masih banyak lho masyarakat yang belum mempunyai rumah apalagi tanah".

Kemudian hal itu terdengar oleh anaknya, "kenapa ayah bicara sendiri? tanya sang anak. Eh...iya ni ka, ayah cuma heran tadi ayah lihat banyak papan pengumuman terkait kepemilikan tanah. Ko bisa tanah seluas itu dimiliki oleh satu orang bagaimana ya dulu ceritanya?" timpal sang ayah. "Bisa aja yah, kan dibeli dan pasti orangnya kaya banget, banyak uangnya." Timpal sang anak. Ayah pun mengiyakan sambil tersenyum menandakan bahwa dia bangga dengan anaknya yang sudah bisa diajak berbicara obrolan yang cukup berat dan logikanya juga sudah jalan.

Namun si Ayah masih memikirkan masalah tadi, kenapa ya di negara tercinta ini yang kaya makin kaya yang miskin semakin banyak. Negara yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya hanya dinikmati oleh sebagian kecil saja dari rakyatnya. Apa ga bisa ya rakyat dikasih tanah gratis gitu untuk bangun rumah tidak usah besar-besar ukuran 60 m2 saja sudah lebih dari cukup. Ini kan bagian dari amanah undang-undang yaitu negara harus mensejahterakan rakyatnya.

Kalaupun memberikan tanah secara gratis terlalu berat, minimal sama dengan negara-negara lain di luar sana yang memberikan pendidikan gratis dan biaya kesehatan yang terjangkau untuk rakyatnya sehingga rakyat punya harapan suatu saat bisa sukses, tidak mudah dibodohi, bisa tenang menjalani kehidupan karena kebutuhan dasarnya dibantu oleh negara dan tidak selalu mengharapkan bantuan-bantuan yang sifatnya sementara. Begitulah pikir sang Ayah dengan pikiran sederhananya.

Itulah potret keresahan sebagian besar masyarakat di negara ini, yang kaya dan punya jabatan semakin banyak yang menunjukkan arogansinya, yang pintar juga banyak yang menggunakan kepintarannya untuk membodohi dan menipu orang lain. Belum lagi bicara hukum, sudah sangat jelas terlihat yang punya uang dan kuasa bisa menekan pihak-pihak yang lemah seperti banyak orang bilang hukum di Indonesia itu tajam ke bawah-tumpul ke atas. Ditambah lagi pelayanan-pelayanan yang diberikan lembaga-lembaga pemerintahan atau kedinasan sering ditemui kurang ramah, mengurus dokumen lama, dioper sana-sini dan seolah biasa mendapat perlakuan yang kurang mengenakan tentu ini terjadi bagi rakyat kecil kalau untuk yang punya uang, yang punya kuasa mah beda cerita. Semuanya seolah sedang dipertunjukkan kepada khalayak ramai bahwa negara ini belum adil dengan rakyatnya.

Dengan kondisi seperti ini tentu hanya mengeluh bukan jadi solusi minimalnya kita terus mendoakan semoga negeri ini dapat adil dan mampu mensejahterakan rakyatnya serta dapat menjadi semakin baik ke depannya seperti baiknya orang tua terhadap anaknya.

Semoga Bermanfaat
Tangerang, 11 Juni 2024

Utris Sutrisna




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline