Lihat ke Halaman Asli

Utomo SolaRUV

Solar Energy Company

Refleksi Nyepi 2022 dan Energi Bersih dari PLTS Atap SolaRUV

Diperbarui: 2 Maret 2022   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbandingan energi listrik di Bali saat hari biasa vs saat perayaan Nyepi. Dok: IESR

Awal tahun baru Caka selalu dirayakan umat Hindu selama 6 hari. Tepat pada hari ketiga, hari keheningan (Nyepi) tiba. Berasal dari kata "sepi", perayaan agama umat Hindu identik dengan situasi yang tenang, damai, tidak ada kegiatan, termasuk Amati Geni atau tidak menyalakan cahaya dan bara api. Segala aktivitas dihentikan selama satu hari penuh agar setiap pribadi mempunyai waktu untuk refleksi diri dan merenung atas perbuatan perbuatan, sehingga dapat menjadi manusia yang lebih baik di tahun yang baru.

Saat Nyepi, alam semesta begitu tenang. Tidak ada lalu lalang kendaraan, tidak ada deru mesin pabrik, tidak ada hiruk pikuk manusia bercengkrama. Ini adalah hadiah istimewa yang bisa kita berikan untuk bumi, udara, air, tanah, api,  karena selama 24 jam mereka bisa beristirahat. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  pernah mengukur parameter cuaca dan kualitas udara saat Hari Raya Nyepi untuk mengetahui seberapa besar aktivitas manusia secara nyata berkontribusi pada kenaikan gas rumah kaca (GRK)dan zat-zat tercemar lainnya. 

Hasilnya, polusi udara yang disebabkan oleh debu dan emisi karbon berkurang 70-80%. Kontribusi yang amat besar bagi satu-satunya tempat tinggal makhluk hidup, planet bumi.

Studi yang pernah dilakukan IESR mencatat, pada Nyepi tahun 2019, Pulau Bali berhasil mereduksi emisinya hingga 5.562 ton CO2 selama kurun waktu hanya 24 jam saja. Angka tersebut setara dengan penghematan minyak yang dikonsumsi sebesar 11,5 barel (1 barel=158,98 liter). Kontribusi yang amat fantastis!

Tentu, Nyepi hanya lah permulaan untuk bisa menjadi kebiasaan. Udara bersih tanpa polusi dimulai dari pemanfa'atan energi dari sumber tak terbatas, misalnya energi matahari. Berkat bantuan teknologi, berupa sel surya yang menyerap panas matahari dan mengubahnya menjadi aliran listrik, kini masyarakat bisa menikmati energi bebas emisi karbon. 

Teknologi sel surya disempurnakan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dimana peletakannya bisa memanfa'atkan atap bangunan masing-masing. PLTS Atap dinilai cocok diaplikasikan skala ruma tangga karena masih tersambung dengan jaringan PLN. Model seperti ini lebih dikenal dengan sebutan PLTS Atap model on-grid. 

Salah satu perusahaan penyedia jasa solusi PLTS Atap nasional, Utomo SolaRUV, menegaskan bahwa energi bersih dari PLTS Atap kian hari kian terjangkau bagi masyarakat, baik dari segi harga maupun keberpihakan kebijakan. Dari segi harga, komponen PLTS Atap semakin murah.

 Dari segi kebijakan, pengguna PLTS Atap SolaRUV model on-grid "dimanjakan" dengan Peraturan Menteri ESDM No.26/2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). Artinya, pengguna PLTS Atap bisa melakukan ekspor (jual) listrik ke PLN jika ada kelebihan listrik yang dihasilkan PLTS Atap.

Rumah di Bali yang sudah dipasang PLTS Atap. Dok: Utomo SolaRUV

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline